Mendengar nama Blora, kita semua tahu bahwa Blora adalah 1 (satu) Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Blora yang dikenal dengan julukan “Kota Jati” memiliki ikon flora yang juga “Jati”, berjarak 127 km di sebelah timur Jawa Tengah. Dengan jumlah penduduk 925.642 (2019) dan luas wilayah 1.820,59 km, secara Administratif Blora berbatasan langsung dengan beberapa Kabupaten.
Di sisi utara Blora, berbatasan dengan Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang. Di sisi Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (Jatim). Di sisi Timur, Blora berbatasan dengan Kabupaten Bojonegoro, dan di sisi Barat, Blora berbatasan dengan Kabupaten Grobokan.Itulah selintas tentang Kota Blora yang menjadi tempat bersejarah bagi seorang pejuang perempuan Aceh, yang sampai batas usia dan perjuangannya membela marwah bangsa, berakhir di Blora.
Pocut Meurah Intan, dikenal juga dengan nama Pocut Di Biheue, berdasarkan catatan sejarah, beliau lahir di Biheue Tahun 1833 dan merupakan pejuang perempuan Aceh yang berasal dari sebuah daerah Kenegaraan (Ulee Balang), di daerah kekuasaan Kesultanan Aceh, yang berdiri sejak 1496 – 1903.
Biheue masuk ke dalam wilayah Sagi XXII Mukim, akibat terjadi konflik politik pada abad XIX, Biheue menjadi bagian wilayah XII Mukim, yang mencakup dan menguasai daerah Pidie, Batee, Padang Tiji, Kalee dan Laweung.
Pocut Meurah Intan/Pocut Di Biheue bersuamikan Tuanku Abdul Majid bin Tuanku Abbas bin Sultan Alauddin Johar Alamsyah. Beliau memiliki 3 putra yang kesemuanya adalah pejuang muda yang tangguh, seperti Tuanku Muhammad Batee, Tuanku Budiman dan Tuanku Nurdin. Pocut Di Bihue juga Ibunda dari Permaisuri Raja Aceh terakhir, Sultan Muhammad Daud Syah, yang mangkat Tahun 1939 dalam pengasingannya di Batavia.
Sebagai Komandan Gerilya, dalam perjuangannya, Pocut sangat di incar dan menjadi target utama penjajah Belanda, hingga beliau dapat ditangkap di Wilayah Laweung pada tahun 1902.Pasukan Belanda yang di pimpin Velman menjuluki keberanian aksiperlawanannya dengan julukan “Heldaftig ” yang berarti “Gagah Berani”. Walau tubuh serta badan tercabik dan terkoyak-koyak oleh senjata perang, namun semangat berjuang demi kedaulatan bangsa menjadi tekadnya.
Setelah ditangkap lalu dipenjarakan oleh Belandabersama anaknya di Kutaradja, Belanda memutuskan untuk membuang dan mengasingkan Pocut ke Blora tahun 1905, bersama anaknya Tuanku Budiman dan Tuanku Nurdin, sedangkan Tuanku Muhammad Batee di buang dan diangsingkan ke suatu tempat di Sulawesi Utara.
Dalam pengasingannya di Blora, Pocut Meurah Intan/Pocut Di Biheue bersahabat baik dengan seorang Ningrat yang bernama RM Ngabehi Dono Muchammad. Dengan akrabnya persahatan itu, Pocut berpesan, jika beliau mangkat, izinkanlah dia dimakamkan di Blora,dan RM. Ngabehi Dono Muchammad mengabulkan pesan itu. Hingga kini makam Pocut Meurah Intan berada di Komplek Makam Tegal Sari, Dukuh Punggur Tegalan, desa Temu Rejo, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, yang berjarak + 5 km arah utara alun-alun Kota Blora.
Sungguh hebat dan dahsyatnya perjuangan dan perlawanan Pocut Meurah Intan, hingga mengkat dalam pengasingannya pada tanggal 20 September 1937, di Blora, kota tercintanya.
Hingga saat ini perjuangan pejuang perempuan Aceh Pocut Meurah Intan menjadi semangat untuk peziarah, generasi muda, masyarakat Nusantara. Makam yang berbentuk nisan “khas” itu, tidak dihiasi oleh kehebatan apapun. Bahkan tulisan 2091937 tanggal mangkatnyapun hampir hilang tertutup dan tersapu cat yang lekang. Kondisi makam pejuang ini, perlu ditingkatkan perawatan dan perbaikannya demi menjaga serta melestarikan salah satu potensi cagar budaya di Blora.
Suatu kehormatan bagi Rakyat dan Pemerintah Aceh, demi terwujudnya upaya pelestarian potensi Cagar Budaya dan perawatan makam terhormat pejuang perempuan Aceh itu, Bupati Kabupaten Blora Secara khusus mengirimkan surat kepada Gubernur Pemerintah Aceh, Tanggal 17 Juni 2021 dengan No. 459/2233. Surat khususnya ini berisi permohonan bantuan renovasi sekaligus merawat bersama makam pejuang bangsa ini. Secara rinci Bapak Bupati Blora menjabarkan permohonannya agar silaturahmi Aceh – Blora tetap terjalin dengan rajutan “ Kilas Sejarah” yang dijaga hingga kini.
Mari kita rakyat dan Pemerintah Aceh bersatu fikir dan bersama sikap untuk menghargai jasa –jasa para pejuang dengan segala kemampuan, akal dan ilmu yang sudah di berikan Allah SWT.
Semoga Pusara yang telah bertahun menjadi bukti hebatnya semangat perjuangan “Pejuang” Aceh ini, akan terus dihiasi oleh doa-doa dari peziarah Nuasanta
Cut Putri Alyanur
BPPA di Jakarta