Banda Aceh – Potretonline.com, 26/06/22. Acara bedah buku antologi puisi ‘Kulukis Namamu di Awan’ karya Tabrani Yunis, Pemred Majalah POTRET berlangsung sukses. Sebagai pembedahnya Drs.Mukhlis Hamid, M.Hum yang pemerupakanndosen Bahasa Indonesia di FKIP USK, Banda Aceh. Kegiatan yang berlangsung sukses ini dilaksanakan oleh lembaga Satupena Aceh di Balee Al-Ihsan, Pango Raya Banda Aceh, Sabtu (25/6/22) sore sukses.
Acara yang dimoderatori Saiful Bahri, cerpenis dan juga teaterawan Aceh belangsung cair dan hangat, sehingga peserta hanyut dalam gelak tawa karena sang moderator mampu menghidupkan suasana di tengah cuaca dingin karena dihembus angin kencang yang disertai hujan.
Dalam acara perdana Satupena Aceh paska dikukuhkan kepengurusan 18 Mei 2022 lalu, dihadiri sekitar 40-an sastrawan, teaterawan dan penulis termasuk guru dan wartawan. Tetamu dijamu dengan makanan tradisional rebusan, seperti kacang tanah, pisang, ketela dan goreng pisang yang digoreng langsung di tempat acara serta disuguhkan minuman bandrek dan kopi.
Ketua Satupena Aceh, D Kemalawati mengatakan, lembaga yang dipimpinnya akan rutin melaksanakan berbagai acara yang ringan-ringan tapi memiliki nilai dalam mengembangkan karya, kreativitas kekaryaan untuk menyemarakkan literasi di Aceh.
“Mudah-mudahan Satupena Aceh bisa melaksanakan rutin acara seperti ini. Kali ini bedah buku puisi dan ke depannya bisa jadi buku selain fiksi yang kita bedah. Sebab Satupena merupakan wadah penulis fiksi dan non fiksi. Jadi saya yakin sekali akan ada banyak buku yang bisa kita bedah nantinya .”katanya optimis.
Keinginan yang sama juga disampaikan oleh Ketua Panitia Pelaksana, Nurdin F Joes, sehingga karya-karya penulis Aceh bisa terus terpublikasikan dengan berbagai ruang dan media yang ada di Aceh, Indonesia dan dunia luar.
Sementara pembedah buku, Drs Mukhlis Hamid, M.Hum, dosen sastra Universitas Syiah Kuala mengatakan, gaya menulis Tabrani Yunis mengalir dan tidak banyak menggunakan simbol membuat puisi-puisi tersebut menjadi puisi diafan (puisi polos), mudah dipahami, sehingga pembaca langsung larut di dalamnya. Penggunaan homologues (perulangan bentuk atau larik sejajar) dalam puisi yang terkumpul dalam himpunan puisi ini sangat membantu dalam memberikan tekanan pesan dan membentuk rima yang kuat saat dibacakan secara oral.
Menurut Mukhlis, pemilihan puisi ‘Kulukis Namamu di Awan’ sebagai judul antologi ini sangat tepat karena puisi ini merupakan salah satu puisi yang kuat di antara 62 puisi yang terhimpun dalam antologi ini. Cuma Satu puisi “Menebus Rindu pada Puisi” terketik 2 kali, pada halaman 53 dan halaman 75.
Berikut dikutip utuh puisi Kulukis Namamu Di Awan
KULUKIS NAMAMU DI AWAN
Dik
Izinkan kuukir namamu di awan biru
Kuwarnai dengan warna pelangi
Kubingkai dalam goresan raut wajahmu
Kutaburi biji-biji cinta yang pernah kauberi
Sembari kusemai dengan rindu nan menggebu
Dik
Izinkan aku menuliskan sebait puisi di atas awan biru
Agar semua tahu seluas apa cinta yang kumiliki
Agar semua bisa menyaksikan bukti kasihku
Itulah cinta yang tak selebar daun kelor yang hanya satu senti
Dik
Biarkan aku menabur warna kesukaanmu
Di setiap sisi bingkai yang menjadi tali cinta
Sesungguhnya cinta kita bukan hanya sebatas diksi pemuas nafsu
Sekadar memancing cinta antara kita
Dik
Lihatlah lukisan namamu
Terbentang di langit biru
Ya, semua orang tahu dan menikmati wajah cinta kau dan aku
Kita jadikan semua agar cinta tak berwujud bisu
Banda Aceh, 12 April 2019
Puisi lirik ini, kata Mukhlis, mengungkapkan luapan rasa si aku terhadap seseorang yang sangat istimewa dalam kehidupannya. Ia ingin seluruh dunia tahu bahwa ia memendam kerinduan, cinta kasih, dan harapan untuk bertemu kembali dengan orang-orang tercintanya itu.
Penggunaan diksi warna pelangi, awan biru, langit birumenunjukkan tinggi, indah, dan besarnya cinta kasih dan harapan itu.
Hal ini dikontraskan dengan penggunaan larik /Itulah cinta yang tak selebar daun kelor yang hanya satu senti, Sesungguhnya cinta kita bukan hanya sebatas diksi pemuas nafsu, dan Kita jadikan semua agar cinta tak berwujud bisu/ pada akhir bait pertama, kedua, dan ketiga.
“Cinta kasih memang sebuah misteri yang tak pernah habis,” kata Mukhlis panjang lebar.
Di sela-sela acara yang menghangat dengan tiori, suasana dicairkan dengan pembacaan puisi. Pembaca puisi pertama, moderator langsung menodong, Amri M Ali, penulis yang juga politikus untuk membacakan puisi karya Tabrani Yunis yang ada dalam buku tersebut dan pembaca puisi lain, tampil Mahdalena (Dekna), teaterawan yang juga penyair dan membaca puisi ‘Kutulis Namamu di Awan.
Acara yang berlangsung hingga menjelang magrib itu, di antaranya hadir selain pengurus dan Pembina Satupena Aceh adalah, Helmi Hass, Zulfikar Sawang, Fauzi Umar, Thaib Loh Angen, Zulkifli Abdy, Qamaruzzaman Haqny, Irma Yani, Muhrain, Rianda dan lain-lain.[]