Oleh Dewi Sofiana
SPL Nasional Nyalanesia, berdomisili di Bireun, Aceh.
Moment launchingbuku karya siswa selalu menorehkan kebahagiaan di hati saya. Melihat para siswa menggenggam buku hasil karya mereka, adalah sebuah kebahagiaan yang tak terlukis kata. Segala kelelahan yang teramu dalam perjuangan “membidani” karya – karya anak bangsa tersebut menguap tuntas tatkala melihat tulisan karya mereka sudah berwujud dalam sebuah buku.
Masih teringat jelas dalam ingatan ketika saya terpilih dan bergabung dengan sebuah gerakan literasi nasional yang bernama Gerakan Menulis Buku (GMB) Indonesia pada pertengahan Juli 2020 lalu, setelah melalui serangkaian tahapan uji dan penilaian. Bersama dengan 41 pegiat literasi terpilih dari seluruh Indonesia, saya akan turut ambil bagian untuk membumikan dan mengampanyekan gerakan literasi khususnya di daerah sendiri.
Saya berasal dari Kabupaten Bireuen. Kabupaten ini juga merupakan daerah kelahiran saya. sehingga tidaklah heran jika saya memiliki hubungan emosional dan panggilan hati yang kuat untuk daerah yang berjuluk kota juang tersebut. Dalam upaya menyukseskan Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) Nasional, GMB Indonesia yang sekarang sudah berganti nama menjadi Nyalanesia melakukan pemilihan Sosialisator Program Literasi (SPL) Nasional.
Seperti yang telah saya singgung di atas, alhamdulilah saya berhasil terpilih dari 3000-an peserta yang mendaftar. Pada saat itu dari Aceh terpilih hanya dua orang, saya dari Bireuen dan satu lainnya dari Gayo Lues. Kesempatan ini adalah gerbang awal bagi saya untuk menunjukkan dan menjalankan komitmen yang sudah saya teguhkan dalam hati, yakni ingin berbuat sesuatu untuk kemajuan literasi khususnya di daerah kelahiran saya, yaitu Kabupaten Bireuen.
Menurut saya, literasi adalah ruh pendidikan. Pendidikan tak akan maju jika literasi tak hidup di dalamnya. Budaya literasi mesti ditumbuh kembangkan terutama di kalangan pelajar, karena mereka adalah generasi bangsa yang kelak akan melanjutkan estafet kehidupan di masa depan. Berpijak dari pandangan inilah, saya mulai mengayun langkah dan berbuat tentang bagaimana memotivasi dan menggugah kesadaran literasi di kalangan siswa. Untuk memantapkan langkah tak lupa saya awali dengan doa “ Ya Allah, mudahkanlah hamba dalam melangkah dan berbuat untuk kemajuan literasi ”.
Sekolah yang saya jadikan pijakan pertama untuk mengawali kerja mulia ini adalah madrasah tempat dimana saya mengajar sehari-hari. Sebuah madrasah swasta sederhana yang terletak di kawasan pedesaan Kecamatan Juli yaitu Desa Juli Mee Teungoh. Madrasah ini tidak memiliki banyak siswa, hanya sekitar 75 orang yang terdiri dari kelas 1 sampai 3. Di madrasah inilah saya telah mengabdi sebagai guru honorer lebih dari 10 tahun yang lalu. Hampir semua siswanya berasal dari keluarga ekonomi rendah dan latar belakang orang tua dengan pendidikan rendah pula. Tapi kondisi ini tidak melemahkan semangat saya dalam memotivasi mereka untuk terus maju dan meraih prestasi, tak terkecuali menggugah dan merangsang minat literasi terhadap mereka. Saya mengajak anak didik untuk rajin membaca dan menghasilkan karya tulis. Bahkan untuk menyisiati minimnya buku di perpustakaan madrasah, saya mengupayakan kerjasama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Bireun dalam bentuk kunjungan mobil perpustakaan keliling ke madrasah kami agar bisa di akses oleh siswa.
Dalam pelaksanaanya, program literasi yang sedang dijalankan ikut terkendala oleh pandemi covid -19 yang membuat kegiatan sekolah menjadi tidak normal. Untuk memacu semangat siswa didik, sering saya sampaikan berulang – ulang kepada mereka bahwa pandemi telah melumpuhkan pendidikan, tetapi pandemi tidak boleh melumpuhkan kreatifitas dan semangat berkarya. Saya ajak mereka untuk menghasilkan karya tulis berupa puisi dan akan membukukan karya tersebut menjadi antologi bersama melalui Program GSMB Nasional.
Tidak mudah memang. Apalagi melakukan suatu hal baru yang belum pernah dilakukan, yakni menulis buku. Meskipun saya bukan guru Bahasa Indonesia, tetapi dengan segenap kemampuan yang dimiliki saya terus mencoba membimbing, melatih dan menyemangati siswa agar tidak berhenti di tengah jalan. Hasilnya, banyak puisi berhasil ditulis oleh para siswa. Saya hargai setiap tulisan mereka meskipun belum semuanya layak disebut sebagai tulisan yang bagus, karena target awal saya bukanlah pada kualitas tulisan, melainkan tumbuhnya motivasi menulis dalam diri mereka. Mereka mau menulis saja sudah patut diapresiasi dan diacungi jempol, mengingat budaya menulis di kalangan siswa pada umumnya masih tergolong rendah dan sepi peminat.
Berkat latihan terus menerus, akhirnya mereka mulai mampu menulis dan menyampaikan ide dengan tulisan dan bahasa yang bagus. Beragam ide dan tema tertuang dalam puisi – puisi yang mereka tulis. Hasil tersebut semakin menumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa. Dalam waktu satu bulan sudah terkumpul ratusan puisi. Tibalah waktunya untuk menyeleksi puisi terbaik untuk dibukukan sebagai antologi siswa Madrasah Tsanawiyah Swasta Juli.
Bagaikan mimpi rasanya ketika buku antologi karya siswa dengan proses yang tidak mudah itu telah terbit. Sesuatu yang sempat dirasa mustahil itu akhirnya menjelma menjadi kenyataan yang amat membahagiakan. Kebahagian semakin membuncah, ketika digelar launching buku secara sederhana di halaman madrasah yang turut dihadiri oleh orang tua siswa. Sebuah keharuan bagi saya melihat rona bahagia tergambar jelas di wajah siswa penulis dan orang tua yang mendampinginya sembari menggenggam erat buku impian mereka. Pencapaian ini semakin meneguhkan bukti bahwa sekolah di desa dengan segala keterbatasannya bukan penghalang untuk berkarya dan menembus batas dalam berkreatifitas. Komitmen, semangat, dan usaha sungguh – sungguh adalah tangga untuk mewujudkan keberhasilan.
Berlatar pegunungan desa yang menyejukkan mata, acara launching buku berlangsung dengan amat berkesan. Kebahagiaan berpendar pada wajah guru, siswa dan wali siswa atas pencapaian yang berhasil diraih tersebut. Harapannya semoga nyala literasi terus bergelora dan akan lahir buku – buku berikutnya dari tangan para anak negeri.
Dewi Sofiana