• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Thursday, October 5, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Cerita

Asal Mula Mukim Cot Saluran

admin by admin
November 23, 2021
in Cerita, fajar Hidayah, Legenda, Potret Remaja
0
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Amira Uzlifatul Jannah

Siswi Kelas VIII SMP Fajar Hidayah

 

Pada zaman dahulu, di sebuah desa kecil di pinggiran kota kerajaan, hiduplah beberapa Puak keluarga dengan damai. Semuanya aman tenteram tanpa ada yang mengganggu. Sehari-hari, penduduk desa menggarap sawah atau menggembala ternak.

Hari itu, penduduk desa berembuk untuk memperbaiki balai desa. Disepakatilah untuk diadakan gotong royong. Semua orang berbondong-bondong datang dengan alat-alat di tangan. Ada yang membawa cangkul, linggis, parang dan ibu-ibu membawa minuman serta cemilan. Suasana saat itu riuh rendah. Beberapa orang bekerja sambil berdendang. Beberapa lainnya saling bergurau.

Ketika hari menjelang siang, seorang lelaki tua yang tinggal di kebun dekat persawahan sibuk mencangkuli bebatuan di tempat yang akan digunakan untuk peletakan batu pondasi. Ketika ia berusaha mencungkil batu yang tancapannya paling dalam, sedikit air terciprat ke wajahnya.

“Hah, apa ini?” gumamnya.

Lelaki yang kerap disapa Yah Bit itu mempercepat pekerjaannya dan berhasil mengangkat batu tersebut. Ternyata, cekungan bekas batu itu sudah dipenuhi genangan air bersih.

“Apa itu, Yah Bit?” tanya salah satu pemuda desa.

“Sepertinya ini mata air,” celetuk warga yang lain.

Kepala desa memasuki kerumunan dan memeriksa sumber air itu, “Kita biarkan saja dulu. Paling sebentar lagi juga bakal mengering,”

Ucapan kepala desai tu bertentangan dengan yang sesungguhnya terjadi. Beberapa minggu setelah kerja bakti hari itu, air dari mata air itu semakin deras dan kadang-kadang melambung seperti air mancur. Balai desa yang dibuat tepat di sampingnya itu kayunya melapuk karena sering terkena air. Warga mulai resah. Bahkan belakangan ini, mata air itu mulai membentuk genangan air. Balai desa yang dibuat berbentuk panggung itu sudah di kelilingi dengan mata air.

Warga protes ke Yah Bit. Menurut mereka, mata air itu sudah di sumpal para nenek moyang dengan batu besar itu agar tidak membanjiri pemukiman. Tapi Yah Bit malah membuka gerbang menuju kehancuran desa. Yah Bit merasa sedih. Ia merasa bersalah.

“Bagaimana ini? Desa kita bisa tenggelam!”

“Benar! Kalau dibiarkan bisa menjadi telaga bahkan danau!”

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?!”

Di tengah ribut-ribut warga, seorang nenek renta yang tinggal di dekat balai desa datang dengan lesung besar di tangannya.

Nek Nyak, begitu biasa disapa, adalah wanita bijak dan sering memberi nasihat untuk orang yang mendatanginya.

“Kalau tetua kita menyumpal mata air ini, maka kita sekarang juga harus menyumpalnya,” kata Nek Nyak. Ia mengangkat lesung dengan susah payah dan menyerahkannya kepada Yah Bit. “Nak, tancapkan lesung ini di asal mata air nya. Lalu, buat aliran agar airnya menuju sawah kita,”

Yah Bit mengangguk dan segera mendatangi tempat ia menemukan mata air itu. Dengan sekuat tenaga, ia mengangkat tangannya dan menekan lesung itu. Air yang mengalir tampak surut. Warga lain langsung menggerakkan cangkul dan mengalirkan air ke sawah terdekat.

“Dengan begini, aliran air akan terhambat sehingga tidak ada banjir. Selain itu, air nya masih bisa berguna untuk kita,” ujar Nek Nyak.

Lama setelah itu, aliran air dari mata air itu terus meluas dan menjalar kemana-mana. Kampung-kampung sekitar pun juga mendapat penghidupan dari sana. Lama-kelamaan, aliran itu dijadikan irigasi. Di sekitar situ, penduduk mulai membuat rumah dan mendirikan toko. Kampung-kampung yang berada di sepanjang irigasi itu disebut dengan Cot Saluran. Sekarang, Pemukiman Cot Saluran telah menjadi salah satu dari 3 mukim yang ada di Kecamatan Blang Bintang.  

Related

Previous Post

JALAN YANG SUNYI

Next Post

PANDEMI

admin

admin

Next Post

PANDEMI

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Profesor Agung Pranoto Mengapresiasikan Buku Sajak Secangkir Air Mata,  Karya Hamdani Mulya

Profesor Agung Pranoto Mengapresiasikan Buku Sajak Secangkir Air Mata, Karya Hamdani Mulya

9 hours ago
Kajian Millenial RTA Aceh Utara Kembali Hadir di Geureudong Kupi Bulan Ini, Bahas Ilmu Parenting

Kajian Millenial RTA Aceh Utara Kembali Hadir di Geureudong Kupi Bulan Ini, Bahas Ilmu Parenting

10 hours ago

Trending

Amplop Tua Itu

Amplop Tua Itu

1 day ago
Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

1 year ago

Popular

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

1 year ago
Mewaspadai Cyberbullying Pada Anak

Melihat Sisi Lain Kaum Remaja

2 weeks ago
Nasib Perempuan di Lokasi Tambang Blang Nisam

Nasib Perempuan di Lokasi Tambang Blang Nisam

1 month ago
Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

1 year ago
Amplop Tua Itu

Amplop Tua Itu

1 day ago

Spam Blocked

22,523 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version