Oleh Zulma Amalia
Hari itu cukup terik. Pemerintah sudah mengeluarkan keputusan bahwa boleh keluar rumah karena saat ini sudah newnormal. Saya pergi ke Blang Pidie terus saya melihat orang yang lagi memakai masker dan ada juga yang lagi membagi masker dan saya mendapat masker dari mereka. Saya memakai maskernya terus pergi membeli handsanitaizer dan saya memakainya.
Keesokan harinya, saya pergi ke pasar dan di pasar sangat sepi, karena ternyata lagi ada covid – 19. Saya mancuci tangan terlebih dahulu di tempat yang disediakan, lalu saya melihat ada razia masker dan saya pulang secepatnya karena takut.
Keesokan harinya lagi, saya bangun tidur terus pergi sekolah dan saat itu lagi ada covid – 19. Guru – guru membagikan masker 1 orang 1 lembar dan saya mendapatkannya, lalu memberikan masker tersebut pada kakak dan mamak, sehingga satu keluarga pun pakai masker dan saya pergi ke rumah kawan saya yang bernama Nafla yang Ayahnya dia dokter. Saya melihat Nafla tidak pakai masker.
“Nafla, kenapa kamu tidak pakai masker? Padahal sekarang lagi ada covid – 19!”
“Oh, Maaf saya sedikit pelupa. Terima kasih sudah mengigatkan”
Dia segera mangambil masker, ternyata di rumahnya banyak sekali masker dan saya minta masker padanya. Alhamduliah, dia memberikan saya dua masker. Saya mendapatkan dua tambahan masker untuk hari-hari saya.
***
Saya dan keluarga pulang ke kampung dan ternyata di kampung saya ada pembagian sembako. Setiap kepala keluarga mendapatkankan sembako satu plastik. Sekarang, saya tidak takut lagi pergi ke masjid bersama kawan kawan, kami juga shalat ketika akan ke masjid kami tetap pakai masker. Di halaman mesjid ada dua buah tempat cuci tangan dari pemerintahan kabupaten, saya jadi tenang beribadah.
Setelah shalat, saya pulang. Sampainya di rumah, saya membuka semua baju yang saya pakai dan mengantinya, mencuci tangan baru berkumpul denhan keluarga. Saya tertidur sepuasnya. Setiap saya shalat magrib di masjid, saya selalu melihat orang-orang yang pergi shalat pakai masker. Ketika shalat mereka membukanya. Saya memakai masker saat sebelum shalat, dan membukanya ketika shalat, karena saya takut tidak sah shalatnya namun saya selalu membawakan masker.
***
Ketika saya pergi mengaji dan shalat isya, sepulang dari itu saya juga pakai masker. Saat membuka YouTube dan semua di YouTube itu semua berita tentang Corona dan saya menontonnya sampai habis. Syukurlah sekarang sudah ada suntik vaksin dan saya tidak mau suntik vaksin. Di sekolah ada suntik vaksin. Saya menangis tidak ingin di suntik vaksin.
Ketika pulang sekolah, saya terus pergi ke sigupai mambaco, tempat baca gratis di kampung kami.
“Kak, kenapa kita harus suntik vaksin?” Tanya saya kepada pengurus Sigupai Mambaco
“Kenapa? Kamu takut?”
“Iya, saya menangis tadi di sekolah!”
“Tidak apa-apa, vaksin itu untuk kekebalan tubuh, agar kita bisa tetap sehat selama beraktivitas karena pandemi covid 19 belum berakhir di negara kita.”
“Tapi kak, katanya kita akan mati jika disuntik!”
“Mari berprasangka baik, apa mungkin negara membahayakan rakyatnya?”
“Tidak kak!”
Mendengar penjelasan tersebut, saya menjadi tenang. Saya pergi mengaji setelah pulang dari Sigupai Mambaco. Selain mengaji, kami juga shalat berjamaah di sana dan juga bersalawat bersama teman-teman. Saat pulang saya membeli masker sebanyak lima lembar.
Sepulang mengaji, saya mengantuk dan tertidur di rumah. Ketika bangun tidur, saya pergi ke Manggeng naik mobil hingga ketiduran sambil memakai masker. Begitu sampainya di sana, saya melihat saudara saya tidak memakai masker. Saya memberikannya masker satu lembar tapi dia tidak mau memakai masker.
“Ayolah pakai masker, sekarang lagi ada Corona. Berbahaya jika kita bermain di luar tanpa masker. Banyak orang dirawat dan tidak bisa bertemu keluarganya.”
Akhirnya, dia pun memakai masker. Aktivitas saya berulang kembali, shalat, mengaji, menonton dan tidur. Saya selalu menambah pengetahuan tentang Virus Corona agar terhindar darinya.
Ketika hari demikian siang, saya makan di ayam penyet Jokja, tiba tiba ada pembagian masker. Satu orang dapat dua lembar dan saya dapat dan saya menyimpannya karena saya sudah memakai masker. Ketika pulang dan saya bermain. Saya melihat kawan saya memakai handsanitaizer dan saya memintanya, dia memberikan saya dan saya pakai. Sebagai gantinya, saya memberikan masker padanya, dan kami pergi mengaji dengan tetap memakai masker. Ketika pulang mengaji, lalu saya main karet, lalu saya terjatuh dan kaki saya pun terkilir tapi saya tetap memakai masker saat main.
Dulu, ketika awal-awal Corona, sekolah diliburkan. Saya senang sekarang sudah newnormal, meski tidak boleh lelah mengikuti protokol kesehatan, saya tetap saja senang berdampingan dengan virus ini,. Sebab bisa bermain dengan teman-teman. Setiap hari, selalu ada kelompok-kelompok yang membagikan masker, terutama di pasar pagi kampung Rawa, ada pembagian masker dan handsanitizer gratis. Saya sering sekali mendapatnya. Ketika saya bermain bersama kawan saya yang bernama Nafla dan saya melihat kawan saya bersin bersin dan saya bertanya
”kamu kenapa?”
“Saya terkena debu yang ada di jalan!”
“Makanya pakai masker dong kayak saya!”
“Iya, maaf saya lupa lagi hehehe”
***
Kasus yang terkena Corona di kampung kami sudah berkurang, protokol kesehatan mulai longgar dilaksanakan. Ketika saya pergi ke pasar bersama keluarga saya rupanya ada sapol PP melarang kami masuk karena kami lupa membawa masker, lalu kami harus membeli masker di pasar. Akhirnya saya dan keluarga bisa membeli ikan dan juga di sana harus menjaga jarak. Saya pun pulang ke rumah dan setiba di rumah saya pergi ke rumah kawan saya dan menceritakan kepada Nafla. Terus kami pergi shalat magrib ke masjid dan sepulang shalat dilanjutkan dengan mengaji. Saya melihat orang semua pakai masker dan saya pun pakai masker mematuhi aturan protokol kesehatan.
Pada suatu hari ni ya saya melihat tetangga saya menerima paket dari pak Pos, namun tidak menyemprotkan disenfektan pada paket tersebut. Ternyata, keesokan harinya dia sakit tenggorokan dan terus dia berobat dan sembuh dengan sempurna. Dia tidak mau lagi membeli barang online tanpa disemprot dahulu. Dia juga mengatakan pada tetangga- tetangga. Hampir semua tetangga kami jika mau pesan barang online sebelum masuk rumah harus disemprot disentivektan j dahulu. Kami semua harus peduli pada protokol kesehatan, memang dunia sekarang sudah berbeda.
Ketika saya menonton TV ada banyak orang terkena corona. Saya berjanji akan terus jaga kesehatan dan mendengar protokol kesehatan. Saya pergi ke Kobimo lalu orang orang di Kodim sudah divaksi . Saya memikirkan apakah vaksin itu bagus, saya masih ragu.
Keesokan harinya ada kawan saya yang ulang tahun dan kami juga dan kawan kawan melemparkan tepung dan telur kepada kawan saya bersama sama. Lalu sepulang sekolah saya pergi ke rumah kawan saya, memakai masker
begitu juga teman teman saya pakai masker. Kami bertemu Ibu dokter, lalu kami menyapa ibu dokter. Ibu dokter berhenti, kemudian kami difoto oleh ibu dokter karena kami pakai masker.
“Tetap jaga kesehatan, jangan takut divaksin, sebab itu untuk kebaikan kita”
Pesan ibu dokter sebelum pergi.
***
Sekolah masih berjalan, meski harus mematuhi protokol kesehatan, kami duduk jarang-jarang dan pakai masker. Di sekolah, setiap pagi harus cuci tangan sebelum belajar. Tidak ada muhazarah karena sifatnya berkumpul ramai-ramai, bu guru bilang itu di larang. Kami senam pagi dengan jarak yang sangat jarang, tidak seperti biasanya. Ketika libur semester, kami tidak lagi pergi berekreasi bersama teman karena semua tempat wisata ditutup akibat virus corona. Kami terus berusaha menjalankan protokol kesehatan agar corona cepat hilang dan kami bisa hidup dengan normal seperti dahulu. Jika bersama, kami yakin kami bisa. Sekarang, tidak apa-apa hidup berdampingan dahulu dengan Corona, semoga Indonesia selalu kuat dan tabah.
*Penulis adalah peserta kelas menulis Sigupai Mambaco dan sekarang bersekolah di MTsN 1 Aceh Barat Daya kelas VII