Lhokseumawe – Potretonline.com, 14/06/22. Aksi Cepat Tanggap (ACT) hampir selesai membangun rumah wakaf dari masyarakat Aceh Utara untuk Palestina yang berlokasi di Jorn Al-Nazalowa, Jabalia, Gaza Utara, Palestina. Pembangunannya kini masuk tahap penataan interior dan pemasangan listrik. Prosesnya telah mencapai 60 persen per awal Maret 2022.
Kepala Cabang ACT Cabang Lhokseumawe Thariq Farline, menyampaikan, pembangunan rumah tersebut merupakan program Wakaf Rumah Palestina (WRP) untuk membangun komplek hunian yang layak dan aman untuk warga Palestina. Pembangunannya sudah berjalan sejak akhir tahun 2021.
“Di sana penghuni dapat menikmati berbagai fasilitas di WRP secara gratis. Seperti air bersih dan listrik,” ujarnya, Senin, 13 juni 2022.
Ia menjelaskan, bentuk bangunan terdiri dari beberapa gedung yang tiap gedung memiliki luas 317 meter persegi. Tiap gedung memiliki 20 unit flat. Tiap unit akan terdiri dari satu kamar tidur utama, satu kamar anak, satu ruang keluarga, satu kamar mandi, dapur, dan ruang makan.
Pembangunan WRP berasal dari hasil donasi kolektif para donatur. Rumah wakaf tersebut akan dihuni oleh keluarga prasejahtera dan keluarga Gaza yang kehilangan tempat tinggal akibat agresi Israel pada Mei 2021 lalu.
Thariq mengapresiasi pemerintah kabupaten dan masyarakat Aceh Utara yang sangat dermawan membantu rakyat Palestina. Dari donasi yang dikumpulkan tahun 2021 itu maka rumah wakaf tersebut kini dapat berdiri kokoh. “Insya Allah akan menjadi pahala jariah bagi para dermawan,” terangnya.
Ia kembali mengajak masyarakat Aceh membantu rakyat Palestina dengan menyalurkan kepeduliannya melalui rekening BSI 722 005 7229 atau Bank Aceh 030 01 080000 052 atas nama Aksi Cepat Tanggap. Konfirmasi donasi dapat melalui whatsapp 082267191618 atau akun instagram @act_lhokseumawe
Ia menuturkan, enggusuran rumah rakyat Palestina terus menerus terjadi. Sebanyak 1.200 warga Palestina yang tinggal di wilayah Masafer Yatta, di dekat Hebron, Tepi Barat, bersiap menghadapi penggusuran paksa oleh zionis Israel. Ancaman penggusuran muncul setelah pengadilan tinggi Israel menyatakan warga Palestina tidak memiliki hak atas wilayah Masafer Yatta, dan akan menjadikan area seluas 3.000 hektare tersebut sebagai zona latihan militer Israel.
Bila hal ini terjadi, ini akan menjadi salah satu pengusiran paksa terbesar sejak okupasi Israel di Tepi Barat pada tahun 1967. Warga Palestina pun menolak tegas penggusuran ini, karena mereka telah tinggal secara permanen di Masafer Yatta jauh sebelum okupasi Israel dimulai.