• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Monday, February 6, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Aceh Selatan

SEANDAINYA AKU TAK MENJADI GURU

admin by admin
July 1, 2022
in Aceh Selatan, Biografi, Edukasi, Literasi, Pendidikan
0
SEANDAINYA AKU TAK MENJADI GURU
0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Bagian 3

Bussairi D. Nyak Diwa

Tahun pertama aku menjadi siswa SMP adalah tahun tersulit dalam hidupku. Bayangkan, sekolah yang terletak di ibukota kecamatan itu jauhnya kurang lebih 12 kilometer dari kampung tempat kelahiranku. Waktu itu jalan-jalan masih sangat jelek, karena jangankan beraspal, aspal pun belum dikenal. Jika musim hujan jalan-jalan becek seperti berjalan di dalam lumpur. Sedangkan apabila di musim kemarau, maka tanah-tanah mengeras dan jalan-jalan bergelombang serta berlubang-lubang. Jika menaiki sepeda sama-sama susah, baik di musim hujan maupun di musim kemarau.

Memang, untuk memudahkan aku ke sekolah, ayah membelikan aku sebuah sepeda. Sepeda perempuan, sebut teman-temanku. Dikatakan sepeda perempuan karena sepeda seperti itu sering digunakan oleh kaum perempuan. Teman-temanku memberinya gelar ‘sepeda unta’. Tapi dengan keadaan jalan seperti itu, sepeda itu seperti tidak berfungsi.

Agar jangan terlambat sampai di sekolah aku harus bangun pagi-pagi sekali untuk berangkat ke sekolah. Biasanya setiap malam sebelum tidur, ibu menyiapkan nasi untuk sarapan pagi sebelum aku berangkat. Jadi setiap pagi perutku diganjal oleh nasi dingin sebelum berangkat menembus pagi yang dingin. Sebagai kawan nasi, ibu cukup merebus telur ayam kampung sebutir setiap pagi.

Ada keasyikan tersendiri ketika kami bergerombol menembus pagi berangkat ke sekolah. Di pagi yang masih remang-remang, aku dan teman-teman berangkat bersama-sama. Demikian juga sorenya ketika sekolah bubar, kami pulang juga bersama-sama. Jika ada teman yang tertinggal atau ketelatan, kami pasti menuggunya hingga bersama-sama memasuki pintu gerbang sekolah atau bersama-sama pulang meninggalkan pekarangan sekolah hingga sampai di rumah masing-masing. Kecuali jika ada di antara kami yang berhalangan atau dalam keadaan sakit.

Dari kampungku ke sekolah ada dua sungai yang harus kami seberangi dengan rakit bambu karena belum ada jembatan. Jika rakitnya di seberang, maka di pagi yang dingin itu di antara kami siap berjibaku berenang ke seberang sungai untuk mengambil rakit agar semua teman-teman dapat menyeberang dengan selamat. Tidak pernah kami berdebat, siapa yang akan terjun ke sungai berenang menyeberang mengambil rakit. Yang pasti, khususnya bagi kami anak laki-laki adalah merupakan kebanggaan jika dapat mengambil rakit dan menyebarangkan teman-teman. Begitu tingginya rasa sosial dan kesetiakawanan kami di masa itu.

Teman-teman yang perempuan selalu penuh perhatian. Mereka sering mentraktir kami di jalan pulang dengan sepotong ‘tebu betung’ yang manis seperti gula atau dengan sebuah ‘pisang brat’ yang besarnya sebesar lengan orang dewasa. Anak-anak perempuan tahu bahwa kami anak laki-laki senantiasa melindungi mereka. Itulah sebabnya mereka, anak-anak perempuan itu dengan sukarela berbagi dengan sedikit rezeki yang mereka punya. Mereka sering menyisihkan sedikit jajan mereka untuk kami anak laki-laki, terutama bagi kami yang terkadang tidak memiliki uang jajan. Tidak hanya berbagi uang jajan, para cewek-cewek itu juga sering berbagi jawaban ‘pe-er’ terutama diantara kami yang satu kelas. Mereka tahu bahwa di antara kami ada yang malas atau tidak sempat mengerjakan ‘pe-er’ karena sibuk membantu orang tua di sawah atau di kebun. Atau kelupaan mengerjakannya karena hal-hal lain. Begitulah keseharian kami kala itu dalam berjuang untuk meraih cita-cita.

(bersambung)  

Related

Previous Post

Kulukis Wajahmu di Angan

Next Post

Angkara

admin

admin

Next Post
Angkara

Angkara

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

The Power of Mindset

The Power of Mindset

23 hours ago
Tebak-Tebak Buah Manggis untuk Vonis Sambo

Tebak-Tebak Buah Manggis untuk Vonis Sambo

1 day ago

Trending

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

6 years ago

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

9 months ago

Popular

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

2 weeks ago

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

9 months ago

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

6 years ago
Nasehat Kepemimpinan dari Sang Perdana Menteri

Nasehat Kepemimpinan dari Sang Perdana Menteri

4 weeks ago

Jambatan Sastera Kelantan – Aceh Segera Luncur

1 week ago

Spam Blocked

2,165 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version