Oleh Arhamni
Mahasiswa UPSI Penerima Beasiswa BPSDM Aceh
Kumulai dengan rasa hormat dan rasa beruntung aku memiliki senior sehebat bang Tabrani, beliau bukan hanya menyediakan media untuk menampung tulisan-tulisan bagi sebagian yang memiliki hobi menulis, namun beliau selalu mengingatkan aku untuk menulis. Terkadang aku malu akan ingatan beliau. Kali ini aku akan memenuhi janjiku pada beliau untuk berbagi pengalaman akan perjalanan aku melanjutkan belajar ke negeri seberang Malaysia. Aku termasuk orang Aceh yang ALLAH berikan kesempatan untuk mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Aceh dari jalur sebagai aparatur Pemerintahan Aceh.
Cita-citaku melanjutkan pendidikan hingga ke pogram doktor memang pernah tercetuskan pada tahun 2014, saat aku ditugaskan oleh Pemerintah Aceh untuk mengikuti Program Pelatihan selama satu bulan ke Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI) DI Perak Malaysia. Saat itu seorang Prof yang mengajarkan kami menyampaikan disela-sela pelatihan kami
“Cek gu, nanti ambil saja Ph.D ke mari.” Prof saat itu berkata di sela kami sedang diskusi-diskusi ringan.
“Tak ade uang Prof, kuliah luar negeri mahal….” Sela ku pada Prof Uzi sambil tersenyum
“Uang jangan pikir Cek gu, yang penteng ada kemahuan.” Prof saat itu kembali meyakinkan.
Semenjak saat itu harapan aku melanjutkan belajar ke UPSI ada dalam suatu keyakinan, namun terkadang aku berpikir akankah bisa?, Jika melihat kondisi keuangan serta kesempatan dimana aku hanya seorang guru?. Waktu terus berlalu program Pascasarjana pada Universitas Syiah Kuala kuselesaikan dan pada tahun 2015 aku wisuda. Aktifitasku sebagai salah seorang guru pada SMK Negeri Penerbangan terus kujalani, hingga pada suatu hari ada kawan yang mengabarkan bahwa ada seleksi untuk aparatur pemerintah Aceh (BPSDM) agar bisa mendapatkan beasiswa melanjutkan study. Info tersebut pada akhir tahun 2019. Singkat cerita aku mengikuti seleksi dari pemberkasan, tes tulis hingga wawancara sebagai syarat penerima beasiswa jalur aparatur dengan pilihan tujuan luar negeri (Malaysia).
Allah berkehendak, aku lulus dan menerima bantuan penerima pada tahun anggaran 2020. Namun saat itu Allah belum berkehendak bagiku kembali ke UPSI, dikarenakan pandemic Covid-19 aku gagal berangkat pada tahun 2020. Tahun 2021 aku kembali ikut tes dari pemberkasan, tes tulis dan wawancara dengan tujuan sama mengambil jalur luar negeri (Malaysia).
Alhamdulilah aku bisa kembali menginjak tanah negeri Jiran, tepatnya tanggal 21 Mei 2022. Senin tanggal 23 Mei aku kembali menginjakkan kaki di kampus UPSI untuk mengurus visa pelajar sebagai syarat bagi mahasiswa dari luar Malaysia untuk bisa menetap lebih lama di sana. Pembuatan visa membutuhkan waktu hampir satu bulan. Aku akhirnya melanjutkan perpanjangan waktu untuk menetap kuliah di Malaysia, walaupun kuliah online dan bisa kujalani bila aku berada di Aceh, namun aku merasakan banyak hal yang bisa kuketahui dengan setiap hari aku bisa keperpustakaan Tuanku Bainun di kampus UPSI lama.
Sistem kuliah online merupakan sistem kuliah yang menuntut mahasiswa untuk mampu belajar lebih banyak secara mandiri, dan bila harus bekerjasama terkadang tidak bisa dijalankan secara lebih maksimal, apalagi jika memiliki kawan satu kelompok dari berbagai Negara seperti kami satu kelompok pada mata kuliah metode dasar riset kawan-kawanku dari Dubai, Egyp, Pakistan dan Cina.
Pada semester dua aku mengambil tiga mata kuliah, yaitu mata kuliah kualitatif, mata kuliah kuantitatif serta mata kuliah Metode Dasar Riset. Akhir bulan Juli 2022 adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa yang sudah berbulan-bulan hanya bergelut dengan kegiatan kampus serta perkuliahan online, begitu juga kami mahasiswa yang dari Aceh.
Oh iya aku hampir lupa, selain aku yang kuliah di UPSI, ada beberapa orang lainnya yang berasal dari berbagai daerah di Aceh yang juga sedang melanjutkan study di UPSI. Aku serumah dengan adek-adek dari Aceh dan adek sekamar dengan ku yang sekarang sedang melanjutkan study di Fakultas Pembangunan Manusia mengambil bidang kajian Pascasarjana PAUD bernama Novita dari Aceh Tamiang. Kami berdua memiliki beberapa kesamaan untuk hobi, salah satu hobi yang sama yaitu suka berpetualang yang terkadang kami berdua mengistilahkan dengan sebutan Adventure, he…hee…hee…
Kawan sudah cocok, maka mulailah kami berencana untuk masuk ke Singapura dengan tujuan untuk melihat kebesaran Allah yaitu Negara Singapura yang selama ini kami juga terpesona melihat di berbagai media dengan Singa yang berbadan ikan mengeluarkan air dari mulutnya serta pemandangan pantai yang tersentuh oleh arsitektur bagunan-bagunan hotel yang unik-unik salah satunya arsitektur mirip buah durian terbelah.
Rabu 26 Juli aku dan Novi berangkat dari Perak dengan menggunakan kereta Api menuju Kuala Lumpur, tujuan kami adalah stasiun pusat terpadu (TBS) untuk mengecek langsung Bus yang berangkat ke Singapura. Aku dan Novi sudah sepakat jika kami melakukan perjalanan ke Singapura mengambil keberangkatan Bus yang paling terakhir dengan dasar pemikiran kami tidur dalam Bus dan sampai ke Singapura di waktu sudah menjelang pagi. Aku dan Novi sepakat untuk ke Masjid Jamik Kuala Lumpur sampai menunggu malam tiba. Kami mengambil tiket untuk keberangkatan sekitar pukul 11 waktu Malaysia. Di Masjid Allah mempertemukan aku dengan saudara dari Aljazair bernama Islam Malika, yang sedang dilanda banyak masalah. Kami larut dalam cerita dan terkadang aku berupaya untuk memberikan ia suatu kekuatan dengan kalimat “ La tahzan Innallaha ma’ana”. Kami cepat akrab dan saat berpisah aku memberikan gelang batu hitam yang kupakai selama ini sebagai gelang persahabatan antara aku dan Islam Malika.
Kami berada di Masjid Jamik dari Zuhur hingga Magrib, Allah juga pertemukan aku dengan Ummi seorang perempuan kuat berasal dari Medan yang sedang dilanda prahara rumah tangga, Aku dan Ummi terasa seperti sudah lama kenal. Ia menceritakan prahara rumah tangga yang sedang ia alami, dan kalimat La tahzan Innallaha ma’ana tetap menjadi kalimat penghibur buat Ummi.
Aku dan Novi sempat terheran dengan segala kejadian yang kami alami, sehingga kalimat Novi, “Bukankah niat dan tujuan kita untuk melihat kebesaran Allah kak?, Allah sudah menampakkan kebesaranNYA pada kita.” Bahasa Novi menjadi perenungan buat aku. Sungguh Allah telah mempertemukan aku dengan saudara-saudara muslimahku dalam suasana agar aku mampu mengingat akan IA yang Maha pemberi solusi akan segala masalah hidup ini.
Perjalanan dari Malaysia ke Singapura dengan Bus sekitar 5 Jam. Di perbatasan kami menjalani pemeriksaan, kami berdua saat berangkat tidak mengetahui jika masuk ke Singapura kita harus menginstal program FAQ pendataan covid-19 seperti peduli lindungi untuk masuk ke Indonesia. Kebesaran Allah juga kami rasakan di perbatasan, aku dibantu oleh petugas mengisi data tersebut, dengan izin Allah kami boleh masuk ke Singapura. Namun kami berdua baru kali ini pertama masuk ke Singapura dengan jalur mandiri, he…hee…hee.
Di perbatasan kami dihadapkan pada keramaian orang-orang yang akan berangkat kerja, aku dan Novi kebingungan akan naik Bus apa menuju ke pusat kota Singapura dan yang lebih membuat kami bingung masih sangat pagi. Kami tidak membawa sedolarpun uang dolar Singapura. Dalam kebingungan aku mulai meminta pada Rabb yang Maha menyelesaikan segala masalah serta kesulitan, lalu aku bertanya pada seorang perempuan clening service yang berkerudung, dimana ada tempat tukar uang di daerah sekitar perbatasan tersebut.
Perempuan tersebut menjelaskan pada kami jika di daerah perbatasan tidak tersedia tempat tukar uang, yang ada di Kranji, dan kami ditunjukkan untuk masuk jalan melalui jalur C1 untuk bisa masuk Bus ke Kranji. Sungguh sistem yang tertib terasa hingga jalur untuk masuk menuju Bus diarahkan sehingga tidak terjadi kerumunan serta berdesak-desakan. Masing-masing orang akan antri dengan jalur yang tersedia menuju Bus keberangkatan. Aku kembali bertanya apakah naik Bus berbayar atau gratis? Karena pengalamanku di Aceh naik Bus Kuta Raja gratis. Ternyata berbayar. Aku kembali bertanya pada supir Bus apakah mereka mau menerima Ringgit Malaysia? Ternyata supir menjawab tidak mau. Saat itu bantuan Allah datang lagi menghampiri aku dan Novi, ada seorang perempuan berkerudung menyodorkan uang untuk kami senilai 2 dolar Singapura.
“ Take this, I don’t carry a lot of dollars.” Sambil menyodorkan uang 2 dolar kepada aku dari baris antriannya untuk masuk Bus berangkat kerja.
“Thank you very much sister.” Jawabku terharu dan aku berdoa agar Allah membalas kebaikan saudara muslimah tersebut. Aku dan Novi setelah mendapatkan dolar tersebut berdiskusi apakah menunggu pagi di perbatasan atau langsung menuju Kranji untuk mencari tempat tukar uang. Kami berdua sepakat untuk langsung ke Kranji, mengikuti arahan agar antrian masuk jalur C1. Kamipun melanjutkan perjalanan dari perbatasan menuju Kranji dengan modal dolar pemberian orang. Kehadiran kuasa Allah sangat kami rasakan berdua dalam perjalanan kami. Sesampai di Kranji masih pukul 6 waktu Singapura, kami harus menunggu hingga pukul 8 tiba untuk melakukan tukar uang. Aku dan Novi orang yang pertama berada di depan tempat pertukaran uang saat toko tempat tukar uang dibuka. Kami menukar ringgit Malaysia ke Dollar Singapura. Setelah uang dolar sudah ada kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan dari Kranji menuju pusat kota Singapura dan tujuan utama kami tetap ke masjid, karena kami punya keyakinan di Masjid kami akan mendapatkan banyak informasi yang bisa memudahkan perjalanan kami selama di Singapura.
Aku dan Novi kembali bertanya untuk menuju Kota, kami harus naik Bus nomor berapa, hasil arahan dari pengurus kami disarankan naik Bus nomor 700. Kami melanjutkan perjalanan dengan naik Bus tersebut menuju kota, perjalanan dari Kranji ke kota agak sedikit lama kurasakan, mungkin dikarenakan aku dan Novi tidak mengenal daerah. Setiap diperberhentian kutanyakan pada Novi
“Apakah kita sudah sampai ke tempat yang kita tuju dek…?”. Novi juga tak bisa meyakinkan aku karena kami sama-sama tak mengerti, hee…heee.
Kuberanikan bertanya pada orang di sebelahku, perempuan Singapura setengah baya tak berkerudung dengan bermata sipit.
“Do you know the Sultan Mosque of Singapure?”. Aku bertanya dengan harapan informasi darinya
“ I don”t Know.” Jawabnya dengan nada yang kurasakan kurang ramah. Ternyata Singapura memang tak seramah Jiranku Malaysia.
Aku kembali berharap pada Rabbi, dari info di Kranji kami dapatkan bahwa kami dianjurkan turun pada perberhentian terakhir, namun aku dan Novi masih bingung pemberhentian terakhir itu dimana?
Tiba-tiba seorang perempuan berkerudung dan berbusana baju kurung khas perempuan Melayu naik ke dalam Bus, beliau duduk pada kursi bersebelahan dengan aku duduk, dan ada kursi kosong di sebelahnya. Aku sangat senang dan terus berpindah tempat duduk ke sebelah beliau, lalu aku bertanya apakah beliau bisa bahasa Melayu, ternyata beliau tidak lancar berbahasa Melayu. Lalu aku jelaskan ke beliau dalam Bahasa Inggris bahwa aku pelajar dari Aceh yang sekarang belajar di Malaysia dan kami berdua rencana sehari di Singapura untuk melihat Masjid Sultan Singapura dan juga Singa berbadan ikan yang ada di pantai Singapura. Aku tanyakan apakah beliau tahu Masjid Sultan Singapura, ternyata jawaban beliau bukan hanya tahu, beliau akan antarkan kami ke sana. Sungguh kebesaran dan anugerah Allah kami rasakan lagi.
Saat turun ternyata Bus harus dibayar menggunakan kartu, kami tidak punya kartu, bantuan Allah datang melalui saudara seiman yang bernama Sa’diah, beliau membayarkan kami menggunakan kartu beliau dan membawa kami hingga sampai ke Masjid Sultan. Masjid ternyata tertutup, hanya buka saat menjelang Shalat tiba. Di sektar masjid ada Rumah Makan Minang, aku dan Novi sepakat untuk segera makan pagi, makanan khas Indonesia kami rasakan di Singapura. Namun hanya ada di sekitar Masjid Sultan Singapura. Kami tidak menemukan makanan khas Indonesia di pinggir pantai dekat Singa berbadan Ikan, dan rumah makanan halal susah kami temukan di daerah terminal ketika kami kermbali ke Malaysia di Malam hari.
Perjalanan semalam ke Singapura kami lalui dengan banyak hal yang kami temui. Kebesaran Allah sangat kami rasakan dalam adventure kali ini hingga kami kembali lagi ke Tanjoeng Malem Perak Malaysia.