Oleh Ahmad Rizali
Berdomisili di Depok
Ketika KPK digagas, saya mengenal beberapa tokoh yang ikut mendiskusikannya. Ada almarhum Mar’ie Muhammad, Sudirman Said, Arief Surowidjojo, Kemal Stamboel, Erry Riana Erry Riyana Hardjapamekas (ERH), itu tokoh yang saya kenal dan akhirnya ERH dan Amin Sunaryadi (sekarang Komut PLN) menjadi salah dua pimpinan KPK.
Jaman KPK dipimpin Antasari Azhar itu, sayapun ikut membantu merumuskan sebuah buku Pendidikan Anti Korupsi dan 9 nilainya. Meski ketika diserahkan ke Mendiknas Bambang Soedibjo, buku itu ditelantarkan, namun saya bangga dan puas mampu memandu puluhan guru pilihan mapel PAI, PKN/IPS/Sejarah dan BP menghasilkan buku itu.
Saya juga pernah menemani salah satu staf KPK saat mendeklarasikan Sekolah Anti Korupsi di SMAN5 Surabaya bareng cak Satria Dharma dan kagum kpd integritas staf KPK yg sama sekali tidak mau minum suguhan dari sekolah, sekalipun hanya air dari botol kemasan yg dibeli sekolah. Meskipun saat itu saya juga berfikir “sebuah sikap yg berlebihan”. Namun tak heran, ERH sendiri saat menjadi Ketua MWA UI dan saya sekretarisnya, sejumlah barang hadiah ketika menjabat, tak dibawa pulang ketika purna tugas.
Integritas KPK saat itu ultimate. Namun, kepercayaan saya tumbang ketika seorang calon perempuan yg kami kawal menjadi Komisioner ketika sudah siap diajukan ke DPR, “ditebang” ditengah jalan oleh pansel dengan isu “Korupsi” oleh teriakan Jendral Polisi yg bahkan melabrak kantor sang calon bareng dengan tokoh ICW, tanpa bukti sama sekali dan tak pernah diberkas. Terbentuklah Komisioner sebelum Firli Bahuri ini.
Jadi, ketika UU KPK terbentuk dan pansel memilih Firli dan yg lain, kemudian ada kegaduhan TWK dan 75 staf senior yg “sering menyelamatkan wajah” KPK dengan gebrakannya menangkapi “kakap”, ternyata tak lulus TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) yg soalnya konon tak berkaitan dg urusan pekerjaan itu, maka saya tak kaget lagi. Buat saya sebagai warga negara pembayar pajak, jika KPK sudah tak berguna dan sama saja dengan Polisi dan Jaksa, sebaiknya dibubarkan saja. Pindahkan para pekerjanya ke aparat penegak hukum no Komisi. Daripada menghabiskan APBN.