Oleh DR. Sulaiman Juned, M.Ssi
Berdomisili di Padang Panjang, Sumatera Barat
“Seniman Teater latihannya seumur hidup. Tak ada pensiun buat seorang seniman kecuali mati” (Arifin C. Noer | Teaterawan Indonesia)
Teater Modern merupakan sebuah karya dan kerja kolektif. Pertunjukannya menjadi penuturan hidup dalam kehidupan manusia. Produksi teater membutuhkan kekompakan tim produksi dan artistik. Kemampuan ini menawarkan wilayah komunikasi teater. Komunikasi bersifat empiris, meskipun cakupannya sampai ke wilayah gagasan, konsep, emosional dan prilaku. Pementasan teater akan berkualitas apabila memiliki kematangan identitas. Kematangan identitas akan terjadi lewat kualitas artistik dalam mewujudkan realitas teater melalui spektakel (bahasa panggung) meruang dalam peristiwa teater. Bahasa pangung (spektakel) yang utama adalah aktor.
Transformasi ke realitas pertunjukan merupakan tugas aktor/aktris yang harus cerdas dalam menafsirkan lakon untuk memunculkan konsep akting. Aktor sepanjang pertunjukan hendaknya cakap dalam menciptakan laku, meruangkan sudut pandang dramatik lakon dan penciptaan ruang teaterikal. Aktor juga harus memiliki nalar yang tinggi. Sesungguhnya kerja teater tidak dapat diraih dalam tempo yang singkat, namun harus ditempuh dalam rentang waktu berpuluh tahun. Kerja teater bagi seorang aktor butuh wawasan, kecerdasan, kesabaran, ketekunan, dan tawakal serta latihan terus menerus tak henti.
Menjadi aktor yang handal bukanlah memilih naskah lakon lalu latihan. Namun butuh latihan dasar yang tak henti. Latihan tersebut, yakni Pernafasan, Olah Vokal, Olah Tubuh, dan Olah Sukma, serta Meditasi. Proses latihan inilah yang selalu penulis lakukan bersama di Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang semenjak berdiri tahunn1997 sampai dengan hari ini (2021) yang latihan dasar dilakukan setiap hari Minggu di sekretariat seni Kuflet, Kampung Jambak Padangpanjang.
Mempersiapkan tubuh untuk menghadapi latihan melalui tekhnik dasar secara berkesinambungan. Tubuh harus diolah seperti ‘tanah liat’ (harus mampu dipadatkan dan dilenturkan). Sementara vokal sebagai kenderaan imaji harus mampu menyampaikan pesan ke telinga penonton. Rasa, sukma dan meditasi merupakan perangkat dalam pembentukan diri seorang aktor/aktris untuk selalu menerima rangsangan sensitif dari otak mengelola penguatan tubuh, vokal dan emosi yang terpancar melalui hati. Latihan seperti ini mengerahkan kekuatan rohani dan pikiran. Inilah yang penulis lakukan dalam proses kreatif melatih anggota Komunitas Seni Kuflet, yang dulu juga sering penulis lakukan untuk anggota Sanggar Cempala Karya Banda Aceh di lapangan Tenis atawa di bawah pohon besar dekan Kantin Cempala Darussalam, Banda Aceh. Juga sesekali latihannya di hall FKIP Unsyiah (kini= USK) secara rutin setiap minggu tanpa henti agar calon aktor/aktris tersebut insyaAllah menjadi teaterawan muda dari kota Padangpanjang untuk masa depan Indonesia. Pendidikan teater ini akan berguna bagi pendidikan nasional khususnya bagi anak-anak yang akhirnya memiliki kemampuan dan wawasan tentang seni dalam menciptakan pendidikan berkarakter. Bravo! (Sulaiman Juned).