Oleh Tabrani Yunis
Pimpinan Redaksi Majalah POTRET
Perayaan hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1422 H baru saja usai. Hari ini sudah memasuki hari ke enam. Kegiatan rutin membuka toko POTRET Gallery di jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya Banda Aceh pun sudah dimulai. Di tengah kesibukan ,melayani konsumen yang berbelanja, tiba-tiba ingatan tertambat pada sebuah kegiatan yang pernah penulis ikuti di bulan Ramadan. Penulis teringat kala itu, usai salat Jumat, waktu sudah pukul 1.45 waktu Indonesia bagian barat, penulis buru-buru meninggalkan toko POTRET Gallery menuju hotel Hermes Palace yang terletak di jalan T.P. Nyak Makam, Lambhuk, Banda Aceh. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, penulis tiba dan parkirkan mobil Ford Everest di parkiran hotel itu, lalu berjalan menuju pintu masuk dan ke meja panitia yang menyelenggarakan acara. Ada acara yang menarik untuk dihadiri, namun karena suasana pandemic, harus mengikuti dan mematuhi protocol kesehatan, sambil registrasi dengan mengisi dan menandatangani beberapa halaman. Bukan hanya itu, tetapi juga harus registrasi untuk PCR. Ya, PCR wajib dilakukan sehubungan dengan masih dalam masa pandemi Covid 19. Alhamdulillah aman dan dipersilakan masuk ke ruang acara.
Kala memasuki ruang, dari depan pintu di dalam ruangan acara, sudah nampak sejumlah peserta yang mendapat undangan Grand Launching 4 pilar Kurikulum Modul Literasi Digital yang dilakukan secara luring di ruang pertemuan Hermes Palace hotel dan juga secara daring, karena kegiatan ini dilakukan di lima kota di Indonesia yang salah satunya adalah Aceh. Pada acara yang di Aceh berdasarkan jumlah yang tertera di undangan, ada 60 peserta yang datang dari beberapa kalangan seperti kalang guru atau pendidik, pejabat dari Dinas Pendidikan, dari pihak yang terlibat dalam program ini seperti pihak Komenterian Komunikasi dan informasi (Kominfo) serta mitra kerjanya seperti Siber Kreasi dan lain-lain. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo ini, merupakan grand launching Kurikulum dan modul literasi digital yang bertujuan untuk mempercepat program transformasi digital Indonesia dan mendorong peningkatan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi masyarakat Indonesia.
Oleh sebab itu, diperlukan upaya dan strategi untuk memaksimalkan literasi digital. Sebagaimana dijelaskan dalam surat undangan ada beberapa upaya yang telah dilakukan antara lain dengan penyusunan Peta Jalan Literasi Digital tahun 2020-2024, yang di dalamnya terdapat kurikulum literasi digital yang mencakup empat (4) pilar kurikulum yaitu, Digital Skills, Digital Safety, Digital Ethics, dan Digital Culture. Kerangka ini kemudian dirumuskan dalam modul ajar literasi digital yang telah disusun oleh Tim Literasi Digital Siberkreasi, yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi para narasumber dan peserta untuk meningkatkan kompetensi literasi digital masyarakat Indonesia.
Dalam acara yang dilakukan serentak di lima kota ini secara daring dan luring ini, di Aceh dilaksanakan dalam tiga sesi yang dimulai dari pukul 13.30 itu menghadirkan narasumber dari Dinas Pendidikan Aceh yang dihadiri oleh Hamdani, M.Pd selaku Kabid SMA, Siber Kreasi, Direktur Sukma Bangsa, Martunis dan dan seorang guru yang telah memanfaatkan media pembelajaran yang serba digital ini. Selain tiga narasumber ini, juga dalam acara talkshownya menghadirkan 2 narasumber masing-masing Prof Dr. Hamid Sarong dan Mbak Mira dari komunitas Mak-mak Blogger dengan dipandu oleh seorang moderator, Yudi Randa yang selama ini menjadi pegiat blogger.
Tema inilah yang membuat penulis ingin tahu dan berusaha untuk hadir. Acara itu seperti menawarkan sesuatu yang sedang penulis cari. Benar saja, karena apa yang penulis simak, disimak dari semua pemaparan dari para narasumber itu, merupakan hal yang menarik dan penting untuk dibahas lebih lanjut setelah mengikuti pemaparan dari masing-masing narasumber tersebut. Ya, ini adalah yang penulis cari. Soal transformasi digital yang telah, sedang dan terus berkembang menjadi gaya hidup masyarakat dunia saat ini. Bukan saja menjadi bahagian dari gaya hidup kaum milenial dan generasi Z, pemilik era digital ini, tetapi juga menjadi gaya hidup bagi kebanyakan dari kalangan generasi X atau generasi baby boomers. Dikatakan demikian, karena kemajuan dan perkembangan teknologi digital, telah melanda lintas generasi. Maka, kita sekarang, baik generasi X, generasi milenial maupun generasi Z sudah berada di era digital. Buktinya, kita semua saat ini menggunakan piranti teknologi komunikasi dan informasi yang serba digital. Gaya hidup masyarakat kita terus bergerak dan berkembang mengikuti kemajuan teknologi digital tersebut sesuai dengan kapasitas setiap orang. Pokoknya proses digitalitasi sudah merasuk di dalam tubuh atau jiwa generasi kini. Sehingga wajar bila dunia pendidikan kita harus dengan cepat dan sigap merespon dan mengantisipasi dan menyiapkan diri menghadapi segala bentuk transformasi digital yang terjadi. Apa lagi ketika semasa pandemic ini, transformasi digital adalah yang harus kita gunakan dalam pendidikan kita. Pandemi telah ikut mempercepat perubahan akselearsi transformasi digital saat ini. Oleh sebab itu, semua yang terlibat dalam dunia pendidikan harus mengubah mindset. Harus difahami bahwa transformasi digital mengharuskan kita menguasai teknologi digital.
Salah satu actor penting dalam pendidikan yang berada di garda depan dalam proses pendidikan adalah guru. Guru yang menjalankan peran sebagai tenaga edukasi yang selama ini menjalankan fungsi mentransfer ilmu pengetahuan, ketrampilan dan membangun sikap dan perilaku yang baik ( mendidik), tidak bisa lagi melakukan peran-peran itu seperti dahulu, tetapi harus mengikuti perkembangan zaman. Para guru di era digital, harus beradaptasi dengan proses digitalisasi yang masih terus berkembang dengan pesat. Di era digital ini, guru dituntut terampil mengajar sesuai dengan perubahan perilaku generasi dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat ini. Para guru tidak bisa lagi menggunakan metodologi pembelajaran yang dahulu dipelajari, tetapi harus mampu menguasai teknologi digital serta siap menghadapi pola hidup atau gaya hidup kaum milenial yang sangat berbeda dengan gaya hidup generasi X, atau generasi baby boomers. Oleh sebab itu, pula, guru harus menyiapkan diri secara optimal, hingga benar-benar mampu dan terampil mengajar di era digital ini.
Nah, agar mampu beradaptasi dengan proses digitalisasi yang begitu pesat, pemerintah dalam hal ini Depdikbud dari pusat hingga daerah harus serius menyiapkan dan memberdayakan guru dengan kemampuan digital dan kecakapan menghadapi gelombang perubahan perilaku pembelajaran kaum milenial yang semakin malas membaca, namun katanya sangat melek gadgets. Oleh sebab itu, guru tidak boleh hanya berharap agar pemerintah menyediakan segala bentuk kegiatan peningakatan kualitas guru seperti penataran yang tatap muka. Guru harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk melakukan upaya pengembangan diri (self-development). Bisakah?