Oleh : Pril Huseno
Berdomisili di Jogjakarta
Sekali lagi, kita semua diberi pelajaran tentang pentingnya mengendalikan nafsu duniawi. KoMengendalikan hawa nafsu, sama mendesaknya dengan mempertahankan kehidupan. Nafsu tak terkendali akan dapat menghancurkan hidup dan kehidupan. Padahal puncak kejayaan karir telah susah payah dirintis sekian lama dengan keringat dan air mata. Manusia, hanya butuh makan tiga kali sehari. Asupan tambahan hanya diperlukan sekadarnya. Kebutuhan sandang-pangan-papan dan Pendidikan setiap bulan dapat dipenuhi dari hasil upaya. Baik melalui gaji ataupun penghasilan berniaga, atau lainnya. Begitu pula dengan jaminan kesehatan.
Penumpukan harta kekayaan sebagai warisan untuk anak cucu pun terbatas kebutuhannya. Karena anak keturunan, akan mempunyai kemampuan mengembangkan diri sendiri, dan juga akan mempunyai penghasilan, jika telah bekerja dengan baik. Terlebih tumpukan kekayaan dan harta akan dimintai pertanggungjawaban oleh Sang Maha Pencipta, untuk apa harta kekayaan di dunia telah digunakan. Karena sering sekali, justru tumpukan warisan dan harta kekayaan yang berlimpah-limpah menjadi penyebab malapetaka pecahnya keutuhan saudara kandung, antar saudara dan kaumnya. Oleh karena memperebutkan harta warisan.
Kalau sudah begitu, maka harta kekayaan tiada lagi mempunyai nilai dan arti. Orang tua di alam baka pun menangis, jika bisa melihat anak keturunannya saling bertikai, bahkan berbunuhan, karena memperebutkan harta peninggalan orangtua. Ke mana amanat di muka bumi telah digunakan, dan untuk apa harta kekayaan didapat, semua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Itulah inti dari ajaran pemegang amanat, atau sebagai Khalifatul fil Ardh. Pemimpin di muka bumi.
Setan, memang senantiasa menggoda umat manusia, agar senantiasa keliru jalan, atau menuruti hawa nafsu belaka. Apalagi jika manusia itu mempunyai segenggam kekuasaan di tangan. Entah ke mana hendak dibawa kekuasaannya. Seolah semua makhluk hidup di muka bumi ini harus tunduk patuh pada titahnya belaka. Beragam jargon pun digunakan untuk mempertahankan kekuasaan. Jargon politik dan klik politik, warisan kesejarahan atau keturunan, penguasaan aset ekonomi, semua digunakan untuk mempertahankan kejayaan pribadi.
Itulah kerakusan akibat hasutan atau tiupan energi negatif dari makhluk tak kasat mata. Makhluk terkutuk sejak awal penciptaan dan kelak menghuni kegelapan neraka. Manusia tersesat jalan akan diseret ikutkan untuk menemaninya-selamanya. Bagi manusia sesat dan tersesatkan, segala masukan nasehat dari keluarga, teman atau handai tolan tidak akan mampu dicerna oleh akal pikiran manusia tergelapkan. Karena akal pikirannya telah diselimuti ruh pekat hasil tiupan makhluk sesat tak kasat mata. Hati dan kalbunya telah tertutup, sebagaimana Tuhan bersabda. Meski, sebagian kecil manusia sesat bisa tersadarkan dan kembali menempuh jalan kebenaran, tetapi lebih banyak manusia sesat yang tak akan pernah kembali ke jalan terang. Dia akan selamanya sesat, dan terjerumus dalam kenikmatan semu kala menikmati segenggam kekuasaan fana.
Maka berhati-hatilah. Karena Kekuasaan dan Kejayaan puncak, apabila tidak disertai kesadaran Ilahiah akan amanat dan pertanggungajawaban, bagai menyiapkan lubang kuburan sedalam-dalamnya bagi dirinya sendiri. Kekuasaan tak terbatas, jika dilaksanakan dengan sesat, bagai melingkari diri sendiri dengan rantai besi dan lubang menganga, kuburan bagi diri sendiri. Terlebih bila kekuasaannya didapat dan dilaksanakan dengan dzalim. Doa orang-orang terdzalimi, janganlah diremehkan. Dia terangkat sampai ke langit tujuh dan dicatat malaikat. Siapa pelaku pendzaliman terhadapnya.
Banyak pelaku kejahatan kemanusiaan, kejahatan HAM, kejahatan perampasan aset dan lahan, ketidakadilan hukum, dan lainnya, meremehkan doa mereka yang teraniaya. Padahal sungguh amat banyak catatan sejarah masa lalu dan waktu tidak berapa jauh, menceritakan “karma” bagi para pelaku kejahatan. Amat miris dan kasihan melihat mereka mendapat balasan semesta akibat perbuatannya. Dan itu baru balasan di dunia saja.
Maka apakah kita tidak mampu berpikir dan meresapi hikmah atau makna dari akibat kelalaian manusia tersesatkan?
Kita sama-sama bisa lihat, kasus-kasus kerakusan dan kelalaian manusia dalam menjalankan kekuasaan yang digenggamnya. Jatuh hanya dalam hitungan hari. Tumbang secara menyakitkan. Tidak bagi dirinya sendiri, tapi juga bagi istri dan anak-anaknya. Hal itu tidak lain karena istri dan anak-anaknya ikut menanggung kelalaian sang penguasa. Bahkan istrinya pun ikut serta dalam tindak kejahatan karena ikut sesat dan tersesatkan. Semua hanya karena menuruti hawa nafsu, kerakusan dan gila kekuasaan.
Tanah, air, dan makanan serta kenikmatan selama hidupnya, sesungguhnya kemurahan dan kasih sayang Tuhan bagi dirinya. Sayangnya, hal itu tidak lekat dalam kesadaran Ketuhanannya sebagai umat beragama. Tidak mengejawantah dalam kesadaran kemanusiaannya sebagai makhluk ciptaan yang seharusnya menebar cinta kasih ke sesama, terlebih kepada si lemah.
Keharusan menebar cinta kasih itu hakekatnya adalah menjalankan amanat Ketuhanan bagi diri dan lingkungannya. Namun, karena bujukan dan rayuan kegelapan, maka semua tidak lekas-lekas disadarinya. Dia lelap dan larut dalam kenikmatan kekuasaan dan mabuk. Lupa diri bahwa dia hanyalah seonggok daging dan tulang bernama Manusia. Dia lupa bahwa dia berasal dari setitik air hina nan lemah, lalu tumbuh melalui masa kecil, melewati masa anak-anak. Masa ketika dia butuh kasih sayang orang tua dan pihak lain di lingkungannya. Tanpa kasih sayang pihak lain dan lingkungannya, dia tidak bisa terus tumbuh dan berkembang sampai bisa menyelesaikan pendidikan dan meniti karir sukses sampai akhirnya menggenggam kekuasaan tiada batas.
Dia lupa bahwa dia berasal dari makhluk lemah dan tak berdaya.
Kelalaian yang menyakitkan. Setelah kejatuhan, meski katakanlah dia masih mempunyai setumpuk harta kekayaan dan pengaruh, tetapi dia tidak akan mampu menghindari catatan sejarah, terlebih catatan kemanusiaan. Dia telah terlempar dalam jurang kenistaan. Nista juga bagi anak keturunannya kelak, sungguh sangat menyakitkan.
Maka pelajaran bijak bagi kita sekalian adalah, tetaplah di jalan lurus. Tidak rugi sama sekali bila tetap tegak di jalan lurus. Godaan kerakusan, kenikmatan harta duniawi dan gemerlap kemewahan, sekali lagi bisa kita saksikan adalah semu belaka. Kelak ketika akhir waktunya tiba, yang dia butuhkan hanya selubang kubur 2 x 1 meter saja. Silakan masukkan segenap harta kekayaannya ke dalam liang lahatnya, apabila mampu merasakan kenikmatan harta kekayaannya di alam kubur.
Kesadaran akhir dan kekal janganlah kita terlupa. Banyak sekali orang melupakan bahkan menertawakan adanya hari akhir. Padahal telah ditunjukkan Tuhan di depan mata hidungnya bahwa ada Awal dan adanya Akhir. Itu bukan hanya peristiwa kebetulan belaka. Bahwa “Akhir” itu tidak hanya kasat mata di dunia sebatas lubang kubur. Tetapi ada Alam Akhirat. Tempat manusia mempertanggung jawabkan segala tindak lakunya di dunia. Menjawab segala pertanyaan ke mana amanatnya sebagai pemimpin di muka bumi telah dia bawa. Ke mana harta benda, dan kekuasaannya telah digunakan. Adakah barisan panjang umat manusia yang menuntut keadilan dan tanggung jawab “hukum semesta” akan kerusakan dan kedzaliman yang telah dia lakukan semasa hidup. Ya, banyak orang melupakan dan menertawakan perihal hari akhir.
Bagi Begawan yang telah mengerti hakikat dan makna, maka segala tingkah laku manusia dan makluk hidup di muka bumi hanyalah permainan dunia belaka. Mereka yang gila harta dan kekuasaan, baginya hanya tontotan lucu dan menggelikan. Dia mengerti dan amat paham, itu semua hanya skenario Ilahiah yang dijalankan manusia sebagai makhluk lemah tak berdaya.
Dan mereka yang senantiasa memohon ampun dan mengharap ridhaNya, adalah orang-orang beruntung di dunia dan akhirat.