Oleh Khairuddin Budiman
Kepala SMA Negeri 1 Matangkuli, Aceh Utara
Beberapa komen di status saya di facebook yang lalu, dimaksudkan untuk mencari referensi, asal muasal kata “Kadrun”. Kadrun merupakan singkatan kadal gurun. Istilah ini disematkan bagi kaum muslim Indonesia. Meski di gurun sana, pemeluk agama lain juga hidup di sana, Islam, Nasrani dan Yahudi serta agama lain.
Ada yang mengatakan Kadrun istilah dari PKI di zaman dahulu untuk kaum muslimin yang berdiri di belakang NU dan Muhammadiyah, melawan PKI. Jika asal muasal ini benar, maka beruntunglah orang yang dilabeli kadrun. Pantas kita berterimakasih pada mereka, selain mereka anti komunis, mereka pula yang menyelamatkan bangsa ini. Rela mengorbankan darah demi agama dan menumpas komunis di Indonesia.
Ada pula yang mengatakan, Kadrun istilah bagi Islam Radikal yang sudah terafiliasi dengan FPI atau HTI. Sulit menilai radikal seseorang, dari gamis kah? Celana cingkrang? Jidat hitam? Syurban?. Tapi saya setuju pada satu hal, kekerasan dalam beragama tidak dibenarkan, termasuk kekerasan verbal, memaki pancasila, memaki pemerintah yang sah, menghujat pemeluk agama lain, sama sekali bukan ajaran murni agama Islam. Secara verbal saja tidak dibenarkan, apalagi pada aksi pengeboman. Tapi referensi kadrun dengan Islam radikal juga sangat lemah, karena ketika anda membenci seseorang muslim, langsung melabelkannya dengan kadrun.
Tidak jarang dalam komen di status saya. Saya pernah dilabeli kadrun. Meski saya tersenyum saja, berarti saya kadrun yang tidak radikal, namun bersyukur saya identik kadrun karena identitas saya jelas, Muslim. Membela agama suatu yang dianjurkan dalam ajaran Islam, sebagai bentuk ketaatan beragama, sebagai cara menunjukkan kecintaan beragama pada Rabb. Namun Allah tidak memerintahkan menghujat, memaki, apalagi membunuh yang bukan membela diri. Jika saja anda melabeli kadrun pada setiap muslim, identik dengan kekerasan pada ummat muslim, sungguh hari ini mungkin anda sudah menghadap Tuhan anda. Populasi ummat Islam yang dominan, yang jika saja brutal dan pembunuh, mana sempat anda ke pasar berbelanja.
Setidaknya hari ini ummat muslim yang dominan di Indonesia menjaga keharmonisan sebagaimana ajaran kami, hablumminannas. Tidak ada mayat anak-anak dan perempuan seperti di Ukraina bergelimpangan bukan? Padahal kami jika jahat bisa saja seperti itu. Malah yang banyak mayat-mayat kaum muslim di Syiria, Palestina, akibat korban perang yang kita bersama tahu siapa dalangnya. Namun kami memandang mereka yang membunuh kaum muslimin, bukan karena agama mereka. Kepentingan politik yang membuat mereka menjadi beringas.
Artinya jika ada ummat muslim yang kami juga akui ada yang brutal, jahat dan beringas, meski beratribut pakaian muslim, namun tidak mewakili ajaran Islam. Mereka sedang terdoktrin kepentingan politik. Cirinya jelas, kemarin-kemarin menghujat pemerintah untuk naikkan seseorang, esok lusa bawa agama lagi untuk kepentingan politik. Kalau hari ini mereka menghujat suatu partai politik karena tidak sejalan, besok lusa mereka bisa bermesraan dengan parpol tersebut apabila kepentingannya sama. Dulu ada tokoh dibenci oleh kelompok tersebut, dituduh antek Yahudi di Indonesia. Tokoh tersebut pun menuduh mereka pembuat rusuh di Indonesia. Namun lihatlah ketika punya kepentingan politik yang sama, mereka bisa bermesraan. Untuk mencari simpati, mereka beratribut agama. Masih terkecoh juga ?.
Kembali pada asal muasal Kadrun. Kedua kronologi di atas ternyata tidak kuat dan bukan asal muasal istilah Kadrun. Dari website Kominfo, saya membaca bahwa ternyata istilah Kadrun adalah istilah kekinian, setelah Cebong dan Kampret. Menurut Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam, istilah Kadrun, baru muncul setelah Pilkada DKI 2012 hingga Pilpres 2019, setelah munculnya istilah kampret dan cebong. Istilah kadrun belum ada saat era PKI masih ada.
Baik kadrun, cebong atau kampret adalah istilah kebencian untuk memecahbelah bangsa ini. Jika ada yang masih menggunakan istilah itu untuk menyerang seseorang atau sekelompok orang, maka orang tersebut merupakan provokator, sifatnya memecahbelah harmonisasi bangsa. Harusnya diberi hukuman. Pernyataan kadrun, cebong atau kampret mengandung SARA dan intoleransi. Tujuannya jelas, disintegrasi.
Semoga hari ini menjadi lebih baik bagi kita untuk tidak lagi menggunakan istilah ini membangun kebencian diantara kita.
Matangkuli, 13 Ramadhan 1443H