Oleh Rizal, S.Pd., M.TESOL
Pernah belajar di CESL, University of Arizona, Amerika yang merupakan Alumni Flinders University, Australia
Kata Bereh sangatlah fenomenal dalam lingkungan pemerintah Aceh selama ini. Seluruh pegawai yang ada dipastikan tahu apa itu Bereh, meskipun tidak memahami secara mendetil aspek yang terkandung di dalam kata Bereh tersebut. Secara garis besar, kata Bereh yang mulai digaungkan sejak akhir tahun 2019 ini dipahami sebagai instruksi untuk membereskan tempat lingkungan kerja, baik di dalam maupun di luar ruangan, agar pegawai yang melakukan tugasnya dapat merasa nyaman. Kata Bereh merupakan akronim dari Bersih, Rapi, Estetis, dan Hijau yang menjadi program utama pemerintah Aceh dalam mentransformasi seluruh lingkungan kerja yang ada, baik di provinsi maupun di setiap kabupaten yang ada di Aceh.
Di bidang pendidikan sendiri program Bereh ini juga sangatlah dikenal, baik di kalangan guru maupun siswa. Bahkan, tidak sedikit para kepala sekolah yang tidak bisa tidur dengan nyenyak sejak program ini diluncurkan dikarenakan mereka harus melaksanakan instruksi ini dalam waktu sesingkat-singkatnya. Pekerjaan besar yang harus mereka selesaikan di sekolah masing-masing mencakup penataan taman sekolah, kamar mandi, ruang kerja, kantin, hingga gudang dan mushalla. Seluruh fasilitas ini diharuskan dalam kondisi bersih, rapi, estetis, dan hijau sebelum adanya kunjungan tim dari provinsi.
Gebrakan yang dilakukan melalui program Bereh ini patut diancungi jempol dikarenakan perubahan yang terjadi terlihat begitu efektif. Banyak sekolah yang dulunya dalam keadaan berantakan, kini menjelma menjadi tampak lebih rapi dan indah. Bahkan kamar mandi yang dulunya bhe chung alias bau pesing,kini lebih terasa nyaman digunakan oleh siswa. Hal ini tentu saja sangatlah berdampak positif bagi kenyamanan mereka dalam melakukan proses pembelajaran di sekolah. Bisa jadi program ini menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah kelulusan ke perguruan tinggi yang berhasil menduduki rangking 10 besar secara nasional di tahun 2021 dan 2022.
Jika melihat tingkat keberhasilan terlaksananya program ini di lingkungan sekolah, hal ini tidak terlepas dari peranan mantan Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah dan Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Alhudri yang begitu intens dalam menjalankan program Bereh. Bahkan sudah beberapa kali mereka berkeliling Aceh secara khusus untuk memantau secara langsung progres pelaksanaan program tersebut di dekolah-sekolah. Pemantauan ini tidak hanya dilakukan pada saat jam kerja, namun juga di luar jam kerja, bahkan di tengah malam, yang mengakibatkan mimpi indah sebagian kepala sekolah terganggu.
Melihat cara monitoring yang dilakukan oleh Taqwallah beserta timnya tentu saja membuat banyak pihak menggerutu di dalam hati. Bahkan tidak sedikit komen-komen negatif yang berseliweran di media sosial yang menyatakan bahwa kunjungan yang dilakukan oleh mantan orang nomor dua di Aceh ini terkesan “angker” dan “barbar” yang dapat membuat jantung berdegup dengan kencang. Bahkan banyak yang mendo’akan agar Taqwallah segera lengser dari singasananya agar suasana “seram” yang telah tercipta dapat normal kembali.
Dampak positif yang dilihat dari program ini patut diapresiasi sebesar-besarnya. Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana program ini akan dapat terus berlangsung, apalagi sang nahkoda utama, Taqwallah, pada hari Kamis kemarin resmi digantikan oleh sekda yang baru, Bustami. Perubahan yang telah diciptakan melalui program Bereh ini sangatlah sigifikan, namun apakah perubahan ini sudah membudaya di setiap sekolah-sekolah yang ada atau hanya sekadar menghindari “semprotan” dari tim monitoring provinsi?
Oleh karena itu, Dinas Pendidikan perlu merumuskan langkah-langkah strategis agar program Bereh ini dapat terus berlanjut. Tidak hanya itu, keterlibatan sekda yang baru dalam mengontrol program ini dilingkungan pendidikan juga perlu diminimalisir agar program-program penting di bidang lainnya juga dapat terlaksana dengan baik. Salah satu langkah strategis yang perlu diambil adalah dengan merevitalisasi dan memperkuat fungsi dan tugas Kepala Cabang Dinas beserta jajarannya dalam melakukan monitoring dan evaluasi program Bereh. Kewibawaan dan ketegasan para pejabat yang ada di lingkungan Cabang Dinas juga perlu ditingkatkan agar kesan “angker” yang dimiliki oleh Taqwallah dapat menular kepada mereka. Hal ini perlu dilakukan agar cost yang ditimbulkan dalam melakukan pemantauan program ini dapat diminimalisir dan frekuensi pemantauannya dapat ditingkatkan sehingga program ini dapat terlaksana sesuai dengan harapan.
Tidak hanya itu, kesadaran setiap warga yang ada di sekolah mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalam program Bereh juga perlu ditingkatkan agar proses pembudayaan program ini dapat terealisasi dan terus membekas di lingkungan sekolah.
Langkah-langkah strategis di atas diharapkan akan menjadi sebuah tiang yang dapat menyangga program Bereh agar dapat terus berdiri tegak, hingga unsur-unsur utama yang ada dalam program ini dapat terus mengakar dan menjadi suplemen penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Aceh.
Namun jika hal ini tidak dilakukan, maka program Bereh ini akan hanya menjadi sebuah slogan yang tidak memiliki makna dan dampak apapun dan akan menguap begitu saja yang pada akhirnya sekolah yang dahulunya tersulap elok dan rapi kembali menjadi terabaikan kenyamanannya.
Penulis, Rizal, S.Pd., M.TESOL
Pernah belajar di CESL, University of Arizona, Amerika yang merupakan Alumni Flinders University, Australia. Saat ini menjadi guru bahasa Inggris di SMA Unggul
Darussaadah, Kluet Raya, Aceh Selatan