Oleh Delia Rawanita
Siang itu surya sangat garang, seakan masuk dengan leluasa ke dalam kelas kami. Daun Flamboyan di depan kelas kami tidak bergerak sedikitpun, menandakan anginpun tak hendak berhembus. Geraah..
Dari jauh kulihat, Bu Nuriah Husin datang. Sepatu hitam dengan sedikit bertumit, rok circel warna biru dipadu padan dengan blus bergaris biru, rambut disanggul kecil. Apik .
“Assalamualaikum” sapanya memecah sunyi. Sebahagian kawan kawanku menjawab sementara yang duduk di bangku belakang sibuk dengan mengipas ngipas kepanasan, luar biasa kelakuan mereka. Kulihat ibu Nuriah tersenyum melihat sambutan dingin peserta didik. Beliau memahami situasi mengajar siang hari panas dengan udara yang bikin gerah.
Setelah mengabsen satu persatu, kulihat beliau menuju ke papan tulis, lalu menulis judul Tiori Evolusi . Hampir 20 menit beliau menerangkan, namun hanya beberapa yang nemperhatikan , diketuknya penghapus agar Yang lain focus ke depan menyimak, namun cuaca panas semakin gerah. Pemilik wajah manis dengan bibir mungil merah jambu memasang strastegi mengajarnya.
“Ayok semua mencatat tentang keistimewaan pulau Galapagos.” Perintahnya.
Selaku guru yang bijaksana beliau paham betul bahwa menjelaskan materi Tiori Evolusi memang membosankan, apalagi kalau tentang cerita kura besar yang beratnya 250 kg, burung Finch, Tiori Darwin , duh penyebab mengantuk di jam pelajaran terakhir.
Begitulah pertemuan berikutnya tetap dengan materi Galapagos. Sepertinya untuk mengajarkan materi Tiori evolusi menggunakan waktu 8 jam pelajaran, itu berarti ada empat kali pertemuan dalam bulan yang sama. Sampai salah satu temanku nyelutuk ” hey..liat, ibu Galapagos udah datang” . Aku merasa tidak suka kalau guru yang baik hati ini dipermainkan, apalagi guruku yang satu ini, beliau tak pernah marah kepada siswanya.
Hari ini Bu Nuriah tak datang, padahal sudah setengah jam pelajaran berlalu. Tentu saja suasana kelas nggak karuan. Ada yang tidur tiduran, ngobrol, sampai akhirnya ketua kelas angkat bicara.
“ Kawan kawan, ni hari buk Nuriah Tidak bisa mengajar”
“ Alhamdulillah” teriak dari sudut .
“ Ke kantin yok, minum sirop dingin “ timpal yang lain
“ Bu Nuriah kecelakaan sepulang dari sekolah minggu lalu ’ timpal ketua kelas geram. Seketika kelas menjadi hening, seperti ada malaikat lewat.
“ Duh , kasihan bu Nuriah bagaimana keadaan beliau ,parah nggak, dirawat dimana ? Semua ikut bertanya sehingga suara di kelas menjadi ramai
“ Di RSUZA , Alhamdulillah cepat ditangani Dokter. Pulang sekolah , bagi yang bersedia kita jenguk beliau , kebetulan sudah dirawat di rumah , bagaimana ?!”
“ Setuju” serentak menjawab.
“ Kita keluarkan uang kas untuk beli buah – buahan ya” kata ketua kelas kepada Aryati bendahara kelas .
“ Siap pak ketua, beres !! ”
Karena mata pelajaran biologi diletakkan di jam pelajaran terakhir, ketua kelas berinisiatif untuk bersama pergi menjenguk , tentu saja seizin piket .
Di perjalanan kami jalan beriringan , tak ada yang saling mendahului agar selamat pulang dan pergi. Begitu pesan ibu piket kepada kami.
Berbekal buah aneka buah buahan , kami tiba dirumah bu Nuriah
“ Assalamualaikum”
“ Waalaikum salam “ sahut seseorang dari dalam rumah. Tak lama terlihat pintu rumah terbuka, disambut ibu Nuriah dengan ramah. Dengan kaki yang terbalut beliau menyalami kami satu persatu . Terlihat wajah aslinya tanpa polesan, makin manis saja. Ah, betapa aku mengagumi beliau selama ini apalagi nilai pelajaran Biologiku selalu Bagus hasilnya.
“ Kecelakaan tunggal” katanya seperti membaca pikiran kami . “ Ibu tidak melihat ada sesuatu di depan , karenanya ibu tiba tiba mengijak rem.
“ ini Qadarullah. Takdir Allah, tapi syukurlah cuma cedera sedikit , lanjut bu Nuriah pasrah. Luar biasa guru yang satu ini, sebuah pembelajaran tentang keikhlasan , kesabaran dan nilai ketaqwaan menjadikan decak kagum.
“ Rajin belajar ya, sebentar lagi ujian kelulusan SMA” pesan beliau ketika kami pamit kembali ke rumah masing masing.
……
Waktu berlalu sampai akhirnya pengumuman kelulusan tiba. Semuanya bergembira apalagi semua siswa di kelas kami dinyatakan lulus. Luapan rasa gembira memang beragam, ada yang menangis sambil berangkulan maupun bersalaman. Namun Suasana berubah menjadi seru karena entah siapa yang memulai, beberapa di antaranya mulai dengan menggunakan cat semprot untuk mengecat baju. Beberapa di antaranya juga membubuhi tanda tangan kawan sejatinya untuk kenangan di baju masing masing .
Aku sengaja hari itu memakai baju dua lapis , baju kaos olah ragaku khusus tanda tangan kupakai di dalam sedangkan baju putih seragam untuk menutupi bajuku yg penuh tanda tangan, takut dimarahi bapak , bikin mubazir kata beliau. Hal tersebut sudah kuantisipasi sebelumnya karena sudah diingatkan sebelumnya.
Di jalan pulang aku berpapasan dengan ibu Galapagos. UPS ! Ibu berbibir mungil ibu Nuriah. Kudekati beliau memeluknya .
“ Alhamdulillah, bu . Terima kasih atas doa ibu, saya Lulus” . Kucium tangan beliau sambil meminta maaf jika ada salah karena kelakukanku selama ini .
“ Sudah ibu maafkan ” bisiknya.
“ Bu, minta tanda tangannya ya buat kenang- kenagan , kataku ragu takut ditolak.
” Di mana” kata beliau lagi
“ Di sini aja, bu Kusodorkan baju putihku. Dengan tersenyum tangan putih bersih itu ikut menandatangani baju putihku, pas di kantongnya. Tiba tiba air mataku perlahan jatuh, aku merasa kehilangan sosok beliau .
” Nanti mau jadi apa, Del” katanya menyeka air mataku
” Jadi kayak ibu aja, kataku menyenangkan hatinya, ” Jadi Guru”.
Entahlah, aku merasa ada angin sejuk lembut menerpa . Ah, Jika perkataan itu adalah ” doa”. Inilah takdir itu. aku ditakdirkan Allah menjadi guru. Guru mata pelajaran Biologi, profesi yang digeluti ibu Nuriah , guru SMA ku dulu.
…….
Menjadi guru ternyata sebuah profesi yang menyenangkan. Berbekal pengalamanku ketika SMA , aku berusaha menjadi guru yang disenangi siswa . Berbagai ilmu kepelajari tanpa sungkan. Mulai seni Teater , Seni Sastra dan yang lainnya serta berusaha menguasai strategi belajar mengajar . Hal ini mengantar aku menjadi juara pada pemilihan guru Teladan.
Waktu terus bergulir dengan berbagai macam peristiwa hingga 27 tahun kemudian aku bertemu dengan seseorang yang sangat aku kenal . Yang mengagumkan adalah pertemuan kami ketika mengikuti ajang prestasi yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Propinsi. Tanpa buang waktu dan dengan perasaan rindu kedekati beliau.
“ Bu Nuriah , masih ingat saya ? Kulihat beliau lama berfikir mengingat ingat. Aku memakluminya karena siswa beliau bukan aku saja pastinya. Ada ribuan siswa yang beliau ajarkan setelah bertahun tahun berlalu. Kesebut namaku sambil menyebutkan bahwa aku siswa beliau ketika di SMA dulu dan letting aku menamatkan sekolah.
“ Oh, ibu ingat kamu yang suka baca puisi itu, kan ?”
“ Syukurlah, ibu masih ingat saya” , betapa terharunya aku saat itu.
“ Kalau saya tetap mengingat tanda tangan yang ibu hadiahkan di kantong baju saya tempo hari ” . Kulihat dia tertawa bahagia , apalagi beliau berjumpa denganku disaat usia yang tidak muda lagi. Kami terlibat pembicaraan tentang banyak kenangan termasuk pengalaman menjadi guru.
“ Kemari Ikut lomba juga, jenjang guru atau kepala Sekolah “ selidiknya
“ Kepala Sekolah tingkat SMA , bu “ . sahutku perlahan
“ Wah, siswa ibu sudah jadi Kepala Sekolah sekarang “. godanya.
“ Kalau ibu sebagai pengawas kota Madya, semoga kita berhasil, ya”
“ Insya Allah, bu . Aamiin. Jawabku cepat.
Demikianlah pertemuan kami sore ketika Acara pembukaan lomba Prestasi Guru, Kepala Sekolah dan Pengawas yang diikuti oleh peserta seluruh Aceh, mewakili ibukota kabupaten masing masing. Kami tinggal di hotel yang berbeda sesuai jenjang tingkatan lomba, sehingga sampai kegiatan lomba berakhir kami tak pernah berjumpa.
Hari terakhir ketika pengumuman tiba semua peserta kembali berkumpul untuk mendengar siapa juara yang terpilih mewakili propinsi Aceh untuk kemudian diberangkatkan Ke Jakarta menuju pemilihan tingkat Nasional. Mataku kembali mengitari ruang , mencari cari bu Nuriah ibu guru yang memperkenalkan aku tentang sejarah pulau Galapagos melalui Tiori Evolusi di SMA dulu. Aku jadi ingat tentang ucapan orang Tuaku tentang “ Perkataan adalah Doa”. Ya, Perkataan yang mengantarkan aku menjadi seorang guru. Seorang Manusia yang pantas digugu dan ditiru.
Dua minggu setelah pengumuman barulah kami kembali bertemu, betapa rasa haru dan syukurku tak terperi. Luar biasanya adalah ternyata kami bertemu bukan di kelas sekolah, tapi bertemu di Istana Negara . Beliau terpilih sebagai pengawas berprestasi se Aceh sedang aku sebagai Kepala Sekolah. Kucium wajahnya sambil berkata
” Terima kasih, Ibu telah mengajarkan saya banyak hal” kami lalu berpelukan bahagia. Sayup sayup terdengar paduan suara Gita Bahana menyanyikan lagu perjuangan. Aku dan guruku saling menggenggam tangan.
….
Hampir dua bulan berikutnya kami bertemu lagi. Bapak Gubernur Aceh untuk pertama kali memberikan hadiah tambahan untuk semua pemenang, yaitu Umrah ke tanah Suci. Subhanallah , Allahu Akbar. Secepatnya berita gembira ini aku sampaikan pada orang tuaku karena di waktu yang bersamaan aku mendapat undangan Ke Jerman. Aku mulai ragu karena beberapa sahabat member pendapat agar aku ke Jerman karena akan susah kesempatan berkunjung kesana, sedangkan kalau tujuan ke Mekkah Al Mukarramah hampir setiap saat bisa dikunjungi selaku Muslim .
‘ Sebaiknya bagaimana ,buk “ tanyaku pada orang tuaku
“ Pergilah ke tanah Suci saja, nanti di sana mintalah kesempatan lagi untuk dapat berkunjung ke Jerman “ ujar ibuku penuh kasih.
Lama aku merenung renung. Sampai aku akhirnya memilih berangkat ke tanah Suci dan ternyata sebuah pilihan yang sangat tepat. Tak Henti hentinya aku bersyukur atas Rahmat ini. Aku dan guruku dipertemukan kembali di tempat yang tak biasa. Alhamdulillah , Ketika Allah ingin memberikan karunia pada ummatNYa, maka Nikmat yang manalagi yang kamu dustakan..
Malam itu, aku dan guruku bergandengan tangan menuju Rumah Allah.
Langit biru diatas Ka’bah .
Kami berdua larut dalam doa.