Oleh Tabrani Yunis
Judul tulisan ini hampir sama dengan tulisan sebelumnya. Bila sebelumnya tulisan itu berjudul “ Baca Judul Saja”, maka tulisan ini berjudul Bacalah sampai selesai”. Tulisan ini ditulis kembali sebagai bentuk afirmasi terhadap persoalan minat membaca, tradisi atau budaya membaca para peserta didik di sekolah atau di fakultas yang semakin melemah. Apalagi, dosen dari kalangan atau kaum generasi X yang juga baby boomer itu semakin galau melihat realitas minat membaca dan cara membaca para peserta didik serta masyarakat pada umumnya yang hanya membaca judul saja.
Wajar sekali jmemang setiap kali sang dosen baby boomer masuk ke ruang kuliah dan mendapatkan kenyataan yang ia resah. Ya, setiap kali masuk mengajar, memberikan pelajaran atau kuliah kepada para mahasiswa di sebuah Universitas, sang dosen sebelum memulai kuliah atau menyajikan pelajaran, selalu bertanya kepada mahasiswa, siapatah yang ada membaca hari ini? Apa yang kalian baca? Apakah kalian membacanya hingga tuntas?
Hampir tidak ada yang menunjuk jari atau angkat tangan mengatakan ada atau langsung berkata, ya saya membaca tentang wacana legalisasi poligami di Aceh, atau juga, saya membaca buku berjudul Mendidik Generasi Z & A , Marwah Era Milenial Tuah Generasi Digital, karangan J. Sumardianta dan Wahyu Kris AW. Tidak ada pula yang berkata, saya tadi membaca sebuah artikel di Majalah POTRET yang berjudul “ Menebar Cinta Menulis di Pidie Jaya”, tulisannya Tabrani Yunis yang dikenal aktif bergerak di bidang literasi anak negeri itu. Ya, tidak ada. Bahkan ketika ditanya, siapa yang ada membaca koran atau surat kabar pagi ini? Kondisinya juga sama, hampir tidak ada yang membaca. Lalu, sang dosen bertanya lagi, kalau kalian tidak membaca buku,novel atau artikel, apa yang ada kalian baca?
Hampir semua dan serentak menjawab, baca facebook dan WA Pak. Wow! Dahsyat. Boleh dikatakan bahwa semua membaca, tetapi membaca status facebook dan chatting atau sharing tulisan di whatsapp. Nah, mendapatkan dan mendengar jawaban yang mengejutkan itu, sang dosen lalu bertanya lagi. Apa yang kalian lakukan terhadap isi status facebook dan WA tersebut. Sebagian dari mereka menjawab, seperti kebanyakan orang, menanggapi isi status tersebut atau paling kurang memberikan like atau bisa langsung share lagi. Apakah kalian membaca tulisan atau status itu dengan tuntas?
Rata-rata memberikan jawaban yang bukan lagi mengejutkan. Karena sudah bisa ditebak, jawabannya adalah tidak. Artinya hanya membaca sekilas atau membaca sambil lewat. Tidak membaca secara utuh dan tidak sepenuhnya difahami? Ya, jelas tidak.
Begitulah fakta kekinian cara membaca masyarakat kita dalam gegap gempita perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sesungguhnya sangat memudahkan kita untuk meningkatkan minat membaca. Namun, disadari atau tidak ketika minat, kemampuan atau daya literasi masyarakat Indonesia yang masih lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan literasi di negara-negara lain di dunia, pola dan cara kita membaca pun semakin menurun kualitasnya.
Bayangkan saja, bagaimana masyarakat kita bisa memahami sebuah masalah atau konsep yang benar, kalau membaca sebuah masalah atau konsep dibaca secara tidak utuh? Bagaimana bisa memahami sebuah kalimat atau paragraf, bila cara membacanya sambil lalu, atau sekilas mata? Tentulah tidak bisa sempurna. Ketidaksempurnaan ini pula bisa kita amati ketika masyarakat kita terlibat dalam komunikasi di media sosial seperti facebook, Twitter, whatsapp dan lain-lain.
Sudah menjadi rahasia umum kalau selama ini masyarakat kita, sejak penggunaan gadgets dan smartphones meluas tanpa batas status sosial, geografis, budaya agama dan lainya, khususnya di Indonesia, telah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pola, cara dan paradigma membaca bangsa ini. Dengan melimpah ruah atau banjir bandang informasi lewat Internet di berbagai aplikasi media sosial, telah mengubah perilaku dan gaya hidup masyarakat. Perubahan yang tergolong dahsyat adalah pada hal membaca.
Nah, apa yang terjadi dengan aktivitas membaca tersebut adalah semakin tidak sabarnya orang dalam membaca. Tanpa membaca kalimat-kalimat di media sosial dengan cermat, langsung saja memberikan tanggapan. Padahal, kalimat yang dibaca, masih belum difahami, tetapi langsung ditanggapi, sehingga sering tidak terkoneksi dengan isi status yang sibuat seseorang. Gila bukan? Ya, tentu saja gila. Hal lain yang bisa kita amati adalah semakin kurang nikmatnya membaca. Biasanya, seorang pembaca yang sabar dan telaten, akan menikmati isi bacaan yang ia baca. Ketika ia membaca, tidak ada yang melekat di fikiran dan bisa diekpresikan dengan menceritakan atau menulis kembali dan sebagainya. Isi bacaan seakan hilang begitu saja, tanpa difahami secara utuh.
Kita juga sering melihat fakta bahwa semakin gegabah dalam membaca dan merespon. Lihatlah, amatilah ketika kita menggunakan sarana media sosial, baik facebook maupun instagram. Ada banyak hal aneh yang kita jumpai. Seringkali ketika tidak membaca postingan orang, ada banyak orang yang salbung. Ya, salah sambung. Cepat percaya dengan berita atau cerita bohong atau hoaks. Suka share apa yang ditulis orang lain dan belum tentu kebenaran isi tulisan tersebut. Lalu, kalau diingatkan akan marah-marah dan sebagainya. Aneh bukan?
Menjadi aneh, mungkin bagi orang yang selama ini ketika membaca yang bukan hanya sekadar membaca, tetapi membaca dengan lebih mendalam, maka fenomena ini adalah fenomena alam yang tergolong aneh. Namun, bagi mereka yang suka membaca sekilas atau judul saja, lalu seakan sudah mengetahui semua isi bacaan, lalu ketika orang meminta ia menceritakan apa yang ia baca, jawabannya, saya tidak baca semua. Nah, apa yang bisa ia ceritakan bila hanya membaca judul saja, atau membaca secara tidak tuntas? Bukankah ini seperti kata pepatah, berburu ke padang datar, dapat rusa belang kaki, berburu ke palang ajar, bagai bunga kembang tak jadi? Jadi serba tanggung bukan? Ya, tentu saja serba tanggung. Sebab, semakin sedikit yang kita baca, makin sedikit yang kita tahu dan makin sedikit pula yang bisa kita ceritakan kepada orang lain. Inilah salah satu dampak buruk dari kebiasaan hanya membaca judul saja, atau membaca tetapi tidak tuntas itu.
Membaca judulnya saja, adalah sebuah indikatiorn dari menurunnya minat membaca dan day abaca. Maka, hal lain yang membuat kita menjadi semakin prihatin adalah ketika saat ini kita melihat fakta dimana semakin menurun minat dan daya membaca banyak orang, terutama yang demam gadgets dan smartphones tersebut. Padahal, proses transformasi era digital seseungguhnya membuat kita semakin mudah mengakses pengetahuan, bacaan-bacaan yang menarik, yang sesuai dengan keinginan atau passion kita. Karena di era digitak ini, semua dibuat menjadi mudah dan murah, serta tersedia begitu melimpah.
Akhirnya menjadi hal yang sangat mengherankan bagi dosen generasi X atau baby boomer ketika melihat fakta semakin banyak peserta didik di dunia pendidikan dan di tengah masyarakat yang hanya membaca judul saja dan membaca tidak selesai. Kerena idealanya, di tengah massivenya pengguanaan gadgets yang idealnya mengayakan itu, minat membaca malah menurun. Celakanya, ketika kemajuan era digital menuntut kita banyak membaca dan harus banyak belajar, yang terjadi malah semakin rendahnya minat membaca bangsa ini. Semakin buruk pula cara membaca dan daya membaca. Kondisi ini semakin memperburuk dan membahayakan masa sepan generasi bangsa ini. Karena ketika minat baca menurun, daya baca melemah, kita akan lebih suka percaya berita bohong dari pada yang sebenarnya. Kemajuan yang didambakan, kemunduran yang kita tuai.