(Oleh: Hasbi Yusuf)
??????✂️?????⚗?
Sejak berlaku Kurikulum Tahun 1975, atau malah jauh sebelum itu, pembelajaran IPA/ Fisika di sekolah diharapkan tidaklah sama dengan pembelajaran mata pelajaran lain secara umum. IPA memiliki sifat dan karakteristik yang unik untuk melandasi kemajuan ilmu pengetahuan untuk selalu mampu mem-backup dan menjadi kerangka dasar kemajuan capaian teknologi ke depan yang lebih memudahkan manusia dalam beraktifitas dalam berbagai bidang.
Pembelajaran IPA dianggap masih mumpuni, minimal jika :
Pertama, Rumus yang digunakan siswa dalam penyelesaian masalah atau soal di dapat dari investigasi/eksperimen siswa sendiri di bawah arahan guru (bukan hasil penurunan rumus oleh guru dengan mengandalkan papan tulis).
Ke-dua, Eksperimen yang dilakukan siswa diarahkan oleh guru untuk mendapatkan rumus dan kesimpulan (bukan diarahkan hanya untuk membuktikan nilai konstata yang sudah pernah didapatkan oleh scientist).
Ke-tiga, Jika telah mampu merakit semua soal yang digunakan dalam evaluasi belajar di sekolah sesuai kisi-kisi yang berlaku dan 13 kaidah Penyusunan Soal yang telah baku dan masih relevan hingga saat ini (soal yang diujikan oleh guru kepada siswa tidak hanya tergantung dari soal yang dirakit pihak lain.
Ke-empat, Minimal memiliki satu bidang kemampuan yang spesifik dan relatif unik lebih dari sesama teman guru, yaitu suatu kemampuan lebih yang memungkinkan untuk ditularkan kepada sesama teman pendidik. Boleh terkait model penataan kelas, materi, media, pendekatan, metoda atau di bidang evaluasi pembelajaran.
Ke-lima, Telah mampu minimal menyusun satu set buku pelajaran atau jurnal terkait bidang studi yang diampunya (bukan sekedar tulisan ilmiah hanya untuk memenuhi syarat keperluan kenaikan pangkat atau golongan) pribadi guru itu sendiri.
Ke-enam, Mesti dicamkan oleh guru IPA bahwa yang sangat dikenang dan siswa merasa sangat terbantu adalah ketika mulai belajar di perguruan tinggi pada jurusan IPA adalah pelaksanaan praktikum yang terarah dan sesuai aturan yang Anda bimbing ketika mereka masih di SMA (bukan penurunan rumus yang berliku yang sering kita lakukan dengan penuh kebanggaan kita dan mendapat apresiasi sesaat dari segelintir siswa, namun kebanyakan hanya bertambah kebingungannya).
Ke-tujuh, Ketekunan dan keuletan kita secara ikhlas sangat mempengaruhi output, outcome maupun impact dalam melaksanakan semua kegiatan terkait input, proses, dan output pengabdian kita yang kita persiapkan sejak semula.
Ke-delapan: Guru dengan kesadaran sendiri mesti merasa bersalah atau berdausa jika dalam pelaksanaan tugasnya asal-asalan dan tidak sebagaimana tuntutan Undang-Undang atau aturan dan petunjuk yang berlaku.