Oleh Tabrani Yunis
Perubahan perilaku peserta didik di muka bumi di berbagai level, mulai dari PAUD hingga Universitas saat ini semakin kompleks di era digital ini. Ya, penghuni bumi yang masih beragam yang merupakan gabungan dari generasi baby boomers, generasi X, generasi Y dan bahkan juga generasi Z serta A. Semua generasi ini masih bisa dikatakan sebagai pemiliki era ini, walau sebenarnya setiap zaman ada orangnya dan setiap orang, ada zamannya dan di era digital ini saat ini, namun generasi yang dominan menguasai zaman ini adalah kaum yang dikategorikan ke dalam kelompok generasi milenial. Generasi milenial alias generasi Y ini merupakan generasi yang hidup dan diasuh dalam peradaban komputer, Internet dan bahkan kecerdasan artifisial. Generasi yang harus difahami bahwa mereka sudah tidak bisa dibedakan lagi batas bermain dan belajarnya. Generasi yang sangat mudah beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat, karena mereka bisa dengan cepat terhubung dengan media sosial, kapan saja, di mana saja, tanpa batas. Walau banyak yang menuding generasi ini sebagai generasi rusak-rusakan. Padahal, generasi milenial yang hidup di bawah pengaruh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang serba digital tersebut bergerak sangat cepat dalam hal penguasaan teknologi informasi.
Gap Yang Besar dan Menganga
Nah, cepatnya dinamika perubahan di segala bisang dalam peradaban era milenial ini, membuat para guru yang umumnya masih banyak dari kalangan non milenial, seperti generasi X atau baby boomers kelabakan. Kecepatan generasi milenial memahami dan menggunakan segala piranti teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat telah mengalahkan gerak langkah guru dari kalangan baby boomers yang kebanyakan masih gagap teknologi, sehingga dalam bidang ini, para guru tertinggal jauh dan berada di jurang yang dalam dan menganga. Ini menjadi tantangan berat bagi para guru kini dan esok. Sebab, guru bagi kaum milenial memang harus dengan cepat beradaptasi dengan kemajuan teknologi internet atau teknologi digital ini. J.Sumadianta dan Wahyu Kris AW dalam bukunya “ Mendidik Generasi Z dan A, terbitan Grasindo, tahun 2018 mengingatkan kepada para pendidik bahwa “ Guru tidak boleh lagi membenamkam diri dalam belukar kertas administrasi yang sesungguhnya bukan solusi bagi dinamika murid atau siswa zaman paperless. Pertanyaan kita, bila banyak guru dari kalangan baby boomers yang masih gaptek, bagaimana bisa mengajarkan atau melaksanakan pembelajaran tang kreatif, membangun kecerdasan emosional, kolaboratif, menyelesaikan maslah-masalah kompleks serta bersikap fleksibilitas kolektif kepada para murid atau siswa supaya mampu beradaptasi dengan peradaban milenial? Sebagaimana ditulis oleh J. Sumardianta dan Wahyu Kris AW, kelima ketrampilan itulah yang mesti diajarkan guru-guru kepada murid atau para siswa agar bisa menyesuaikan dengan peradaban milenial yang identik dengan kecerdasan buatan, karena lokasi pengetahuan abad 21 telah bergeser dari guru ke Internet.
Nah, begitu besar dan beratnya tantangan bagi guru dalam mendidik kaum milenial saat ini. Bukan hanya itu, tantangan bagi guru di era ini bukan saja terkait dengan kemampuan menguasai teknologi informasi dan komunikasi yang serba digital, namun yang paling berat adalah perubahan perilaku generasi milenial yang dengan cepat juga berubah 180 derajat. Ya, tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku, watak, karakter atau sifat ikut mengalami disrupsi sepertilnya di sektor-sektor kehidupan lainnya. Perubahan perilaku dan gaya hidup yang membuat guru kalangan baby boomers bisa kalangkabut dan bahkan stress.
Yuswohadi dan kawan-kawan dalam bukunya Milenials Kill Everything, terbitan Gramedia 2019 dalam prolognya menyebutkan bahwa milenial adalah pembunuh berdarah dingin. Mereka membunuh apa pun. Mengapa milenial dikatakan menjadi generasi paling brutal dalam sejarah umat manusia? Katanya, karena otak mereka yang begitu intens terekspos teknologi dan media digital menjadikan perilaku dan preperensi mereka berubah secara ekstrim dan sama sekali berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya.
Nah, dalam kondisi yang demikian, guru-guru yang mengajar dan mendidik generasi milenial, generasi Z dan A, harus dengan cepat belajar, belajar dan belajar beradaptasi dengan peradaban milenial yang terus berubah begitu pesat. Yang jelas tidak boleh diam dan menonton perubahan tersebut, apalagi bersikap apatis, para guru akan terus tergilas dan menjadi korban perubahan peradaban. Di sinilah esensi Guru pembelajar. Ya, guru harus menjadi sebagai sosok pembelajar dan menempatkan diri pada posisi sebagai pembelajar dari pengalaman mengajar generasi milenial dengan menguasai ke lima ketrampilan yang disebutkan di atas. Bila tidak, para guru akan menjadi pecundang atau pihak yang kalah dari mereka yang diajar dan dididik. Oleh sebab itu, jangan tunda dan malas belajar. Harus segera belajar dan beradaptasi, sehingga bisa mengbangi, kalau tidak mampu berada pada posisi yang lebih depan, atau terdepan. Bila guru mau terus belajar dan menjadi pembelajar, Insya Allah akan mampu beradaptasi dengan sistem pembelajaran dan peradaban kaum milenial.