Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili do Depok
Di hari Idul Qurban, ketika saya selalu terharu dengan kepatuhan Ibrahim r.a. dan putranya Ismail r.a. kepada perintah Tuhan yg merupakan representasi Kebenaran (Veritas), Kejujuran (Probitas) dan Keadilan (Iustitia), 3 “Values UI” yang merupakan sifat utama kecendekiawanan atau ulama atau penerus para Nabi.
Saya dikejutkan dan langsung bersedih membaca berita bahwa Statuta UI yang melarang jabatan rangkap rektor UI menjadi Komisaris di BUMN, diubah menjadi Statuta UI baru, Peraturan Pemerintah (PP) baru dan membolehkan rektor menjadi Komisaris. Tak lama, saya dikirimi seorang pegiat anti korupsi yang pendiam sebuah piramida dengan “posisi UI” hanya selapis di atas Amoral (Levels of Moral Maturity, Reidenbach and Robin, 1991 p. 274).
Ketika Presiden menandatangani PP revisi dan memutihkan pelanggaran Statuta UI oleh Rektor UI, maka saya langsung berkesimpulan bahwa yang sedang mengencingi “Veritas, Probitas, Iustisia” dari Universitas pembawa nama Indonesia dan terbaik di negeri ini bukan hanya rektor, mereka melakukan secara kolektif. Mengapa ?
PP yang merupakan legalitas Statuta UI itu ditandatangani Presiden. Presiden pasti menerima usulan dari Kemdikbud dan Kemdikbud menerima usulan dari keputusan kolektif kolegial dari 4 organ UI: Senat Akademik Universitas, Dewan Guru Besar, MWA dan Rektor. Jadi semua otoritas akhirnya melegalkan perilaku yang dilakukan oleh Rektor UI.
Urusan kencing mengencing, saya jadi ingat kawasan RT saya yang merupakan selokan dan pagar tinggi sebuah stadion sepakbola. Karena sepi, kadangkala sopir angkot kencing di selokan ditutupi mobilnya dan karena sebal warga sekitar menulisi plang “Tempat Ini Bukan WC yang kencing Anji#g”. Saya jadi tersenyum karena analogi kasus di atas adalah, jika saya mencabut plang itu dan mengganti dengan papan resmi RT dan tertulis di plang “Ini WC silahkan kencing di sini”.
UI: Veritas, Probitas, Iustisia
Bahasa Indonesianya adalah BENAR, JUJUR, ADIL. Inilah “Slogan” Universitas Indonesia (UI) yang menempel di Logonya. Tak usahlah saya kupas makna kata yang ibarat mantra dan sudah mirip Sidiq, Amanah, Tabliq dan Fathonahnya kanjeng Nabi SAW.
Jika benar Rektor UI saat ini menjadi Komisaris di sebuah BUMN, maka sebagai “Presiden” di UI, beliau sudah melanggar Statuta UI (berbentuk PP) sebagai “Konstitusi”. MWA sebagai Organ “Tertinggi” selain Dewan Guru Besar-DGB (penanggung jawab etik) dan Senat Akademik (penangung jawab akademik) wajib bersikap.
Belum lama UI tenang dipimpin “Presiden” Prof. Anis dan Ketua “MPR/DPR” Erry Riana Harjapamekas, dikawal Ketua “MK” Prof. Harkristuti Harkrisnowo, sesudah gonjang ganjing. Jika tidak disikapi dengan bijak, maka kegaduhan akan terulang. Semoga Ketua MWA UI saat ini Saleh Husin, mampu meredam gejolak di UI, apalagi ditemani oleh Erick Tohir (Meneg BUMN) dan Sri Mulyani (Menkeu) dan 2 mantan Menteri di jajaran MWA.
Jika tidak diselesaikan, tidak sedikit yang menganggap Veritas, Probitas, Iustisia itu memiliki tuah menjaga moral bangsa, setidaknya semua pencinta UI. Mereka (setidaknya saya) akan anggap kata bertuah ini dikencingi dengan sengaja.
Alumni UI-79/Mantan Sekretaris MWA UI