Anak-anak Miskin di Seuneudon menerima bantuan
Oleh Tabrani Yunis
Banyak orang bercita-cita untuk bisa keliling dunia, atau bisa keliling Indonesia, atau ingin bisa berjalan mengelilingi setiap kabupaten di dalam sebuah provinsi. Ya, paling kurang, bisa berjalan keliling hingga ke pelosok-pelosok desa. Katakanlah, bagi para pelancong, pengembara atautraveler,kegiatan berjalan keliling dunia itu adalah impian yang ingin diwujudkan. Namun sayang, keinginan itu sering hanya ada di angan-angan, atau terlukiskan dalam sebuah cita-cita. Masalahnya, karena untuk bisa melakukan perjalanan ke tempat-tempat yang diinginkan itu, membutuhkan dana. Sebut saja dana untuk biaya transportasi, konsumsi maupun akomodasi.
Semakin jauh jalan ingin ditempuh, maka semakin besar biaya dibutuhkan. Benar, bukan? Apalagi bila kala berjalan atau travel tersebut ingin bisa menikmati sarana transportasi yang mewah dan berkelas, maka semakin besar dana yang dibutuhkan untuk biaya perjalanan tersebut. Sehingga, tidak banyak orang mampu mengadakan perjalanan keliling dunia. Jangankan untuk keliling dunia, untuk keliling Indonesia saja, sangat banyak yang belum mampu melakukannya. Alasannya pasti karena tidak ada uang yang cukup untuk bisa menjelajahi kota dan desa tersebut.
Langkah kita, pasti sangat pendek, karena tidak memiliki uang yang cukup untuk membiayai perjalanan tersebut. Namun, ketika kita punya atau memiliki ilmu, ketrampilan, pengalaman dan bukti kerja, perjalanan mengelilingi dunia secara gratis pun bisa dinikmati. Sudah banyak orang yang bisa menikmati perjalanan gratis keliling dunia, karena memiliki kapasitas seperti disebut di atas. Namun, dalam kesempatan ini, penulis tidak bercerita tentang seekor perkutut kampung yang melanglang buana mengelilingi sejumlah negara dengan gratis, tetapi memulai dari kisah perjalanan mengelilingi Aceh dengan 1000 sepeda dan kursi roda. Bisakah Anda bayangkan bagaimana bisa mengeliling, menembus pelosok desa di Aceh dengan 1000 sepeda dan kursi roda? Bagaimana mungkin bisa keliling, menembus pelosok desa di Aceh dengan 1000 sepeda dan kursi roda?
Ya, dalam hidup ini, segalanya bisa mungkin terjadi. Bisa jadi, hal-hal yang tidak mungkin mampu dilakukan, bisa mungkin dan dapat dilakukan dengan baik. Seperti kata orang dari negeri seberang, there is nothing impossible.Ya, everything is possible. Tidak ada yang tidak mungkin. Artinya semua hal bisa terjadi, walau kadang kala di luar jangkauan pemikiran dan kemampuan kita. Namun, kita pasti bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin itu menjadi mungkin, walau tidak sempurna atau perfect seperti yang ada dalam konsep ideal.
Siap berangkat
Sebagai seorang penggagas program 1000 sepeda dan kursi roda, penulis adalah salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung memperoleh kesempatan keliling Aceh, menembus pelosok desa-desa dengan 1000 sepeda dan kursi roda. Kesempatan yang tidak bisa atau tidak dapat dilakukan oleh banyak orang lain. Kalau pun ada, tentu rasa dan nikmatnya akan berbeda.
Paling tidak, program 1000 sepeda dan kursi roda untuk anak yatim, piatu, anak miskin dan disabilitas di Aceh telah menjadi kenderaan yang membawa penulis menembus pelosok-pelosok desa atau kampung di Aceh.
Program 1000 sepeda dan kursi roda yang merupakan program sosial murni untuk membantu anak-anak yatim, piatu, anak miskin dan anak-anak disabilitas mengakses sekolah – sekolah di Aceh, karena tidak ada fasilitas transportasi umum dan juga tidak adanya alat transportasi yang dimiliki anak. Ketiadaan moda transportasi umum dan kenderaan pribadi yang bisa mengantar jemput anak ke sekolah, telah membuat anak-anak di daerah terpencil tersebut terpaksa menempuh sekolah dengan berjalan kaki dengan jarak tempuh lebih dari 2 kilometer atau lebih. Mereka berjalan melewati semak-semak belukar, yang kadangkala berjalan sendiri pergi dan pulang sekolah. Kalau beruntung, mereka ada yan nebeng atau menumpang pada orang-orang yang lewat. Kondisi ini sangat membahayakan bagi anak, karena rawan akan hal-hal yang berbau kriminal, termasuk kekerasan seksual terhadap anak.
Padang Tiji
Nah, bangkit dari rasa prihatin terhadap kondisi tersebut, setelah lembaga Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh mengakhiri program beasiswa sahabat Yatim Piatu selama lebih kurang 5 tahun, maka setelah dievaluasi secara cermat tentang program beasiswa tersebut, maka pada tanggal 11 Januari 2012, bertepatan dengan hari ulang tahun ke 9 majalah POTRET, program 1000 sepeda dan kursi roda ini pun diluncurkan.
Wujud nyata dari program ini, Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh memulai langkah itu dengan membeli sebanyak 30 sepeda dan majalah POTRET pun menyumbang sebanyak 10 sepeda. Lalu, kemudian diikuti oleh sumbangan perorangan dari berbagai kalangan. Setelah sejumlah sepeda tersedia, maka masuk pula permohonan dari masyarakat. Ada banyak permintaan datang dari kalangan masyarakat miskin di Aceh Besar, Aceh Barat daya dan Aceh Selatan. Dengan masuknya banyak permohonan sepeda tersebut, maka agar bantuan sepeda dan kursi roda ini tepat sasaran, pihak CCDE melakukan langkah verifikasi ke para penerima bantuan sepeda dan kursi roda ini.
Artinya perjalanan menembus pelosok desa di Aceh pun dimulai. Untuk langkah awal atau pertama tersebut, perjalanan bantuan sepeda dimulai dari wilayah Aceh Besar, yakni ke wilayah kecamatan Sibreh, Aceh Besar.
Setahun setelah program itu di-launching, maka pada tanggal 11 Januari 2013, bertepatan dengan ulang tahun majalah POTRET yang ke 10, acara penyerahan bantuan sepeda kepada 11 anak –anak dari kecamatan Sibreh Aceh Besar. Acara penyerahan tersebut dihadiri oleh Wali kota Banda Aceh, Ibu Illiza Saaduddin Djamal, SE. Penyerahan dilakukan di kantor CCDE/ majalah POTRET. Ke 11 anak tersebut merupakan anak yatim, dan anak-anak dari keluarga miskin yang masih bersekolah di sekolah-sekolah dasar/ Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) dan pelajar SMP dan MTsN yang ada di kecamatan Sibreh Aceh Besar tersebut. Ini adalah perjalanan pertama kami dengan sepeda memasuki kampung atau desa di Aceh yang diawali dari sejumlah desa di Sibreh, Aceh Besar tersebut. Dengan demikian, perjalanan masuk desa dengan sepeda, dilakukan di Aceh Besar pada saat itu. Perjalanan mengentarkan sepeda ke wilayah Aceh Besar, adalah langkah awal untuk menuju pelosok – pelosok desa di Aceh sejak tahun 2012 hingga kini