Oleh Jonson Effendy
Berdomisili di Palembang
Jika mendapat ujian dari Allah, jangan hitung kerugian materi berapa besar derita kita, tapi lihatlah seberapa besar angka yang akan Allah berikan atas kesabaran, atas musibah tersebut. Jika Allah menguji hamba-Nya, tandanya Allah masih sayang pada kita. Dengan adanya ujian agar iman kita menjadi lebih berkualitas.
Antara hidup dan mati. Begitu banyaknya orang berpikir tentang hidup, sehingga dia berusaha untuk selalu mempertahankan kehidupannya. Apapun akan dikorbankan, asalkan bisa tetap hidup. Sedangkan sedikit sekali orang yang berpikir tentang mati, bahkan takut mati.
Siapakah orang yang celaka?
Mereka adalah: orang-orang yang ditinggalkan oleh orang banyak karena takut dengan kejahilannya karena mereka merasa tidak aman dari gangguannya.
***
Berikut ini kisah perjalanan saya waktu ke Malaysia. Selepas Salat Subuh, saya tak segera pulang ke rumah melainkan duduk sejenak mengamalkan zikir pagi. Baca tasbih 100 X, baca salawat atas nabi 100 X, baca istiqfar 100 X setelah ditutup dengan doa barulah saya pulang. Namun, betapa terkejutnya saya saat melangkah ke luar surau sendal saya tinggal sebelah.
Pak Cik yang ada di surau bertanya pada saya, ketika mereka melihat saya mondar-mandir mencari sesuatu seperti ada yang hilang.
“Kenapa?” tanya Pak Cik.
“Sendal saya hilang sebelah.”
“Oh! Salah sorong orang tu, tak tengok lagi dia punya sendal,” ucap Pak Cik mendamaikan hati saya.
Saya pikir juga begitu mungkin dia tidak sengaja memakai sandal saya kalau dia niat ambil tentu dua-duanya dia bawa. Setelah mencari setiap sudut ruangan pelataran surau tak juga ditemukan. Akhirnya saya pulang membawa sendal sebelah, sebelahnya lagi kaki ayam. Saya naik flat ke rumah saudara tempat saya menginap.
“Assalamu’alaikum, Jo! Sendal saya hilang sebelah.” Saya menuturkan kejadian hilangnya sendal kepada Ajo, maksutnya (Kakak) dalam bahasa Pariaman.
“Oh! Mungkin orang salah pakai coba cari turun lagi ke bawah dekat surau.”
Saya pun turun dari plat sementara Ajo mengikuti di belakang. Sampai di surau tidak ada tanda-tanda keberadaan sendal itu.
“Di mana menaruh sendalnya?” tanya Ajo.
“Di sana sebelah, di sini sebelah,” jawabku.
Maksudnya letak sendal itu berjauhan sambil menunjuk sudut ruangan latar surau tempat saya menaruh sendal.
Tak begitu lama saya lihat ada seorang bapak berbadan tegap turun dari motor, setelah memarkirkan motornya di dekat suarau saya lihat dia berjalan menuju tangga flat mau naik ke atas, saat itu hati saya berkata, “Sepertinya bapak itu memakai sendal berbeda satu sama lainnya.”
Saya lalu memanggil Ajo.
“Jo! Lihat orang itu memakai sendal seperti punya saya.”
Saya lalu berlari mengejar bapak itu, “Pak Cik! Itu sendal saya yang Pak Cik pakai, sebelah lagi ada di atas.”
“Oh!” jawab Pak Cik, seperti orang terkejut.
Setelah dilihatnya sandal yang dia pakai berlaian satu sama sebelahnya, saya pun mengambil sendal itu. Alhamdulillah sendal saya berjumpa lagi, kalau masih rezeki ada saja jalannya untuk kembali.
Jonson Effendi
Malaysia, Lembah Jaya, 13/07/2018
*Jonson Effendi, Palembang*