Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili di Depok
“Opo maneh iki…” pasti itulah komen suheng saya almukarom al Hajj Losuhu Satria Dharma ketika membaca judul posting ini. Dan itu wajar, karena beliau sudah kelamaan siu lian dan hanya membaca Liam Keng di Lian Bu Thia, tidak ikuti geger dunia kang ouw.
Sesudah haqqul yaqin perkara rendahnya kompetensi numerasi murid (tentu karena gurunya) melalui TOT Tastaka guru SD/MI di 30 lebih Kab/Kota dan “sentra” Ponpes, kami memulai TOT Tastaba di DKI dan Rembang dan tak lama lagi di seluruh Kabupaten Muara Enim dengan sponsor PTBA Tbk. Akhirnya bermunculan testimoni para guru SD/MI sampai dengan SLTA rendahnya kemampuan membaca murid-murid mereka.
Kami menjalankan Gernas Tastaba (Pemberantasan Buta Membaca) awalnya karena gundah gulana dengan kondisi “Functionally Illiterate” atau Buta Huruf Fungsional atau mampu membaca, namun tak memahami arti yang dibaca, sehingga kemampuan membacanya tidak berfungsi. Alamak ternyata, membacapun sebagian dari mereka tak mampu.
Saya langsung “kebelet ngising”, maaf, itu kondisi psikologis ketika saya cemas. “Lha laopo cemas dan sampek apene ngising sembarang…” itu pasti respon Suheng Locianpwe Satria, jika saya juga wadul. “Anak bukan, bojo opo maneh, ponakan ? Tetangga ? Putu ?…. semua juga bukan”. Itu mesti penekanan beliau dewa “setengah manusia” titisan Bu Kek Sian Su itu jika saya ngroweng terus.
Lha bijimane suheng. 27 bayi lahir dari 100 kelahiran jelas KUNTHET, bukan hanya bodinya tetapi uteke yo melok kunthet atau bahasa krupuke “Bantat” yo wis emploken. Lantas sisanya yg 78 itu ndak diajari mikir (bernalar-bhs keren) dan yg mampu cuma 2 dari 10. Artinya, hanya kurleb 16 murid dari 100 murid yg nantinya menjadi lelaki/perempuan dewasa dari 100 kelahiran yg bisa mikir. Sisanya “ndlahom bin ngowoh”. Opo suheng ndak “kebelet ngising” ?
Bayangkan yang 16 % itu setengahnya mengabdi sebagai warga dunia, nggak mikiri Indonesia. Sisa 8 % dibagi ke perusahaan swasta bergaji besar, menjadi dosen, rektor, Menteri, Staf khusus, Dirjen dan ibu Rumah Tangga elit. Lantas, bagaimana nasib KAYPANG kita. Punahlah Ilmu Tongkat Pemukul Anjing kita Suheng…. karena nggak kebagian yang 16 % itu.
Jadi, ayo suheng keluar dari Lian Bu Thia, mulai lagi obrak abrik para Thaikam yang nggak bener itu dan kita “kebelet ngising” bersama. Ojok tencrem yo… ayahab iku.