Oleh Nila Wardani
Setidaknya dalam sepuluh tahun terakhir dunia telah gencar membicarakan perubahan iklim dan pemanasan global. Secara mudah bisa ditandai dengan banyaknya badai dan akibat kerusakan lingkungannya, juga naiknya suhu udara.
Saat ini Indonesia tengah menghadapi beragam bencana alam yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Di antaranya adalah banjir dan tanah longsor. Daerah pesisir diperkirakan merupakan wilayah yang paling terdampak karena perubahan dan kerusakan lingkungan karena perubahan iklim. Menurut penelitian, di tahun 2050 diperkirakan akan ada 2000 pulau yang berpotensi tenggelam karena naiknya air laut, mengakibatkan rusaknya ekosistem pesisir (dan laut) dan memepengaruhi kebhidupan lebih dari 23 juta masyarakat pantai. Mereka bisa kehilangan penghidupan berbasis pantai, berpindha ke wilayah lain atau bahkan yang saat ini sudah banyak terjadi, menjadi pekerja migran.
Dalam beberapa minggu terakhir di kabupaten Malang juga terjadi banjir besar terutama di wilayah-wilayah pesisir. Akibatnya, tidak hanya kerusakan infrastruktur, namun aktifitas masyarakat termasuk kegiatan produktif terganggu.
Sesungguhnya pemerintah telah menyiapkan beragam strategi mitigasi bencana terutama di daerah rawan. Namun kepentingan perempuan masih sering terabaikan, terutama dalam aspek kesehatan.
Diskusi mendalam pada bulan Juli 2022 dengan perempuan di desa Kedungsalam kecamatan Donomulyo kabupaten Malang yang merupakan desa pantai menemukan bahwa perempuan mengidentifikasi perubahan lingkungan yang terjadi di wilayahnya. Mereka yang penduduk asli dan kini menjadi ibu misalnya mengingat bahwa desanya pernah mengalami banjir rob (kenaikan air laut) yang cukup besar ada tahun 2019. Airnya bisa masuk hingga ke perkampungan. Sejak saat itu, hampir setiap tahun terjadi ron meskipun tidak sebesar tahun 2019.
Selain itu, perempuan menandai bahwa suhu udara cenderung terasa lebih dan udara menjadi panas. Namun kondisi bisa berbalik pada musim tertentu yang kadang udara bisa terasa sangat dingin. Mereka menyatakan bahwa kondisi ini tidak nyaman, mudah menyebabkan migraine dan sakit persendian. Perempuan juga menyatakan bahwa mereka mudah darah tinggi. Meskipun tidak dinyatakan sebabnya, bisa disinyalir salah satunya adalah adalah interusi air laut ke darat yang berpotensi menaikkan kadar garam pada air yang dikonsumsi.
Penelitian menunjukkan bahwa kadar garam yang tinggi dan hypertensi sangat sangat berisiko pada ibu hamil.
Lebih jauh para perempuan desa Kedungsalam menyatakan bahwa desanya dulu dikenal sebagai penghasil ikan dan rumput laut yang melimpah. Ikan dan rumput laut merupakan sumber penghasilan utama banyak keluarga. Selain itu, ikan menjadi bagian menu utama dalam pangan keluarga, juga dengan rumput laut. Masa remaja mereka terbiasa mengkonsumsi ikan dalam menu keseharian. Sebagaimana diketahui ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat penting bagi perempuan, terutama bagi perempuan hamil untuk mendapatkan persalinan yang sehat, ibu dan bayi yang sehat pula.
Namun beberapa perempuan menyatakan bahwa semenjak menginjak dewasa dan menjadi ibu, ikan semakin hilang dari daftar menu keluarga. Selain jumlahnya yang sangat berkurang, harga yang mahal menjadikan mereka cenderung menjualnya. Ini terutama ketika wilayah pesisir desa semakin gencar berubah menjadi desa wisata. Mereka mengakui bahwa sumber protein dari ikan lebih banyak digantikan dengan tahu dan tempe (nabati) yang mudah didapat dan murah.
Lebih jauh mereka mengakui bahwa banyak anak saat ini yang tidak menyukai ikan karena tidak lagi dibiasakan mengkonsumsinya. Mereka lebih mengenal makanan instan yang rendah gizi. Dinyatakan bahwa anak-anak sekarang cenderung mudah terserang sakit, meskipun ringan seperti gejala flu. Namun bila sakit ini menyerang seringkali dalam waktu yang cukup lama, misalnya lebih dari seminggu.
Kekurangan konsumsi protein juga bisa menurunan daya tahan tubuh. Pada perempuan hamil, ditambah dengan potensi darah tinggi, bisa menimbulkan kelahiran prematur, komplikasi pendarahan dan juga bayi lahir dengan berat badan rendah.
Ditambah lagi, karena gelombang tinggi, sejak lima tahun terakhir desa pantai ini tidak lagi memiliki hasil rumput laut yang bisa dipanen sebagai sumber pendapatan maupun bagian konsumsi atau pangan keluarga.
Penelitian menunjukkan bahwa rumput laut kaya akan asam folat yang berguna untuk membentuk daya tahan tubuh dan memperkuat pembentukan jaringan ke otak belakang janin. Dari informasi ini bisa bayangkan potensi penurunan kesehatan perempuan, terutama kesehatan ibu hamil dan bayinya karena kerusakan lingkungan oleh perubahan iklim dan pemanasan global. Masyarakat lokal terutama perempuan belum banyak terpapar informasi dan pengetahuan mengenai dampak kesehatan atas kerusakan lingkungan karena sifatnya yang tidak langsung dan berjangka panjang.
Dalam diskusi, perempuan Kedungsalam baru menyadari akibat perubahan lingkungan atas kesehatan, ketika mereka diajak membahasnya.
Penelitian mendalam belum banyak dilakukan di Indonesia yang bisa memperkuat bukti bahwa mitigasi kerusakan lingkungan perlu memasukkan indikator kesehatan perempuan, terutama ibu hamil. Angka kematian ibu yang masih tinggi bisa jadi disumbang salah satunya oleh akibat tidak langsung dari kerusakan lingkungan yang menyebabkan pola kehidupan masyarakat berubah, dan pada gilirannya juga merubah pola konsumsi dalam keluarga. Belum lagi ditambah kasus stunting yang juga cukup tinggi.
Para ahli menyatakan bahwa perubahan dan kerusakan lingkungan tidak mungkin diperbaiki sebagaimana semula. Kalaupun kita bergerak sekarang itupun sudah sangat terlambat, apalagi tidak melakukan apa-apa. Kualitas kesehatan perempuan dan ibu merupakan hal yang vital bila menginginkan munculnya generasi emas yang akan dilahirkannya. Mari terus belajar dan memperbaiki lingkungan di sekitar kita.
Malang, 24 Oktober 2022
Nila Wardani
Koordinator Ruang Mitra Perempuan (RUMPUN) Malang