Oleh Tabrani Yunis
Perang berkecamuk di kaki lima
Pedagang- pedagang berjuang mencari laba
Minyak goreng tiba-tiba langka
Menghilang menaikan harga
Nyak-nyak, Emak-emak, Mamak-mamak,
Inang-inang di tanah batak, dan perempuan – perempuan dari Sabang hingga Biak,
Terhentak dengan dada sesak
Berdiri berbaris rapat dalam jarak dan tegak
Berdesak-desak
Merangkak
Berkeringat minyak
Mulut komat-kamit dengan tangan dikepal berteriak
Kami tak bisa lagi bijak memasak
Harga minyak goreng kian menanjak
Sementara beban kian berat di pundak
Para pemimpin bangsa kian lemah otak
Kepada siapa kami harus berteriak?
Ya, para pemimpin semakin tak bijak
Negara hilang tempat berpijak
Membiarkan rakyat punah mendadak
Ditelan kepentingan penguasa hanya bisa membentak
Tak mampu melawan syahwat para pengusaha tamak
Lebih memilhi berkolusi dengan pengusaha dari pada raykat dan budak
Nyak-nyak, emak-emak dan para perempuan diajarkan agar bijak memasak
pintarlah menanak tanpa minyak
Rebus saja semua, walau tak enak
Nyak- nyak di tanah indatu
Pun satu-satu mati kutu
Emak-emak perkasa tak lagi mampu berseru
Inang-inang nan tangguh tak pula lagi bergemuruh menyeru
Para perempuan di negeri manikam lesu
Ditelan harga minyak goreng yang terus melaju
Lihatlah perempuan-perempuan penjaja menu
Kian tak mampu menjaga menu bermutu
Kecuali duduk terpaku menjajakan pilu
Cobalah dengar desing suara itu
Tak terdengar lagi suara sorak menderu
Padahal hati berteriak-teriak menggebu-gebu
Dibakar panasnya harga minyak di seluruh penjuru
Ya, Inilah tragedi minyak goreng di negeri Indatu