Oleh Iskandar
Mahasiswa Jurusan Perbankan Syariah, FEBI UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Di era sekarang yang penuh dengan wow ini banyak hal perlu dipertanyakan kepada para mahasiswa, terkait hal merokok. Salah satunya adalah, “apakah rokok itu adalah suatu kebutuhan (primer) yang harus dipenuhi di setiap harinya oleh seorang mahasiswa?” Mungkin, bagi mahasiswa yang merokok akan menjawab, ya. Artinya itu kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Alasannya, macam-macam. Misalnya, ketika ingin menghisapnya, serta melampiaskan bayangan betapa nikmatnya, betapa kerennya aku saat menikmatinya, dan betapa refresh- nya otakku saat menghisapnya.
Sementara bagi orang yang tidak merokok menjawab sebaliknya. Begitu pula halnya dengan penulis sendiri. Alhamdulillah, penulis sampai saat ini masih terhindar dari yang namanya menghisap atau pun kecanduan rokok dengan kata lain murni tidak merokok. Ini patut disyukuri.
Tentu ada yang melatar belakangi penulis untuk tidak merokok. Penulis juga punya pengalaman dalam menghadapi orang yang merokok. Ya, paling tidak sudah ikut menyadarkan teman untuk tidak membiasakan diri dengan merokok, apalagi masih kuliah. Ya, mengajak teman yang masih berstatus mahasiswa berhenti merokok untuk saat ini dan seterusnya. Pernah terlintas dalam benak penulis tentang orang yang merokok, terutama mahasiswa. Mereka sebenarnya termasuk dalam golongan orang yang membohongi diri sendiri. Mengapa demikian?
Mereka yang berbohong bagi keluarganya. Mereka menyembunyikan identitas diri mereka bahwa uang yang dikirim kedua orang tua mereka tidak digunakan untuk keperluan kuliah, melainkan digunakan sebagai kebutuhan hidupnya yaitu rokok. Mereka beranggapan, bahwa merokok dengan sesama orang lain dapat menghasilkan sebuah pengalaman dan teman. Kata mereka bisa mendapat lebih banyak teman. Ya dengan merokok, yang tidak dikenal menjadi kenal. Ya tentunya begitu, basa-basi bagi orang yang minta rokok kepada orang lain yang tidak dikenal, sehingga dapat berkenalan akibat sebatang rokok. Tentu saja penting menjalin silaturahmi, akan tetapi cara dalam menjalin silaturahmi tersebut kurang baik, kurang bermanfaat karena di dalamnya tidak ditemukan unsur yang menguntungkan kedua belah pihak karena sama-sama merugikan.
Kemudian pada zaman sekarang ini yang saya amati bahwa pengalaman terbentuk dari suatu pelajaran tentang bagaimana mengubah pola pikir dari yang tidak baik menjadi lebih baik itulah suatu hal yang patut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perkembangan zaman milenial sekarang perlu adanya hubungan sosialisasi yang baik antara individu satu dengan individu lainnya sehingga dapat mengingatkan suatu hal yang bersifat bermanfaat serta tidak bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi orang orang lain.
Buktinya, setelah sekian lama mengamati perilaku seorang perokok, ada hal yang tampak tidak enak. Ya, saat tidak bisa membeli rokok, ia akan berusaha mencari rokok, walau harus meminta pada orang lain. Ini sangat memprihatinkan. Hal ini bahkan pernah penulis temukan, bukan pada orang lain, akan tetapi abang sendiri. Melihat kondisinya begitu memprihatinkan. Oleh sebab itu pula penulis semakin sadar dan memutuskan untuk tidak merokok. Pengalaman ini dan juga dari amatan terhadap perokok yang banyak orang miskin, membuat penulis ingin selalu bisa mengajak orang untuk tidak merokok, termasuk keponakan sendiri yang masih kuliah di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Penulis telah ikut menyadarkan keponakan dengan berusaha memberikan pengertian, sebagai bentuk kepedulian. Namun ini semua terserah pada dirinya.
Hal yang paling penting lagi adalah ketika seorang mahasiswa itu merokok, biasanya dia tidak akan merokok sendiri, tetapi akan mengajak dan mempengaruhi orang lain, dalam hal ini, teman-teman kuliahnya untuk merokok bersama. Seharusnya, setiap perlakuan baik yang kita ajarkan kepada orang lain, maka baik juga hal yang akan kita dapatkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebaliknya. Jadi, bukan mengajak dan mempengaruhi orang lain untuk ikut pada hal yang tidak baik. Oleh karena itu mulailah dari sekarang kita ubah pola pikir seseorang dari sejak dini, sehingga dapat memperoleh suatu generasi yang memiliki kekuatan (power) dalam mengembangkan serta meningkatkan kualitas diri dan kualitas teman serta kerabat lainnya. Hal ini penting, karena selain merusak ekonomi keluarga, merokok itu sangat membahayakan bagi tubuh, merusak kesehatan kita. Cobalah baca peringatan pemerintah akan bahaya rokok yang tertera di setiap bungkus rokok. Ya, merokok itu membunuhmu.
Sudah saatnya kita sayangi kesehatan kita. Selagi sehat, jangan pernah mengundang penyakit yang dapat membuat kesehatan kita hilang dan digantikan oleh penyakit. Sehingga hilanglah harapan dalam kehidupan. Sementara cita-cita ingin menjadi anggota Polri setelah tamat kuliah, yang terjadi penyakit yang menghalangi kita untuk menuju kesuksesan. Oleh karenanya, bentuklah suatu harapan bahwa kita sanggup hidup tanpa adanya rokok dan sehat tanpa adanya rokok. Hidup tanpa rokok itu lebih baik bagi diri kita dan juga bagi orang lain.