• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Sunday, March 26, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Essay

Memimpin Bangsa dan Pendidikan Yang Tertinggal

admin by admin
April 1, 2021
in Essay, Finlandia, Indonesia, Kepemimpinan, Opini, Pendidikan
0
0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

 

Oleh Ahmad Rizali

Berdomisili di Depok

 

Ketika USA panik melihat Rusia meluncurkan satelit pertama “Sputnik” ke orbit yang dipikirkan langsung adalah pendidikan tertinggal. Ketika sekali lagi mereka mulai panik melihat pertumbuhan Cina, yang dipikirkan juga pendidikan tertinggal. Ketika Cina juga merasa tak mampu lagi mendorong pertumbuhan ekonomi, karena perlu manusia yang lebih berdaya, yang dipikirkan juga pendidikan yang tertinggal. Pasi Sahlberg juga menjadi saksi bahwa sistem pendidikan yang solid sejak jenjang dasar hingga pendidikan tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

 

Bukti bahwa negara yang serius membangun bangsanya fokus ke pendidikan, khususnya pendidikan dasar adalah data dari PIAAC (Program for Intl. Adult Assessment Competence) yang pada tahun 2016 mengukur kompetensi membaca, matematika dan sains pekerja dewasa usia 16 sampai dengan 64 tahun di negeri OECD. Ini PISAnya orang dewasa. Terlihat hasil PIAAC Israel dan Singapura di bawah rerata, sementara PISA mereka di atas rerata. Keduanya serius membereskan Dikdasnya dengan kemajuan di PISA.

 

Dengan mematok kemenangan 100 tahun Maraton, Tiongkok juga menyiapkan warganya menguasai Hi tech di sains, rekayasa, IT, Persenjataan, Angkasa Luar dan lain sebagainya. Dikirimkan ratusan ribu mahasiswa, bahkan pelajar untuk sekolah di USA, Kanada, Eropa dan Australia termasuk Jepang, sejak awal tahun 1960an.  Seingatku Soekarno, Soeharto dan Habibie juga melakukan hal yang sama, namun tak padu dengan rencana pembangunan berlanjut dengan geger G30S dan reformasi. 

 

Semua negara yang konsisten kemajuannya, memilih studi yang cocok dengan rencana pembangunan dalam negeri mereka dan ketika semuanya lulus, sejak jenjang SD/MI yang diberi fondasi kuat hingga Perguruan Tinggi dengan ketrampilan yang relevan, maka klop dan pas mereka berkiprah. Apakah Indonesia terlalu fokus mendidik dalam bidang Ilmu sosial dan agama? Walahualam.

 

Ketika Soeharto menerima alih komando dari Soekarno dalam kondisi Indonesia compang camping, namun semangat kebangsaan pemimpinnya sangat solid, meski sering bertikai dalam ideologi. Singkat kata, dengan tangan besi dan seperti itu pula dilalukan oleh pemimpin Tiongkok, Korea jaman Chun, Lee yang ditakuti dan Jepang restorasi Meiji, autocratic benevolence style, Soeharto mengikuti cara World Bank dan Internation Monetary Fund (IMF) dan pemberi utang lain memperbaiki akses pendidikan dengan meluncurkan “Inpres SD”. 

 

Mungkin ratusan ribu SD Inpres dibangun, guru dicomot dari sana sini. Semua gegap gempita mendorong akses Pendidikan Dasar ini. Setiap akhir Repelita, Angka Partisipasi melonjak dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merangkak naik, karena daya beli (Purchasing Parity) dan indikator Kesehatan Masyarakat juga membaik. PDB naik terus. Karena uang di saku terus bertambah, jelas malingpun bertambah. 

 

Kondisi seperti itu persis terjadi di USA saat usia 50-60 tahun kemerdekaan dan terjadi di Tiongkok pula saat ini. Wakil rakyat bisa dibeli, pemilik modal dilindungi dan lain sebagainya. Namun dalam kasus seperti ini, semua negara tidak menelantarkan pendidikan dan selalu menggali “basis” ke akar budaya setempat. 

 

Finlandia itu sempat dijajah Rusia komunis dan di Parlemen Partai Komunisnya sangat kuat, namun ketika merumuskan kebijakan perbaikan pendidikan, meski debat keras mereka solid sepanjang masa. Ketua Mao dianggap menjerumuskan Tiongkok dengan revolusi kebudayaan dan dampaknya, jutaan rakyat tewas. Toh Mao tidak disalah salahkan dalam isi pendidikan di Tiongkok, bahkan awal Revolusi Kebudayaan 1949 dipakai acuan awal “100 Tahun Maraton” untuk mengalahkan USA. 

 

Tahun 1998 Soeharto berhenti dan cobalah melihat statistik, Tahun 2000 Indonesia ikut dalam uji komparatif PISA, skor membaca 371, sesudah 18 tahun, di 2018 skor kita kembali ke 371. Jelas sangat banyak upaya perbaikan pendidikan kita, namun aku hanya menguji hasilnya, mengapa rerata mutu pendidikan kita justru memburuk ketika akses kepada pendidikan dan PDB kita semakin baik ? 

Related

Previous Post

DERAI AIR MATA

Next Post

Begitu Berharganya Guru

admin

admin

Next Post

Begitu Berharganya Guru

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

TADARUS NYANYIAN QURANI

TADARUS NYANYIAN QURANI

5 hours ago
Museum Pijay

Museum Pijay

6 hours ago

Trending

MAKNA SEPEDA DALAM KEHIDUPAN

MAKNA SEPEDA DALAM KEHIDUPAN

1 month ago
Mewaspadai Cyberbullying Pada Anak

Kenakalan Remaja dan Peran Pendidikan Keluarga

4 days ago

Popular

Belajar Bersepeda pada Belanda dalam Mengatasi Polusi dan Kematian Lalu Lintas pada Remaja.

Belajar Bersepeda pada Belanda dalam Mengatasi Polusi dan Kematian Lalu Lintas pada Remaja.

1 month ago
MAKNA SEPEDA DALAM KEHIDUPAN

MAKNA SEPEDA DALAM KEHIDUPAN

1 month ago

5 Sepeda untuk Program 1000 Sepeda

6 years ago
Menumbuhkan Budaya Literasi Sejak Dini

Menumbuhkan Budaya Literasi Sejak Dini

1 week ago

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

11 months ago

Spam Blocked

9,751 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version