Mencari Ayah Mati|
– bagi Sandy Sr
Sandi Ramadhan: Tuhan membiarkan aku sendiri berkuda ke dataran sunyi,
mencari ayah dengan teropong ompong naluri.
Seseorang yang Mungkin Aku: kau tak bisa begitu sayang, jika tak ingin bisu
membaringkan tubuhmu untuk dipajang, di sepanjang jalan lengang, menuju tiang tanpa sembahyang.
Sandi Ramadhan: hidupku terlanjur sungsang, Tuan.
jangan pura-pura mengenal aku hanya dengan kuterima senyummu dengan hambar.
Seseorang yang Mungkin Aku: senyummu tak pernah memberikan aku sumber tahu,
bahwa dalam diam airmatamu mengkhianati haru.
Bayang-bayang Ayah: maksud Anda?
Seseorang yang Mungkin Aku: maafkan aku ayah, dan biarkan
selanjutnya Anda kupanggil ayah.
Bayang-bayang Ayah: silakan, Tuan!
Seseorang yang Mungkin Aku: kita belum saling kenal, Assalamu ‘Alaikum ayah,
aku datang dari masalalu yang sejak kematian ayah hidupku bingung, canggung,
buntung, dan kesialan menyisihkan harapku.
Bayang-bayang Ayah: kau memiliki Tuhan?
Seseorang yang Mungkin Aku: tentu ayah, meski pada hal-hal tertentu
Tuhan kutinggalkan di ruang tunggu.
Sandi Ramadhan: O, kau hendak menantang aku? kau kata-katai aku
di depan lelaki yang memuakkan itu?
Bayang-bayang Ayah: muntahkan!
Seseorang yang Mungkin Aku: ayah, hidup kita yang payah bukan pilihan semata,
tapi juga bagaimana kita menyelamatkan rukun manusia.
Bayang-bayang Ayah: aku benci makrifat!
Seseorang yang Mungkin Aku: bencilah makrifat jika perlu ayah,
tapi jangan benci adikku yang tampan dan berbuat baik
sepanjang hidupnya untuk ibu, untuk Berry, dan Sella.
Sandi Ramadhan: ini bukan pasar tempat memadati hati rongsokan
yang gampang bilang kasihan.
Seseorang yang Mungkin Aku: Sandi..
Sandi Ramadhan: arrghh.. kau mengerti apa tentang hati yang terkunci,
kau miliki ribuan apa untuk menyerbu dan memundurkan benci, kau tahu apa tentang hati ibu yang tertikam belati, kau tahu apa sunyi membunuh tubuh tanpa peduli, bahwa adik-adikku juga butuh kata
“ayah” dan bukan hanya memeluk mimpi. aku gagah dan perkasa,percaya pada pesona angkasa dan doa yang memutihkan awan
berhenti berbicara Tuan, pergilah dan jangan pernah kembali, kecuali membawa benci. seperti lelaki yang sibuk menyiangi birahi tak tahu diri ini. kalian membuat marahku memerahkan seluruh isi bumi.
Bayang-bayang Ayah: sial!
Seseorang yang Mungkin akan sempurna melupakan sisa hidupmu. bunuhlah aku
jika masalahmu tumpul setelah ujung pisau mburaikan nafasku.
Bayang-bayang Ayah: demi Tuhan, demi kemanusiaan. hentikan.
Sandi Ramadhan: aku adalah kerapuhan, entah kapan di mata ibu, di kubur dan hancur luruh harapku.
Morse 11 Oktober 2016 – 27 Oktober 2021
Muhammad Asqalani eNeSTe. Kelahiran Paringgonan, 25 Mei 1988. Menulis dan membaca puisi sejak 2006. Pernah memenangkan lomba menulis dan baca puisi nasional yang membuatnya mendapatkan fasilitas liburan di Singapura. Ia membacakan salah satu sajaknya di National University of Singapore. Selain berbahasa Inggris, ia juga mempelajari Bahasa Esperanto, Spanyol dan Belanda. IG: @muhammadasqalanie. Youtube