Oleh Tabrani Yunis
Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh
Beberapa tulisan sebelumnya, seperti, “Dosen Generasi Baby Bommer dan Mahasiswa Milenial” tulisan dengan dengan judul “Mencari Jalan keluar dari Kesesatan di Belantara Kampus “ dan dua tuisan lainnya yakni “ Baca Judul saja dan Baca sampai selesai, yang dimuat atau posting di laman Potretonline.com, adalah tulisan yang lahir sebagai akibat dari keprihatinan terhadap banyaknya mahasiswa yang tersesat di belantara kampus dan rendahnya minat membaca para mahasiswa saat ini.
Tersesatnya banyak mahasiswa di belantara kampus menimbulkan sejumlah pertanyaan. Misalnya, apa yang menyebabkan mereka tersesat di belantara kampus? Kita juga mungkin akan bertanya, dengan pertanyaan salah siapa? Namun, pertanyaan ini akan dihadapkan dengan penolakan-penolakan atau bantahan, karena pada dasarnya tidak ada yang mau disalahkan atau dijadikan kambing hitam. Ya, Siapa yang menyesatkan mereka?”. Oleh sebab itu, lebih baik kita mencoba menggali penyebabnya hingga menemukan akar masalahnya.
Nah, bila teliti dan menggali apa yang melatarbelakangi atau mencari tahu apa penyebab tersesatnya banyak mahasiswa di belantara kampus, maka kita bisa menemukan banyak faktor penyebabnya. Tentu ada faktor internal dan eksternal dari tragedi itu. Faktor pertama, merupakan faktor internal yakni faktor pada diri sang siswa dan mahasiswa itu sendiri. Mereka banyak yang tidak tahu atau tidak faham atau tidak mengenal dengan baik jurusan yang mereka pilih. Mereka asal pilih saja, tanpa mau mencari tahu, mencari informasi tentang masa depan pendidikan mereka. Tidak sedikit pula memilih jurusan karena ikut-ikutan teman. Mengapa demikian? Peneyebabnya adalah karena kurang mau membaca. Sudah kurang membaca, maka kurang mau bertanya. Padahal di era digital ini, sumber informasi begitu banyak. Bila malu bertanya kepada orang lain, mereka bisa menggunakan mesin pencari atau searching di internet. Ya, om Google bisa memberikan jawaban, asal mau membaca.
Kedua, keluar dari diri mereka, sebagai faktor eksternal, karena ketika mereka masih belajar di jenjang pendidikan menengah atas ( SMA dan sederajat) tidak memdapat bimbingan karir di sekolah asal mereka. Bisa saja penyebab lainnya karena sekolah tidak memiliki tenaga Bimbingan dan konseling yang bisa membantu memberikan bimbingan karir kepada mereka. Selain itu, bisa karena tidak berfungsinya Bimpen atau guru Bimpen atau guru BK di sekolah-sekolah. Kesalahan sekolah tentu tidak tunggal dan penyebabnya di sekolah saja, tetapi tidak terlepas dari lembaga pengurus pendidikan seperti dinas pendidikan di tingkat Kabupaten/kota dan provinsi, bahkan depdikbud yang kurang perhatian terhadap masalah ini.
Faktor ketiga, adalah orang tua. Banyak orang tua yang memaksakan anak mereka memilih jurusan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan kemauan anak-anak mereka. Sehingga anak memilih jurusan pilihan orang tua. Tentu masih ada faktor-faktor lain yang dapat kita gali lebih dalam.
Jadi, dengan demikian kita bisa melihat sesungguhnya ketidaktahuan banyak siswa dalam memilih jurusan di perguruan tinggi karena kurang membaca, tidak mendapat bimbingan orang tua dan bimbingan dari pihak sekolah, serta kurangnya perhatian dinas terkait, telah menyebabkan banyak mahasiswa di kampus tersesat dan terus terombang ambing dalam ketidak pastian menempuh pendidikan. Akibatnya, mereka menyelesaikan kuliah hanya sekadar mendapatkan ijazah. Akhirnya, mereka selesai kuliah tanpa arah yang benar. Ingin buka usaha, tidak punya kapasitas dan sebagainya. Akhirnya menambah panjang daftar penggangguran. Ironis bukan?
Tentu saja ironis. Bukan hanya ironis, tetapi sangat merugikan para mahasiswa tersebut. Dikatakan rugi, karena mereka akan menjadi sarjana yang serba tanggung. Mereka akan sulit menempatkan atau memposisikan diri dalam sebuah pekerjaan yang seharusnya mereka bisa membangun kehidupan tang baik sesuai dengan latar belakang pendidikan, namun karena salah memilih pendidikan, mereka sulit membangun kehidupan yang lebih baik setelah selesai kualiah di kampus. Oleh sebab itu, tidaklah bijak membiarkan mereka tersesat lagi di Kampus. Harus ada upaya untuk membebaskan mereka lepas atau keluar dari kesesatan di belantara kampus.
Pertanyaannya, bagaimana kita membebaskan atau mencegah agar tidak ada lagi mahasiswa yang tersesat di belantara kampus tersebut? Adakah jalan keluarnya? Ibarat kita memberikan maize, mainan edukasi kepada anak belajar mencari solusi, melepaskan atau mencegah para siswa tidak sesat lagi dalam memilih jurusan itu bisa ditempuh dengan berbagai cara. Pertama, sejalan dengan kurangnya pemahaman tentang jurusan yang dipilih, orang tua di rumah harus mendorong anak-anak membaca, mencari informasi yang cukup tentang jurusan yang memiliki masa depan yang cerah. Para siswa yang kini melek internet, bisa menggunakan piranti internet untuk mempelajari jurusan yang dipilih. Orang tua bisa berperan memberikan bimbingan karir, namun sangat tergantung pula pada pengetahuan dan pengalaman orang tua. Kedua, sekolah sebagai tempat belajar, harus mengoptimalkan fungsi Bimbingan dan Konseling (BK atau Guru BK) memberikan bimbingan karir kepada para siswa sebelum mereka menyelesaikan pendidikan di jenjang sekolah menengah. Bila tidak ada BK, maka para guru selain guru BK, bisa mengambil peran itu. Kuncinya, guru tersebut juga harus mampu mengarahkan perspektif anak dalam memilih jurusan. Selanjutnya Dinas Pendidikan di semua level, juga bisa memberikan pengarahan kepada sekolah untuk menyediakan pelayanan bimbingan karir di sekolah. Ini merupakan tahapan pencegahan. Lalu, bagaimana dengan mereka yang kini masih berputar-putar, sesat di belantara kampus itu?
Sekali lagi, semua bisa ada solusi bila kita mau mencari jalan keluarnya. Ada banyak jalan. Salah satunya adalah dengan cara mengajak mereka yang sedang sesat memahami masalah pendidikan mereka yang sedang mereka tempuh. Mereka diajak dan dibimbing kembali untuk membangun visi pendidikan mereka. Membangun kembali mimpi baru. menbangun kesadaran untuk keluar dari hutan yang beranama kampus tersebut.
Membangun kesadaran untuk mau melakukan refleksi diri, dan melihat apa tantangan dan ancaman serta peluang yang ada kini dan di masa depan, lalu mengaitkannya dengan potensi yang mereka miliki saat ini. Artinya, akan ada dua pilihan. Pilihan pertama adalah tetap melanjutkan pendidikan di jurusan yang sedang digeluti dengan syarat harus mendalami bidang atau jurusan yang sudah terlanjur ditempuh. Caranya tentu dengan terus meningkatkan kapasitas diri. Banyak membaca dan berdiskusi dan melatih diri. Kuncinya adalah dengan menumbuhkan cinta terhadap jurusan atau bidang yang dipilih. Kalau cinta sudah melekat, maka biasanya upaya peningkatan kapasitas akan bisa dilakukan secara optimal. Kedua, bila memang jurusan tersebut bukan pilihan diri dan dirasakan tidak cocok, maka jalan yang harus ditempuh adalah dengan berhijrah ke bidang atau jurusan lain, atau berhenti dan mencari alternatif.
Nah, bila semua ini dilakukan dengan baik, serius dan berkelanjutan oleh siswa, guru atau sekolah dan bahkan Dinas Pendidikan, maka jumlah mahasiswa yang sesat di belantara kampus bisa berkurang, apabila tidak bisa terhapus semua. Selayaknya kita bebaskan mahasiswa yang tersesat di belantara kampus agar mereka bisa berkembang dan membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan.