Nurdin F.Joes:
Belum reda takut kami kepadamu
Ketika engkau menghardik dengan keras
saat kami telat tiba di sekolah.
Kami tak berani menjelaskan
bahwa kami lebih dahulu ke ladang
mengatur tata air di sawah
agar padi tak gagal panen
agar nanti kami dapat beli buku.
Masih kecut wajah kami
ketika engkau keras membentak
karena kami tidak pakai sepatu
menjejak kaki di taman pendidikan.
Kami tak kuasa menjelaskan
orangtua kami tak kuasa membelinya.
Masih terasa takut sampai hari ini
ketika engkau sangat tegas bersuara
bahwa begitu kotor baju sekolah kami.
Tak ada bahasa menjelaskan
kami harus lebih dahulu memberi makan
hewan-hewan peliharaan kami
seperti kerbau dan sapi
dan saat dijual menjelang lebaran
kami dapat beli pakaian sekolah yang baru.
Masih belum hilang dalam ingatan
dan terus membayang-bayang
betapa bebal otak kami
tak pandai berhitung
dua kali dua berapa jumlahnya
dan dua tambah dua berapa seharusnya
padahal itu hitungan sederhana
tapi engkau tetap sabar mendampingi kami
dan tekun mengajari.
Seperti baru kemarin ini terjadi
engkau ajarkan cara membaca
“Ini Budi, ini Ibu Budi, dan ini Bapak Budi”
kami mengeja dengan payah dan terbata
tapi engkau sabar mendampingi
dan sabar mengajari.
Seperti kemarin baru terjadi
engkau ajari pelajaran agama
kami mengeja alif, ba, ta, tsa
huruf-huruf Al Quran
pada sikap wajahmu yang teduh
kami mengejanya dalam rintik peluh.
Hari ini anak-anakmu wahai guru
banyak yang jadi teladan
izinkan kami untuk mengenang
betapa engkau keras berkorban
mengubah dunia mengubah zaman
Dalam derai airmata
kami memberi hormat kepadamu
membungkuk dan mencium tangan
antara kita tak pernah ada perpisahan
Jakarta, 25 November 2019
Nurdin F.Joes:
*BILA GURU TELAH TIADA*
Bila guru telah tiada
kami mengantarkan doa
mengirim ke pusara
Guru adalah orangtua
Yang melahirkan cita-cita
lewat huruf a, b, c dan alif, ba, ta
Huruf-huruf itu kami bungkus dalam doa
kami hembus dengan nafas
kami terbangkan ke alamatnya
Bila guru masih ada
kami memberi hormat membungkuk
meminta maaf atas khilaf dan dosa
Jakarta, 26 November 2019
*NURDIN F.JOES* dilahirkan di Sigli 4 Januari 1963. Mengabdi sebagai ASN sejak 1992 dan 10 tahun di antaranya berkarier di Humas Kantor Gubernur Aceh.
Ketika masih mahasiswa, memenangkan berbagai lomba cipta puisi. Di antaranya, puisi berjudul _Weep for the Children of the Land_ (Menangislah untuk Anak-anak Negeri) memenangkan lomba cipta puisi _Towards Namibian Independence_ (Untuk Kemerdekaan Namibia) dilaksanakan UNIC (Kantor Penerangan PBB, 1987).
Karya puisinya terkumpul dalam antologi tunggal _*Surat dari Belantara*_ (1988), _*Sengketa*_ (1990), dan _*Langkah Ketiga*_ (1994). Puisi lainnya terkumpul dalam antologi bersama, diterbitkan di Banda Aceh, Medan, Jakarta, dan Kuala Lumpur.