MENDAKI BUKIT TUBAN
diselimuti hujan
tubuhnya yang letih
berkejaran waktu
dengan derasnya
aliran sungai dari bukit seberang
lalu kami bersekutu
ladang-ladang batu
bersolek sejak dinihari
tanpa menghadap matahari
desaku tak lagi muntahkan
doa pagi
bagi hari perhentian yang dilipat-lipat
di hamparan panen raya jagung ini
petani tak pandai bernyanyi lagi
karena harga kiloan dibanting
para importir berwajah bening
diceritakan kesulitan;
pupuk kandang tujuh bulan
dan anak-anak yang rindu berenang
supaya bapaknya tak hanya dikenang
lalu dilukiskan sebuah tanah embung
musim kemarau sampai musim hujan
segera disebar
semangat menanam
dalam puisiku
ada areal persawahan
ada pula ruang batin,
namun,aku tak mau mati miskin
Tuban, Jawa Timur,Maret 2016
ANAKKU HILANG DITELAN OMBAK , KESEPIAN JADI BATU
anakku yang gagah sedang menghitung pecahan matahari
terbenam di tubuh laut
selat sunda-tanah banten- situs berdarah
seperti burung rajawali, ia sering terbang kian-kemari
sangat liar
bikin kesal hati
lihatlah, gigi-giginya yang tumbuh membusuk
seperti karang-karang terjal di atas pasir putih pantai florida
yang pagi itu hatiku semakin berwarna warni
lalu terjadilah pendarahan dalam kesunyian sendirian di sawung kelam
mengapa aku tak bisa berenang? tanya kawan seiman
padahal anakku telah gunakan kacamata hitam
untuk memotret ikan-ikan yang bisa terbang
sampai menembus cakrawala kekelaman
duh, tubuh dan kulitnya berubah warna;
seperti tak kukenal lagi
dari rahim bumi mana ia menetas.
ayo, lari, larilah,kucing anggora anakku
menuju karang-karang terjal
menuju ombak yang menggulung angin malam
cuaca kian membeku
resiko ke depan bukan milikku lagi
sebab hanya ada satu pilihan : ikut Tuhan, atau ikut baal !
Pamulang, Juli 2015
MANDI DI KETIAK SAWAH
mandi di ketiak sawah
seperti kita memburu waktu
seekor ikan gabus tak lincah
berenang dalam lumpur rahimmu
lama engkau tanam benih padi
dalam perutku yang kian tua
namun tetap berbuah
seperti karungan beras dan gabah itu
bukan lagi milik petani miskin
atau penyanyi dangdut yang bergoyang
tiap pagi di pintu masuk desa
Lamongan,Jawa Timur,13 Maret 2016
HUJAN HATIKU GELISAH INGIN TERJUN KE SAWAH
sejak kemarin sudah kulakoni
-rumah tangga yang hancur-
menyebar firman-Mu melalui media digital
menjadi teladan bersolek di kaca di gereja
dan berbicara dengan suara lantang;
anak-anak di damaskus suriah yang kelaparan
anggaran negara defisit Rp 290 triliun
hingga phk massal bertabrakan dengan kendaraan di jalan
pagihari ini
semua jadi berubah total
kulihat air rawa
di tubuhnya ada sawah
perahu berlayar
dengan pose seperti seekor macan
menyesal dan harus berdiam
seperti keterasingan diri
Pamulang, Minggu, 28 Februari 2016
Tentang Penulis:
Pulo Lasman Simanjuntak, dilahirkan di Surabaya, 20 Juni 1961.Menempuh pendidikan di
Sekolah Tinggi Publisistik (STP/IISIP-Jakarta).
Belajar sastra secara otodidak.Hasil karya sajaknya pertama kali dipublikasikan sewaktu masih duduk di bangku SMP, yakni dimuat di ruang sanjak anak-anak Harian Umum Kompas tahun 1977.
Kemudian pada tahun 1980 sampai tahun 2022 sajak-sajaknya mulai disiarkan di Majalah Keluarga, Dewi, Nova, Monalisa, Majalah Mahkota, Harian Umum Merdeka, Suara Karya, Jayakarta, Berita Yudha, Media Indonesia, Harian Sore Terbit, Harian Umum Seputar Indonesia (Sindo), SKM.Simponi, SKM.Inti Jaya, SKM.Dialog, HU.Bhirawa (Surabaya), Koran Media Cakra Bangsa (Jakarta), Majalah Habatak Online, negerikertas.com, Harian Umum Utusan Borneo, Sabah (Malaysia) , Portal Sastra Litera.co.id, ayosekolah.com, KABNews.id, bicaranetwork.com, brainly.co.id, wallpaperspeed.id, majalahsuluh.blogspot.com, sudutkerlip.com, kompasiana.com, antaranews.com, kliktimes.com, suarakrajan.com, widku.com, literanesia.com , hariandialog.com, bisnistoday.co.id, sepenuhnya.com, ruangpekerjaseni.blogspot.com, dan majalah digital Apajake.
Buku kumpulan sajak tunggalnya yang sudah terbit “Traumatik”(1997), “Kalah atau Menang” (1997), “Taman Getsemani”(2016), “Bercumbu Dengan Hujan ” (2021), “Tidur Di Ranjang Petir” (2021), ” Mata Elang Menabrak Karang” (2021), “Rumah Terbelah Dua ” (2021).
Sajaknya juga termuat dalam 15 Buku Antologi Puisi Bersama Penyair di seluruh Indonesia. Pada saat ini tengah persiapan untuk penerbitan Buku Antologi Puisi ke-8 berjudul “Bila Sunyiku Ikut Terluka” (2022).
Namanya juga telah masuk dalam Buku Pintar Sastra Indonesia Halaman 185-186 diterbitkan oleh Kompas (PT.Kompas Media Nusantara) cetakan ketiga tahun 2001 dengan Editor Pamusuk Eneste, serta Buku Apa & Siapa Penyair Indonesia halaman 451 diterbitkan oleh Yayasan Puisi Indonesia dengan Editor Maman S Mahayana dan Kurator Sutardji Calzoum Bahchri, Abdul Hadi W.M, Rida K.Liamsi, Ahmadun Y Herfanda, dan Hasan Aspahani.
Saat ini sebagai Ketua Komunitas Sastra Pamulang (KSP), dan bekerja sebagai wartawan media online.