Merajut Asa Menepis Pilu
Jangan pernah pasrah dan jemu
Panjatkan doa memohon restu
Sinsingkan lengan baju ke bahu
Tetap dan sabar Tuhan penentu
Mengharap kait rajutkan baju
Untuk menutup kisah yang pilu
Menuju esok yang tidak semu
Walau rintangan datang menderu.
Tabuhkan gendrang bangkit asamu
Pertanda deru angin bahagia
Walau tlah senja dimakan waktu
Buka belenggu tanda perkasa.
Boleh mengenang masa yang lalu.
Tak boleh pilu sepanjang masa.
Karena kita orang berilmu
Mari menuju menggapai asa
Suara hati
Tatkala senja mulai menepi
Suasana hati gundah gulana
Seakan semua tiada berarti
Meski terpatri bagai lentera
Ternyata perjalanan bukan sampai di sini
Dermaga menanti nun jauh di sana.
Berharap resah di dalam hati
Kiranya llahi maha kuasa.
Genderang petang tinggalkan pagi
Naluri hati cemara senja
Semangat datang di relung hati
Bukan alibi tetapi nyata.
Belenggu Hati
Mulai pagi hujan tak henti
Seakan-akan kita bersemedi
Dalam paguyuban naluri hati
Melintasi perjalanan di dalam sepi
Sesekali cakrawala memang terbuka
Namun tak terkolaborasi
Karena suasana hati yang tak berdaya
Untuk keluar dari tirani besi.
Andai aku mampu meraih asa
Akan kurajut berjuta mimpi
Meskipun waktuku tinggal sedupa
Tak pernah pasrah tuk menghadapinya.
Paya Cicem
Suasana alam di Paya cicem
Negeri sandusen pancaran warna
Tak banyak yang tahu rentang sejarah
Pang Nanggroe geledah marsose perkasa
Seorang panglima dalam sejarah
Bersimbah darah tikam Belanda
Menikam macan negeri bedebah
Hingga berlimpah hasil negara.
Sebait puisi bukti sejarah
Jaga marwah pusaka bangsa
Jangan kebiri bukti telah sah
Bagai ijazah Pase mulia.
Berjejer terpatri bukti sejarah
Makam penjajah Belanda di sana.
Di Panton labu kota sejarah
Walau diubah sejarah nyata.
Tentang Penulis. Dra.Rufaidah Rasyid, S.Ag, M.Si, kerap dipanggil dengan sebutan Aida, telah memulai aktivitas menulis sejak masih di SMA. Sayangnya belum sempat dibukukan. Sehingga karya-karya seperti puisi dan essaynya belum terdokumentasi dengan baik.
Selain menulis, Aida juga pernah menjadi penyiar RRI Banda Aceh, lebih kurang selama 13 tahun. Aida juga sering tampil sebagai pemantun lokal, maupun nasional, aktif sebagai Master of Cerimony dengan kolaborasi beberapa bahasa ,sekaligus sering menjuarai baca puisi di berbagai event.
Aida bahkan menjadi dosen publik speaking di beberapa Universitas, penulis pantun, juga pernah jadi moderator Dunia Melayu, Dunia Islam dan moderator berbagai event di Aceh dan Malaysia