• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Sunday, January 29, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Aceh

JALAN YANG SUNYI

admin by admin
November 22, 2021
in Aceh, Literasi, pegiat literasi, Surabaya, Tulungagung
0
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Satria Dharma

Berdomisili di Surabaya

Bunda Cut atau Bunda Zakyzahra Tuga adalah lulusan Teknik ITB, tetapi bukannya bekerja di perusahaan besar untuk mendapatkan gaji yang besar. Ia justru mendedikasikan hidupnya untuk literasi. Ya, di kota kecil Tulungagung. Ia mendirikan Taman Bacaan Pena Ananda sejak beberapa tahun yang lalu untuk mengajak masyarakat, utamanya anak-anak sekolah, untuk membaca dan mencintai buku. Ia juga melatih anak-anak untuk menulis dan menerbitkan buku-buku mereka agar mereka terdorong untuk terus menulis. 

Ia juga menyelenggarakan Festival Bonorowo Menulis (FBM) 2017 yang digelar di Desa Bangoan, Kecamatan Kedungwaru. Kabupaten Tulungagung. Festival ini sekaligus menjadi momentum pencanangan Bangoan Kampung Literasi dengan berbagai kegiatan menarik seperti Pameran Literasi, Pustaka Bonorowo, Talkshow Literasi,  Workshop Literasi, Launching dan Bedah Buku karya penulis Tulungagung, Lomba Poster, Blog, Vlog, dan Fotografi, Hiburan dan Seni Panggung Literasi, Pesta Dolanan Anak, dan lain-lain.

Saya pernah datang ke rumah Bunda Cut dan melihat rumahnya yang jadi perpustakaan umum bagi masyarakat sekitar. Dedikasinya pada dunia literasi sungguh mengagumkan karena jelas dunia yang digelutinya ini tidak mendatangkan keuntungan finansial dan bahkan membuatnya harus jungkir balik memikirkan dana bagi berbagai kegiatan yang dilakukannya. Dunia literasi juga bukan tempat yang bisa memberi kita popularitas. “Ini dunia yang sunyi,” katanya ketika tampil di Sarasehan Literasi UNESA saat itu.

Selain Bunda Cut, saya juga mengagumi dua orang teman di Aceh. Satu yang menjadi Ketua IGI Propinsi Aceh, Pak Imran Lahore dan satunya Pak Tabrani Yunis. Dedikasi mereka pada dunia literasi dan pendidikan pada umumnya, sangat tinggi. Visi mereka untuk memajukan dunia pendidikan Aceh melalui literasi mendorong mereka untuk berkeliling dari satu kabupaten ke kabupaten mengajak semua pihak untuk mulai peduli pada pentingnya membaca buku bagi anak-anak. They knock all doors from one place to another.Dengan Pak Imran saya sudah diajak untuk bersafari dari satu kabupaten ke kabupaten lain sebanyak tiga kali. Meski ia kadang geram melihat betapa tidak pedulinya beberapa pejabat Disdik pada amanah yang diembannya, tapi ia tidak merasa lelah dan terus mengajak mereka untuk melakukan tindakan nyata pada upaya untuk menghadirkan pendidikan yang bermutu bagi anak-anak di Propinsi Aceh. 

Seringkali ia harus mengeluarkan dana pribadi untuk kegiatan safari literasi tersebut, karena tak acuhnya daerah yang ia datangi. Ia bahkan menjuluki mobil Kijang tuanya tersebut sebagai “Mobil Literasi”.

Suatu ketika ia ditanya apakah ia bersedia untuk menjadi kepala sekolah dan ia menggeleng. Baginya berkeliling dari satu kabupaten ke kabupaten lain untuk mengadakan berbagai pelatihan dan seminar literasi lebih memberikan manfaat yang lebih luas ketimbang hanya jadi kepala bagi satu sekolah saja. Saya heran karena saya tahu banyak guru yang mau membayar puluhan juta agar ia bisa diangkat menjadi kepala sekolah, tapi Pak Imran ini bahkan menolak.

Pak Tabrani sendiri sudah sejak lama saya kenal sebagai seorang pejuang pendidikan. Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, menerbitkan majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan. Sampai saat ini ia telah melatih 1000 orang untuk menulis dimana 700 orang adalah perempuan yang terdiri atas ibu rumah tangga, remaja putri, pelajar dan guru yang datang dari berbagai kabupaten di Aceh. Mereka dibiayai untuk hadir di Banda Aceh dan materi penulisan yang diberikan bermacam-macam, termasuk penulisan opini dan penulisan sastra, seperti cerpen. Selain dia sendiri, Tabrani mengundang para penulis yang sesuai dengan bidangnya untuk memberikan materi dalam pelatihan-pelatihan itu.

Tabrani adalah Alumnus Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala. Tabrani sendiri telah menulis lebih dari 400 artikel yang tersebar di berbagai media cetak daerah dan nasional.

Mengapa berfokus pada perempuan?

Ia mengamati bahwa hampir semua tulisan yang muncul di media massa ditulis laki-laki. Tulisan perempuan sangat jarang didapat. Oleh sebab itu ia mendorong agar perempuan Aceh punya keberanian, kemampuan, dan keinginan menulis. “Karena dengan menulis, bisa menjadi obat bagi mereka. Sekaligus bisa memberikan keuntungan ekonomi.” demikian katanya

Sebagai tempat belajar dan menampung tulisan mereka pada tahun 2003 Tabrani menerbitkan majalah “Potret”. Majalah ini khusus mengangkat isu-isu perempuan. Sekitar 60-70 persen penulis di majalah ini adalah perempuan yang pernah dilatih menulis itu. Selebihnya adalah penulis dari kalangan aktivis, pengamat, dan akademisi.

Ketiga sosok ini adalah orang-orang yang mendatangkan rasa kagum saya. Mereka adalah orang-orang yang melangkah di ‘jalan sunyi’. Sungguh tidak banyak di antara kita yang mau mengorbankan kehidupan yang nyaman untuk sebuah perjuangan yang seringkali tidak diperhatikan dan tidak dihargai oleh masyarakat sekitar.

Apa yang mendorong mereka begitu berkomitmen pada ‘jalan sunyi’ mereka masing-masing? ‘Love’, kata Bunda Cut. Ia mencintai apa yang ia lakukan sekarang. “Change”, kata Pak Imran. “Literate Community” bagi Pak Tabrani. Mereka ingin agar masyarakat di sekitar berubah menjadi jauh lebih baik daripada yang ada sekarang dan mereka bersedia untuk menjadi ‘the agent of change’ tersebut meski harus berjalan di jalan yang sunyi. 

Melalui tulisan ini saya ingin sampaikan penghargaan dan rasa hormat saya pada mereka. Kudos for you, guys.

Banda Aceh, 22 Nopember 2017

Related

Previous Post

Hanya Asa

Next Post

Asal Mula Mukim Cot Saluran

admin

admin

Next Post

Asal Mula Mukim Cot Saluran

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Bunda  Siapa Meminta – Minta?

Bunda Siapa Meminta – Minta?

11 hours ago
Produk UMKM Ci Rasa Brownies Raih Penghargaan dari Pj Bupati Abdya

Produk UMKM Ci Rasa Brownies Raih Penghargaan dari Pj Bupati Abdya

11 hours ago

Trending

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

6 days ago

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

5 years ago

Popular

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

Majalah POTRET Gelar Lomba Menulis Essai Se-Aceh

6 days ago

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

9 months ago
Nasehat Kepemimpinan dari Sang Perdana Menteri

Nasehat Kepemimpinan dari Sang Perdana Menteri

3 weeks ago

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

5 years ago
Islam, Demokrasi dan Keadilan sosial: Catatan Atas Pidato Dato’ Seri Anwar Ibrahim

Islam, Demokrasi dan Keadilan sosial: Catatan Atas Pidato Dato’ Seri Anwar Ibrahim

3 weeks ago

Spam Blocked

2,151 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version