Oleh Zulkifli Abdy
DEMOKRASI itu ibarat pompa, semakin dihambat atau ditekan, akan semakin kuat pula reaksi untuk keluar dari dilema hambatan dan tekanan itu.
Itulah hukum “fisika” yang tak dapat dipungkiri, yang boleh jadi akan berlaku pula dalam iklim berdemokrasi.
Sama halnya dengan arus informasi yang dibatasi atau bahkan ditutup rapat-rapat, sebagai dampaknya khalayak akan mencari informasi dengan caranya sendiri, dan kondisi ini sesungguhnya jauh lebih berbahaya.
Suka atau tidak suka, ini adalah era informasi, dimana masyarakat sekarang sudah sangat cerdas dan bijak dalam melihat gelagat informasi dari manapun sumbernya, termasuk informasi yang bersifat agitatif, hoaks dan lain sebagainya.
Adalah suatu kecerobohan, kalau ada pihak yang menganggap bahwa masyarakat tidak tahu apa-apa, sehingga dengan demikian mencoba untuk mengabaikannya. Bukankah dalam suatu komunal terdapat banyak sekali orang yang cerdas dan bijak yang memiliki perspektif yang sangat baik dalam melihat sesuatu dan berbagai kemungkinan dari sudut pandang yang lebih rasional dan objektif tanpa protensi atau kepentingan apapun.
Dengan demikian, suatu upaya untuk mendominasi kebenaran terkait dengan demokrasi dan informasi, apalagi jika kebenaran itu seakan-akan hanya ada pada satu pihak saja, hal mana tentu akan menjadi sia-sia belaka.
Demokrasi itu sesuatu yang hidup, dimana dinamika yang menyertainya tidak boleh dihambat atau dihalangi pertumbuhannya, secara alami biarkan saja mengalir apa adanya.
Demokrasi pada waktunya akan menemukan bentuknya sendiri, sehingga tidak ada kekuatan yang dapat mencegahnya kecuali revolusi, sesuatu yang tentunya mesti kita hindari.
Demikian pula dengan arus informasi, dimana di era yang relatif terbuka ini, kinerja informasi telah menemukan “mekanismemya” sendiri, sehingga sangat sulit untuk dibatasi, apalagi untuk dibungkam.
Bukankah manakala informasi dihambat justru akan menimbulkan letupan dalam berbagai bentuk pelepasan yang terkadang sulit untuk dikendalikan.
Agaknya suatu ikhtiar untuk mengelola informasi sehingga tidak menjadi “bola-liar”, mungkin akan jauh lebih efektif, bahkan sangat bijaksana.
Kalau ada para pihak yang melakukan pengungkungan terhadap demokrasi dan mengekang informasi di era yang serba terbuka ini adalah suatu tindakan yang absurd atau bahkan konyol.
Di era demokrasi yang relatif terbuka seperti sekarang ini, waham politik seharusnya lebih tanggap untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang tengah terjadi.
Adalah sesuatu yang naif, kalau ada pihak yang tidak ingin berubah dalam melihat demokrasi dengan segala keniscayaan yang menyertainya.
Demokrasi akan berjalan terus dengan kaedah-kaedah yang melekat padanya, dan secara dinamis akan terus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Bagi sesiapa saja yang tidak ingin menyesuaikan diri dengan perubahan itu, justru akan menghadapi konsekuensi tertinggal.
Agaknya dalam iklim demokrasi di Indonesia sekarang ini, kendati reformasi belum menemukan bentuknya yang ideal, tidak ada pilihan lain bagi para pegiat politik kecuali membiasakan diri untuk tanggap dengan perubahan tengah terjadi, dengan membangun iklim berkompetisi yang sehat dan bermartabat, tanpa kehilangan naluri untuk mengeksplorasi strategi atau “racikan” siasat tentunya.
Justru akan terasa sangat aneh atau bahkan lucu, ketika atmosfer politik diarahkan dan atau dikendalikan sedemikian rupa oleh para pihak yang berkepentingan, hanya semata-mata karena terdorong oleh kepentingan jangka pendek.
Lebih parah lagi kalau hal tersebut sampai mengabaikan hak demokrasi dan kedaulatan rakyat, yang sepatutnya berada pada “kasta” tertinggi dalam demokrasi.
Para pihak jangan pernah lupa, bahwa di luar sana banyak sekali orang yang cerdas dan menguasai multidisiplin keilmuan, sehingga akan selalu saja ada pemikiran alternatif yang lebih rasional, jernih dan tanpa kepentingan, yang akan senantiasa dapat melihat dengan objektif terhadap dinamika yang berkembang.
Semoga kita semua dapat belajar dan memetik hikmah dari perjalanan panjang bangsa ini, dan dengan rasa optimis serta penuh tanggung jawab terhadap masa depan bangsa yang penuh tantangan dan harapan.
Wallahu a’lamu bisshawab.
(Zulkifli Abdy)Jq