Oleh Nila Kusmawati
Mahasiswi Jurusan Bahasa Inggris, IAIN Langsa
Apakah yang disebut dengan milenial? Siapakah generasi milenial tersebut? Bagaimana ciri-ciri milenial? Apakah yang dinamakan dengan membangun negeri? Siapa saja yang dapat membangun negeri?
Ya, dengan disuguhkan satu kalimat “ milenial membangun negeri” pasti muncul beberapa pertanyaan di pikiran kita. Seperti beberapa pertanyaan di atas.
Jaman sekarang kata milenial sudah tidak asing lagi bagi kalangan remaja dan orang dewasa, bahkan beberapa anak juga sangat familiar dengan kata tersebut. Generasi milenial juga dikenal dengan sebutan generasi Y. Mungkin sebagian besar masyarakat mengira bahwa generasi milenial adalah mereka yang lahir ditahun 2000 hingga 2021. Menurut beberapa pendapat ahli, Generasi milenial adalah mereka yang lahir pada tahun 1980 hingga tahun 2000 yang saat ini berusia dari 21 hingga 41 tahun. Sebagian ahli juga mengatakan milenial adalah yang lahir di antara 1980 sampai dengan 1995. Bagaimana? Apakah anda termasuk dalam kategori tersebut?.
Apakah generasi milenial memiliki ciri khusus? Ya. Pada umumnya karakteristik milenial berbeda-beda di setiap daerah dan kondisi social ekonomi. Seperti dikutip livescience.com dari USA Today, pada tahun 2012, terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa generasi millennial lebih terkesan individualis, acuh dengan masalah politik, fokus pada nilai-nilai matrealistis, dan kurang mau membantu terhadap sesama dibandingkan dengan generasi X.
Jika kita melihat dari sisi negatifnya, milenial merupakan pribadi yang malas, narsis, menginginkan segala hal menjadi instan dan suka menunda-nunda pekerjaan. Namun, bukan berarti milenial tak memiliki sisi positif. Beberapa di antaranya adalah merupakan pribadi yang berpikiran terbuka, memiliki tingkat kepercayaan diri yang bagus, mampu mengekspresikan perasaannya, optimis, dan mampu menghasilkan ide-ide yang cemerlang.
Sebagian dari kita pastinya menyadari perbedaan sikap tersebut. Seperti yang dapat kita lihat sekarang, dimulai dari tingkat sekolah dasar di desa atau di kota. Jika dahulu anak-anak sekolah dasar pergi sekolah menggunakan sepeda beramai-ramai, bermain bersama setelah sepulang sekolah, saling membantu teman, sopan terhadap orang tua, dan tidak ada istilah insecure. Namun, jika kita bandingkan dengan anak-anak sekolah dasar yang sekarang, apakah masih sama? Tentu ada sedikit perubahan seiring berkembangnya teknologi.
Mereka cenderung lebih sering mengandalkan orang tuanya dalam berbagai hal. Lalu apakah hal ini bisa menimbulkan dampak negatif? Ya, benar. Jika hal ini dilakukan orang tua terus menerus, anak-anak akan menjadi pribadi yang bergantung pada orang lain. Akan tetapi, jika orang tua pandai dalam mengatur porsinya, pasti akan berdampak positif. Mengapa demikian? Karena kita harus menjelaskan kepada anak-anak bahwa sebagai manusia, kita pasti membutuhkan bantuan orang lain. Namun, tidak seharusnya kita meminta tolong pada setiap hal. Ada kalanya kita harus melakukan sesuatu dengan tangan kita sendiri.
Berbicara tentang membangun negeri, kita tak perlu memikirkan jauh-jauh tentang apa yang akan kita berikan untuk negeri. Kita hanya perlu “melakukan” beberapa hal pada diri kita sendiri. Mengapa? Karena kitalah yang bisa mengubah negeri ini. 15 tahun kedepan, kita yang akan memegang pemerintahan di setiap daerah. Bukan tidak mungkin kita bisa menjadi seorang bupati, kepala daerah dan lain sebagainya. Maka dari itu kita harus membentuk karakter diri sejak sedini mungkin. Ingatlah bahwa “It is Better late, Than never”. Terkadang tidak apa-apa terlambat, asalkan kita mau melakukannya dari paa tidak sama sekali.
Lantas, apakah kita harus mengubah sifat kita? Berbicara mengenai perubahan, bukanlah hal yang mudah dilakukan. Jika mungkin hal ini dilakukan, kita pasti membutuhkan waktu yang relatif lama. Maka dari itu jangan menunggu dan menunda lagi. Mulailah dari sekarang. Perubahan pada diri kita dapat dimulai dari medisiplinkan diri, berlaku jujur, percaya diri dan terus semangat dalam menjalani hidup. Tidak perlu terburu-buru melakukan semuanya, kita bisa melakukan dengan perlahan, namun konsisten. Dimulai dari mendisiplinkan diri, yaitu beribadah tepat waktu, bekerja tepat waktu, belajar, makan, dan lain-lain.
Saat kita sudah memiliki sikap yang baik, kita hanya perlu memupuknya dengan banyak berdiskusi dan membaca buku. Tapi, apakah zaman sekarang masih ada yang rajin membaca? Mungkin di sebagian tempat atau sekolah masih ada. Namun, literasi milenial sangatlah rendah. Lalu, bagaimana solusinya bagi mereka yang tidak suka membaca? Yaitu dengan cara menekuni hobi masing-masing.
Penulis mengambil contoh dari kisah hidup seorang remaja di desa tempat penulis tinggal. Sina (20) adalah anak ke dari 7 bersaudara. Dia adalah seorang pedagang kecil yang masih remaja. Teman-teman seusianya mungkin sedang duduk di bangku kuliah, menjadi karyawan, menikah, atau bahkan tidak melakukan apa-apa. Namun berbeda dengannya, ia telah melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan rupiah. sejak tahun 2019 Sina meneruskan usaha kecil-kecilan milik kakaknya, Reni. Setelah menikah Reni tinggal bersama suaminya di desa lain. Reni menitipkan usahanya kepada adiknya Sina.
Sewaktu Reni yang bergdagang, tak banyak yang ia jual. Hal ini karena sangat terbatasnya modal usaha yang ia miliki. Setelah dipindah tangan pada Sina, sedikit demi sedikit kedai milik mereka dibangun. Sina juga menambahkan dagangannya agar anak-anak tidak bosan dengan apa yang ia jual. Yang awalnya hanya sosis dan roti bakar, ditambah dengan beberapa jenis snack dan minuman sachet. Tak hanya itu, Sina juga berjualan voucer dan token listrik. Bahkan sekarang sudah ada wi-fi yang tersedia di kedainya.
Terlihat mudah bagi kita melihat kemajuan usaha orang lain. Tanpa kita ketahui, setiap orang pasti pernah mengalami kendala dalam menjalani kehidupan. Namun, yang terlihat di mata kita hanyalah kisah manisnya saja. Sina sendiri pernah mengalami kekurangan uang belanja, hal ini tentunya menjadi suatu kendala bagi seorang Sina. Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil uang modalnya. Alhamdulillah, setelah itu Sina selalu mencari cara agar pemasukannya normal. Dengan menambahkan beberapa jajanan yang disukai dan aman untuk anak-anak.
Sina menggunakan hasil dagangannya untuk memenuhi kebutuhan pribadi, dan sesekali membelikan hadiah untuk ibunya. Sina juga tidak pelit kepada adik satu-satunya yang ia miliki. Setelah ayahnya meninggal tahun lalu, ia terus berusaha tegar menghadapi kehidupan yang ia jalani.
Begitulah kisah seorang yang pantang menyerah dengan keadaan. Terus bangkit dan berkreasi, demi mendapatkan kehidupan yang layak. Di era ini kita dituntut untuk selalu kreatif menciptakan ide-ide, guna mengembangkan diri kita maupun masyarakat sekitar.
Sina adalah salah satu contoh seorang milenial yang dapat dijadikan motivasi bagi kita yang mungkin lebih beruntung karena masih memiliki orang tahu yang lengkap. Semangat luar biasa yang ia miliki, kepercayaan diri, dan berani menjalankan usaha. Semoga kita dapat memerapkan hal itu ke dalam diri kita. Bayangkan saja jika delapan dari sepuluh remaja memiliki semangat seperti itu, bukan tidak mungkin 10 tahun ke depan kita dapat memperbaiki perekonomian Negara.