Ilustrasi : Sumber Journeysederhana.blogspot.com
Oleh Lina Zulaini
Untuk kamu, yang katanya ingin tinggal.
Di lumbung rinduku.
Aku bukan si sempurna dengan raut ranum.
Yang mampu menebar angan hingga pulam membawa kembali pucuknya.
Bukan pula si jelita dengan gincu merah yang senantiasa merekah wajah.
Untuk kamu, yang katanya ingin memetik embun pagiku.
Percayalah!
Akan butuh waktu sedikit lama guna mengenal rumput yang mencuak mekar di hatimu.
Harap bersabar.
Hingga senjaku menjemput fajarmu.
Untuk kamu, yang katanya ingin menyatu dengan kalbuku.
Biarkan wadah itu mengalir sendiri.
Hingga ia jadi sungai, sebuah laut yang mungkin tak bisa lagi kau bendung.
Untuk kamu, yang katanya butuh hati ini.
Menunggulah!
Ini jiwa akan mulai mengingat itu rupa.
Untuk kamu, yang katanya ingin melihat garis bibir di setiap keringat kerja.
Tenanglah!
Telah kusimpan agar kita menatap langit dan melebarkan senyum ke cakrawala.
Untuk kamu, yang katanya ingin menanti.
Yakinlah!
Ada masa akan menjawab dan mengganti jerih doamu.
Namun, saat itu belum semua terjadi.
Biar kusuguh pena dan karya sebagai ganti dari rasa terima kasih.
Untuk kamu, yang namanya belum pantas kusebut dalam doa ?
Dari jiwa yang tenang, 9 Januari 2019