Oleh: Ayu Shalihah S.Pd.
(Guru Bahasa Inggris SDIT-SMPIT Insan Madani Susoh-ABDYA)
“Bermacam rasa terlewati hanya dari masa singkat yang baru kujalani. Bukan mudah, tapi tak akan kuberi jeda untuk lanjutkan perjalanan meniti harapan yang terus membumbung tinggi.”
Ini kisahku. Kumpulan cerita hari-hari yang kadang tak memberi jeda untuk terus kukeluhkan. Kumpulan cerita-cerita yang menuntutku untuk mencoba memahami setiap rintangan yang diberi. Ketika sang Pencipta mengatur segala skenario terbaik-Nya bagi diri yang masih haus akan pengalaman. Rasa lelah, kadang ingin menyerah, dan tingkat kesabaran yang ikut menipis terbawa emosi yang meluap-luap. Murid-murid yang majemuk dengan segala keaktifan dan rasa ingin tahunya mendorong seorang guru untuk tetap kuat dan sabar dalam menghadapi. Berbagai macam metode belajar yang menyenangkan juga sangat penting di sini dalam membantu murid untuk melatih kemampuan mereka di kelas pertama setelah masa kanak-kanak mereka terlewati. Benar-benar tak pernah terbayangkan sebelumnya betapa luar biasanya menjadi seorang Guru SD, apalagi diamanahkan sebagai Wali Kelas 1 di Sekolah Dasar.
Mengingat pendidikan yang kutempuh lebih berfokus pada jenjang SMP-SMA dan tentu dengan berbagai perbedaan lainnya. Guru, Wali Kelas, merekalah artis papan atas yang terus menjadi role model si murid dalam melakukan sesuatu. Tak ayal, bahkan beberapa dari murid lebih mendengar kata-kata gurunya dibandingkan orangtua mereka sendiri. Oleh karenanya, peranan guru cukup besar dalam penentu kebaikan sang murid. Bila sang artis papan atas tersebut memberi keteladanan yang baik, maka sang penirupun akan tertular kebaikan, begitu juga sebaliknya.
Kelas 1 SD adalah masa di mana murid belum mampu melakukan banyak hal dalam mengolah emosi, pikiran, dan wawasan yang mereka punya. Ekstra bimbingan yang dilakukan untuk mulai menerapkan kebaikan-kebaikan dan kebiasaan baik bagi murid di usia perkembangan belajarnya. Kesal terluap hanya karena kurangnya daya tangkap atau bahkan karena kita, Guru, ingin di dengarkan. Banyak masalah yang terjadi serta luapan-luapan emosi yang ikut mempengaruhi.
Terkadang ingin menyerah dan batinpun terus memberi opsi. “Bolehkah disudahi?” Mengapa harus terus bertahan dan mencoba kuat pada rasa yang tak pernah memuaskan raga yang terus dituntut baik dalam mendidik. “Bukankah menyerah pada keadaaan juga tidak selamanya salah?” Di luar sana ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan tanpa bersusah-susahan dalam mendidik Insan yang menguras kantong kesabaran. “Yakin ingin bertahan?”
Dengan segala macam problema kebatinan, di satu titik tersadar dan berkaca. “Bukankah aku bisa seperti sekarang dan mampu merangkai sekumpulan kata karena sosok Guru?”. Sampai sekarangpun sosok guru yang sering kuingat adalah Beliau, Guruku sejak SD di kelas 1. Kebetulan punya pengalaman-pengalaman menarik selama belajar di kelas 1 SD dulu. Rintangan-rintangan juga mewarnai proses yang kulalui termasuk belajar membaca dan menulis. Tak tahu rasanya harus berterima kasih sebanyak apa kepada Guru yang oleh lelahnya aku dan murid lain bisa belajar banyak ilmu dan terus terpakai hingga saat ini. Semoga ilmu ini menjadi pemberat amalannya di akhirat kelak, Aamiin..
Begitupun sekarang, di saat kini tugasku berdiri di depan murid-murid setiap hari, emosi yang kadang susah terkendali, dan lelah yang ingin terus dimintai porsi. Ada tangan kecil mereka yang kadang suka menarik pergelangan tanganku hanya untuk sekadar mendengarkan cerita mereka. “Miss” begitu sapaan Guru di sekolah tempatku mengajar. “Miss, Kakak tadi pagi ada shalat subuh ya”. “Miss, Abang ada shalat tahajud semalam”. “Miss, Abang sama kawan udah janji mulai sekarang mau jadi anak baik, anak sholeh, capek jadi anak gak sholeh” dan banyak lagi celotehan yang harus kudengar satu persatu mulai dari pagi hari sebelum mereka memulai pembelajaran. Benar-benar kalau sudah begini, aku hanya mampu bergumam sambil kulangitkan doa seketika itu kepada Allah “Ya Allah, maafkan segala keluh yang selalu kulontarkan hingga lupa akan segala berkah yang kau berikan.”
Tak hanya itu, Murid yang selalu kupikir mereka membebankanku kini benar-benar menjadi alarm pengingat iman. Ketika ada salah satu Murid perempuan yang kepanasan dan membuka jilbabnya, seketika itu pula murid-murid lain langsung membacakan hadist yang berkenaan dengan “Malu adalah sebagian dari iman”. Now, I really watch the caterpillars become butterflies.
Jika sudah begini, malu sekali rasanya kupertontonkan muka lelah dan keluh kesah yang terus ku umbar pada-Nya yang Maha mendengar. Bukankah sangat indah jika seandainya dalam diam mereka, tangan-tangan mungil menengadah sembari berdoa memohon kebaikan untukmu, wahai Guru?
Teruslah berdoa. Lambungkan doa-doa terbaik untuk para murid yang sedang kita bimbing. Jika rantai-rantai doa terus bersambung, maka akan “mengetuk pintu langit” untuk mendengar segala kesulitan yang dirasa. Semoga menjadi pemberat kebaikanmu kelak di hari hisab.
Perjalan masih panjang, semangat masih harus kulilit kencang. “Jangan menyerah. Tolong jangan menyerah dengan mudah. Karena proses adalah segalanya. Saat kamu memutuskan menyerah, maka di depan nanti kamu akan terbiasa untuk menyerah.” –Indra Sugiarto.
Saya Ayu, dan saya menikmati menjadi Guru!
Kamu juga bisa! Ayo bersama-sama hebat dalam mendidik para generasi bangsa!