Oleh: Iva Hashanah
Berdomisili di Sidoarjo, Java Timur
Sudah hampir satu tahun Lilik dan kawan-kawannya di Gresik harus berjibaku menyelamatkan ekonomi keluarganya akibat suami mereka di PHK karena pendemi. Lilik adalah leaderdi Sekolah Perempuan yang mayoritas beranggotakan perempuan miskin dan penyintas kawin anak mendirikan usaha makanan minuman bagi anggotanya agar dapur mereka terus mengepul. Situasi lebih buruk dialami tetangga desa yang berinisial IS, perempuan miskin kawin di usia anak yang tak berdaya “dijual” suaminya melalui media sosial. Suami yang berdalih karena kebutuhan rumah tangga, sejak dia yang berprofesi penabuh kendang ini tak ada panggilan lagi selama pendemi.
Dua potret perempuan yang menikah di usia anak ini memberikan informasi bahwa hidup bersama pendemi bagi perempuan tidak mudah bahkan bisa menjadi kiamat jika tidak kritis dan kreatif menghadapinya. Perempuan di Indonesia yang masih rentan didera bentuk-bentuk ketidakadilan berbasis gender seperti kawin di usia anak, kekerasan dalam rumah tangga, eksploitasi ekonomi.
KPS2K Jawa Timur dalam sebuah hasil asesmen di 3 kota Jawa Timur terhadap beban kerja perempuan di masa pendemi yang naik dari rata-rata 12 jam menjadi hampir 20 jam sehari terutama bagi mereka yang harus bekerja dari rumah (work from home).
Permohonan dispensasi kawin di pengadilan agama seluruh Indonesia menembus 64.000 permohonan. Data ini naik jika dibandingkan tahun 2019 ada 23.865 permohonan. Sedangkan BPS, Bapenas, UNICEF dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia dalam laporan “Pencegahan Perkawinan Anak:Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda” yang diluncurkan tahun 2020 menyatakan perempuan berumur 20-24 tahun yang menikah sebelum berusia 18 tahun diperkirakan ada sekitar 1.220.900 orang pada tahun 2018. Data ini memperkuat laporan dari Global Gender DAP Report 2020-2021, Indonesia turun peringkat dari 85 ke 101 dari 156 negara. Tahun 2019 sebelum Covid-19 masih diperingkat 85 dengan skor 0,70. Potret ketimpangan gender dimonitor dari empat dimensi utama partisipasi dan kesempatan ekonomi, tingkat Pendidikan, kesehatan dan harapan hidup, pemberdayaan politik.
Dapat dibayangkan jika jutaan anak perempuan menikah di usia dini akan lebih rentan mengalami kemiskinan. Perkawinan anak dapat dikorelasikan dengan lama masa Pendidikan, jumlah pengangguran terbuka, kesehatan ibu dan anak, rentan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga serta kemarginalisasian lainnya. Dengan kata lain Indonesia akan lebih sulit mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terutama yang berkaitan langsung dengan Tujuan SDGs pada pilar Sosial yang terdiri dari Tujuan 1)Tanpa Kemiskinan, 2)Tanpa Kelaparan, 3)Kehidupan Sehat dan Sejahtera, 4) Pendidikan Berkualitas, 5) Kesetaraan Gender.
Menjadi sangat penting saat ini, mendorong semua pihak agar melakukan pencegahan dan mengatasi kecenderungan meningkatnya praktik kawin anak yang dipicu pendemi. Dengan membangun ketahanan masyarakat miskin yang berada pada kondisi rentan, dapat belajar dari keberhasilan Sekolah Perempuan di Gresik. Upaya Lilik dan kawan-kawan sebagai penyintas kawin anak mampu menjadi pelaku perubahan sosial ditengah-tengah komunitasnya, mereka melakukan pendekatan one on onedan pengorganisasian untuk merubah mental model lingkungannya bahwa kawin anak tidak akan membawa masa depan yang lebih baik bagi anak-anak.
Bahkan dengan pola pemberdayaan kritis ini, terbukti Sekolah Perempuan sigap mengadvokasi berbagai program pemerintah tepat sasaran, mendirikan usaha-usaha yang bisa diakses oleh para perempuan didesanya melalui pondok jamu yang sangat potensial di saat pendemi. Mereka juga mengaktifkan pos pengaduan mandiri jika ada tetangga yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga maupun kesulitan lain seperti menghadapi sekolah anak secara daring.
Upaya yang dilakukan oleh Lilik dan Sekolah Perempuan membuktikan bahwa mereka mampu mempertahankan kondisi agar tidak terjerumus pada situasi kemiskinan yang parah akibat pendemi, justru menjadi sebuah inisiatif yang dapat membantu mempercepat pencapaian tujuan SDGs. Dan akan merubah perempuan miskin seperti IS menjadi pelopor pembangunan di desanya.