Karya Keisha Elsria Mulya
Teman-teman, kamu pernah berkunjung ke Aceh enggak sih? Soalnya, di Aceh banyak sekali tempat wisata bersejarah seperti Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang selamat dari amukan tsunami tahun 2004 lalu. Kamu juga dapat melihat museum rumah Aceh yang indah dengan ukiran motif khas daerah berjuluk Serambi Makkah. Jika kamu jalan-jalan ke Aceh, kamu juga dapat berkunjung ke monumen Kapal Apung, sebuah monumen tsunami berupa sebuah kapal nelayan yang tersangkut kandas di atap rumah warga Banda Aceh saat tsunami. Sambil kamu menikmati mie Aceh dan kopi Arabika Gayo yang sangat lezat dan gurih. Aceh juga sangat berjasa dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Aceh memiliki banyak pahlawan yang gagah berani berjuang di medan laga.
Kisah hidup para pahlawan banyak ditulis dalam buku-buku yang harus kita baca. Seperti sejarah Imam Bonjol, pahlawan dari Minang Kabau, Padang, Sumatera Barat, ada buku sejarah Pangeran Diponogoro dari Jawa. Mereka itu adalah sosok pejuang tangguh yang harus diteladani sifat dan kepribadiannya. Begitu juga Jenderal Sudirman, Panglima Perang Tentara Indonesia yang sangat disegani oleh penjajah Belanda, pahlawan yang memiliki taktik perang gerilya. Menjadi contoh bagi generasi muda bahwa untuk sukses dimasa depan harus tekun bekerja dan berusaha.
Oh ya teman-teman, hari ini kita hidup tentram dan damai, itu adalah jasa dari hasil perjuangan nenek moyang kita dan para pahlawan. Jangan pernah kita melupakan jasa para leluhur kita yang telah berjuang dengan banyak mengeluarkan keringat dan air mata. Cara mengisi kemerdekaan ini adalah dengan belajar yang tekun dan mengabdi untuk kemajuan agama, bangsa, dan negara kita.
Nah,teman-teman liburan tahun ini saya mengajak ayah dan ibu saya berwisata ke rumah Cut Nyak Meutia pahlawan nasional dari Aceh. Oh ya, kamu tahu enggak siapa Cut Nyak Meutia itu?
Gambar Cut Nyak Meutia sering kita lihat ditempel di dinding sekolahmu yang disandingkan bersama foto pahlawan lain, seperti foto Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar dari Meulaboh yang memiliki taktik perang gerilya. Cut Nyak Meutia adalah sosok wanita yang cantik lahir dan batin. Wajahnya yang rupawan merupakan perwujudan lahiriah cerminan dari hatinya yang luhur. Ia wanita yang anti penjajahan, dengan semangat baja membela bangsanya dari kezaliman dan kekejaman penjajah Belanda.
Cut Nyak Meutia lahir hampir satu setengah abad yang lalu di Pirak Timu, Aceh Utara. Cut Nyak Meutia putri dari Ulee Balang Pirak, ayahnya Teuku Ben Daud seorang tokoh terkemuka yang menentang upaya Belanda menjajah Aceh. Oh ya teman-teman, Cut Nyak Meutia itu seorang pahlawan wanita yang berparas jelita.
Hari itu, matahari bersinar begitu cerah pukul 08.00 WIB. Hari Minggu pagi saya bersama adik saya yang bernama Qais Zhafran Mulya, sudah bersiap-siap. Kami sudah memakai baju kesukaan masing-masing. Adik saya yang akrab disapa Qais, si ganteng yang doyan makan, tidak pernah lupa dengan kacamata hitam kesayangannya. Ayah saya memakai baju adat Aceh yang layaknya seperti baju Teuku Umar, karena ayah saya sangat mencintai sejarah pahlawan. Dengan menumpangi kendaraan roda dua kami pun melaju menempuh jalan yang berliku dan berbelok-belok. Setelah beberapa jam kemudian kami pun tiba di rumah Cut Nyak Meutia pahlawan yang bergelar srikandi dari Aceh.
Setelah melewati perkampungan dan persawahan yang indah. Kendaraan kami pun berhenti di depan rumah Cut Nyak Meutia. Tiba-tiba, ayah saya berkata “Anakku inilah rumah pahlawan kita Cut Nyak Meutia,” Ayahku menunjuk ke arah rumah Cut Nyak Meutia.
Saya dan adik merasa terkagum-kagum. Melihat sebuah rumah yang sangat indah dan besar, bermotif ukiran Aceh. Ayah saya bercerita sambil melihat-lihat rumah Cut Nyak Meutia yang berbentuk panggung itu.
Ayah berpesan “Annakku bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawan.” Nasehat ayahku akan selalu saya ingat. Salah satu cara untuk menghargai jasa para pahlawan adalah dengan belajar yang rajin dan tekun. Begitulah cara mengisi kemerdekaan dengan berprestasi. Jika sedang di sekolah belajarlah yang rajin, disiplin, hormati guru dan orangtuamu.
Di depan rumah Cut Nyak Meutia berdiri tegak tiang bendera seperti tegaknya jiwa pahlawan yang rela dibakar terik mata hari demi negara tercinta. Bendera merah putih berkibar melambai-lambai kepada kami seperti hendak berkata “Selamat datang para pecinta pahlawan di rumah wanita pejuang, ibu bangsa kita Cut Nyak Meutia.”
Lalu saya bersama keluarga saya masuk ke rumah yang menjadi saksi sejarah dimana Cut Nyak Meutia dilahirkan. Rumah tersebut terdapat bagian-bagian seperti serambi depan dan serambi belakang. Serta memiliki ruang tengah yang disebut reumoh inong, sebuah ruang yang dikhususkan untuk kaum wanita. Rumah Cut Nyak Meutia berbentuk seperti rumah adat Aceh secara umum. Rumah ini memiliki tujuh anak tangga.
Di dinding rumah ini terpasang berbagai foto dan gambar lukisan sejarah perang Aceh. Tampak beberapa foto perang ketika penjajah Belanda menyerbu daerah Pasai. Juga terdapat beberapa lukisan wajah Cut Nyak Meutia berukuran besar dipajang di dinding rumah.Membangkitkan semangat para pengunjung untuk terus mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih oleh para pahlawan.
Hari itu tampak ratusan pengunjung berlalu lalang melihat-lihat suasana rumah Cut Nyak Meutia, ada para pemerhati sejarah, siswa, dan mahasiswa. Bahkan para wisatawan pun ikut berkunjung ke rumah Cut Nyak Meutia.
Di bagian serambi depan rumah terlihat sebuah foto besar dokumentasi perang Aceh. Tiba-tiba ayah saya bertanya “Wahai anak-anak, taukah kamu foto siapakah itu?”
“Saya tidak mengenali wajah yang ada di foto itu Ayah,” jawab saya.
“Oo, itu foto Raja Sabi wahai anak-anakku, Raja Sabi adalah anak kesayangan Cut Nyak Meutia satu-satunya.” Jelas Ayah menjelaskan panjang lebar.
Ya, itulah Raja Sabi putra dari Teungku Chiek Ditunong suami Cut Nyak Meutia. Raja Sabi seorang putra pejuang yang sejak berusia sekitar 7 tahun sering masuk-keluar hutan menemani ibunya bergerilya mengusir penjajah Belanda dari negeri tercinta.
Setelah beberapa jam di dalam rumah Cut nyak Meutia, saya dan keluarga ke luar menuju arah kiri rumah. Di situ terdapat sebuah lumbung padi yang dalam basa Aceh disebut kroeng pade dan di sampingnya terdapat beberapa buah jeungki. Jeungki merupakan alat penumbuk padi dan tepung, teknologi tradisional masyarakat Aceh. Beberapa meter ke arah kiri lumbung padi terdapat sebuah balai kecil. Di balai tersebut sering digelar pengajian dan doa bersama untuk mengenang jasa arwah para pahlawan yang telah mendahului kita. Karena rumah Cut Nyak Meutia juga sering dikunjungi penziarah dalam rangka memperingati hari pahlawan nasional. Di kiri dan kanan rumah juga ditanami pepohonan yang indah dan rindang.
Hari pun sudah siang, saya dan keluarga saya pun akhirnya mengakhiri liburan kali ini dengan makan siang bersama. Ibu saya membawa menu kesukaan kuah pliek u, menu khas trasional Aceh dengan lauk ikan panggang. Setelah shalat zuhur berjamaah saya dan keluarga saya pun bertolak kembali ke kampung halaman.
Sungguh indah perjalan liburan tahun ini. Selain dapat melihat pemandangan alam yang indah, juga dapat ilmu pengetahuan pelajaran sejarah. Ayo, mari kita selalu mengisi hari-hari kita dengan belajar. Bahkan sambil bermain pun kita harus menjadikannya sebagai pelajaran. Seperti yang saya lakukan. Belajar sambil bermain, bermain mengenal sang pahlawan Cut Nyak Meutia. Dengan meneladani pahlawan, berarti kita meneruskan perjuangan. Selamat meneruskan perjuangan Cut Nyak Meutia: Perempuan, Pejuang, dan Pahlawan.
Aceh Utara, 20 Oktober 2021
Riwayat Singkat Penulis
Foto : Keisha Elsria Mulya
Keisha Elsria Mulya lahir di Aceh Utara 18 Oktober 2008. Keisha merupakan siswa berprestasi ketika duduk di bangku MIN 7 Aceh Utara. Ia sering mengikuti berbagai lomba untuk mengasah kemampuan serta bakat yang ia miliki. Di sekolahnya ia sering masuk dalam juara peringkat kelas. Saat ini Keisha Elsria Mulya adalah santri/siswa MTs Pondok Pesantren Modern, Boarding School Misbahul Ulum Paloh Kota Lhokseumawe. Provinsi Aceh.