Oleh Tabrani Yunis
Entah sejak kapan tradisi wisata ke pantai, ke sungai atau objek-objek wisata dimulai di tengah masyarakat kita, khususnya kaum muslimin Indonesia ini. Yang pasti hingga saat ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita, umat Islam yang merayakan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, menggunakan waktu hari raya ke objek wisata di daerah masing-masing, maupun ke luar daerah. Mereka ramai-ramai mendatangi objek wisata tersebut. Tradisi ini, tentu tidak hanya menjadi tradisi umat Islam, tetapi juga menjadi tradisi ummat lain seperti Kristen dan lainnya saat melakukan atau merayakan hari raya atau natal dan lainnya. Mereka juga menikmati liburan di sela perayaan hari besar.
Nah, kemarin di hari raya ke tiga, penulis pun diajak oleh anak-anak untuk menikmati sejuknya air dan pemandangan di sungai yang dikenal dengan Bate Iliek yang terletak di perbatasan Pidie Jaya dan Kabupaten Bireun, tepatnya antara kecamatan Badar dua, Pijay dan kecamatan Samalanga, Bireun. Sungai Bate Iliek yang menjadi objek atau destinasi wisata bagi orang-orang atau masyarakat di wilayah pantai Timur Aceh. Ya, banyak orang datang memenuhi pinggiran sungai dan dalam sungai, mandi dengan riang dan gembira, berenang bersama. Banyak orang memilih menikmati sejuknya air yang mengalir di sela-sela batu besar yang mengalir deras dari pegunungan ke muara. Sayangnya debit air kala itu tampak semakin mengecil. Mungkin karena tidak turun hujan atau semakin terganggunya hutan yang menyimpan air di dalam humus atau sumber mata air lainnya.
Walau debit airnya semakin kecil, jumlah pengunjung malah tidak berkurang. Semakin sore, malah semakin ramai mulai dari hulu hingga ke hilir. Mereka bergembira ria menikmati sejuknya air di Batee Iliek sambil yang lainnya menikmati sajian makanan yang disediakan oleh para penjaja makanan di warung-warung pinggir sungai atau dari pedagang yang mobile menjajakan makanan. Pokoknya semua merasa asyik dan menyenangkan.
Nah, ini tentu bukanlah kali pertama bagi penulis dan keluarga ke Bate Ilek untuk mandi-mandi, berenang dan menikmati makanan seperti rujak dan mie Aceh, tetapi hampir setiap kali mudik atau pulang kampung ke Ulegle, anak-anak selalu mengajak ke lokasi ini. Sebagai orang tua yang ingin membahagiakan anak, permintaan anak untuk bisa bahagia dengan cara mandi dan menikmati suasana Batee Iliek tak dapat dielakan, maka bila ada waktu yang cukup, lokasi wisata ini tetap dikunjungi. Apalagi di saat hari raya seperti Idul Fitri dan Idul Adha yang diisi dengan aktivitas wisata hari raya.
Kelihatannya aktivitas wisata hari raya, bukan hanya menjadi aktivitas masyarakat di kawasan pantai timur Aceh, tetapi juga di pantai barat yang memiliki banyak objek wisata pantai dan air terjun. Penulis ingat ketika mudik ke kampung halaman di Manggeng, Aceh Barat Daya pada hari raya Idul Fitri 1443 H yang lalu. Kala itu, juga di hari raya ke tiga, penulis membawa anak dan istri ke pantai Ujong Manggeng yang letaknya lebih kurang 6 kilometer dari ibukota Kecamatan Manggeng. Ternyata, kawasan pantai di wilayah Kecamatan Manggeng ini juga telah menjadi kawasan wisata yang ramai dikunjungi oleh masyarakat di wilayah pantai barat Aceh ini.
Aktivitas wisata hari raya merupakan aktivitas yang sangat menarik untuk diamati dan dijadikan bahan diskusi serta bahan tulisan. Bagi seorang penulis akan sangat terinspirasi untuk diamati dan ditulis dari setiap hal dan sudut pandang yang ada dalam konteks wisata hari raya tersebut. Ya, bisa dipandang dengan berbagai sudut pandang atau perspektif. Bisa dibedah dengan berbagai pisau analisis dam bisa pula dipaparkan dalam berbagai macam metodologi pemaparan. Bisa secara umum atau generalis, juga seara khusus atau specialis. Pokoknya tida ada alasan untuk tidak diamati dan ditulis untuk berbagi cerita, kecuali kemalasan yang menyelimuti diri dan pikiran.
Nah, dalam amatan penulis selama masa hari raya, baik idul fitri maupun idul Adha, banyak sekali yang menarik untuk diamati dan dijadikan sebagai inspirasi diskusi dan tulisan. Dalam setting waktu, setiap tahun kita bisa amati dan tulis tentang wisata hari raya itu. Apalagi bagi para penulis yang peduli atau care, kreatif, kritis, innovatif dan produktif, segala fenomena dan realitas dalam konteks wisata hari raya akan menjadi tulisan penting, menarik dan tak bisa dilupakan, apalagi dicampakkan.
Aktivitas berwisata di saat hari raya sudah menjadi tradisi dan dilakukan setiap hari raya. Seperti apa yang diamati di sungai Batee Iliek, sebenarnya aktivitas serupa bisa kita amati di banyak tempat wisata lainny. Di wilayah pantai Aceh, mulai dari wilayah Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan hingga Subulussalam dan Singkil, kita menyaksikan banyak sekali masyarakat yang melakukan aktivitas wisata hari raya di objek-objek wisata dengan tujuan untuk berekreasi.
Pokoknya hampir sepanjang jalur pantai barat, di setiap kawasan pantai yang dijadikan objek wisata ramai disesaki masyarakat untuk berwisata. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Aceh yang mayoritas Islam sangat membutuhkan aktivitas wisata, walau tidak bisa melakukan traveling ke luar daerah atau ke luar Negeri. Yang pasti aktivitas wisata merupakan kebutuhan setiap orang dan juga menjadi kegemaran banyak irang untuk berekreasi ke tempat-tempat wisata di daerah masing-masing. Mereka yang berwisata, datang dari semua kelompok umur, mulai dari anak-anak hingga orang tua. Pokoknya para pengunjung kawasan wisata sangat beragam, namun kawula muda pasti yang dominan. Bila orang tua berwisata bersama anak-anak tercinta,kawula muda datang berpasangan dengan pacar atau teman-teman.
Nah, ramainya orang atau masyarakat yang melakukan wisata hari raya di Aceh maupun di daerah lain di Indonesia, sebenarnya kegiatan ini memiliki dan memberikan dampak yang besar bagi berbagai sektor kehidupan kita. Kita bisa mengidentifikasi berbagai hal dari aktivitas wisata hari raya tersebut. Selayaknya kita bahas tentang aktivitas wisata hari raya dari berbagai perspektif, baik sosial, budaya, agama, ekonomi, lingkungan dan sebagainya. Idealnya, semua bidang itu bisa dibahas dalam tulisan ini, namun tidak enak dibaca bila ditulis begitu panjang. Oleh sebab itu, di bagian pertama ini, kita belum membahasnya dari berbagai sisi, hanya sebagai pengantar untuk kita diskusikan. Siapa tahu, di antara para pembaca terinspirasi dari tulisan ini dan tergerak hati dan jari untuk menulis, tentu akan sangat berguna. Penulis pun mengajak para pembaca untuk secara individu atau pun bersama, ikut mendiskusikan dam bahkan menulis hal ini secara lebih dalam dan berkontribusi secara positif. Bagaimana? Apa pendapat anda?