Oleh Kayla Khairinnisa Junaidi
Anggota FAMe Chapter Aceh Besar
Raja siang telah menampakkan wajahnya, angin berhembus seakan mengajakku bicara. Hari ini adalah hari ulang tahun ibuku. Aku sangat senang, telah mempersiapkan kado untuknya. Di hari yang spesial ini, aku menyusun rencana membuat ibu bahagia. Mulailah kami sekeluarga mempersiapkan surprise buat ibu.
Keterwakilan keluarga termasuk aku mendiskusikan tentang kesepakatan hari dan pukul berapa acara akan dilakukan.
“Kita buat hari Minggu, pukul 15.00 wib.” kata Bunti.
“Jangan !! Rabu saja, karena hari Minggu Cucut pengajian.” Sanggah Cucut
“Oh, iyaa. Bagaimana jika buat hari Senin setelah salat Asar? Karena Senin tanggal merah. Berarti kita bisa hadir semua, karena hari libur.” Seruku menengahi.
“Yup, boleh..bagaimana dengan yang lain?”, tanya bu Ida.
Semua menganggukkan kepala, menyetujui agar acara dilakukan pada hari Minggu.
Saat rencana tersusun, aku sangat kecewa. Pada hari Senin aku mendapat telepon dari teman-teman bahwa kami akan latihan untuk persiapan mengikuti kompetisi PORA XIII yang di adakan di Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar. Aku termasuk salah seorang atlit utusan sekolah dalam cabang olah raga pencak silat.
Aku berpikir keras, bagaimana ini…?
Tapi tidak mengapa, walaupun aku tidak bisa ikut. Karena ide membuat acara ini adalah inisiatif ku.
Pagi menjelang sore…
Aku menunggu ayah menjemputku pulang latihan. Sampai di rumah aku melihat keluarga berkumpul dan canda tawa penuh keceriaan terpancar di wajah mereka.
Tidak seperti biasanya, ibu tampak sangat gembira.Terpancar dari dua bola mata dan raut wajah yang mulai terlihat garis-garis kerutan tapi tidak mengganggu kesegaran wajah karena aura kebahagiaan jelas sekali mendominasi.
Banyak kado dan kue ulang tahun dari adik, ayah dan keluarga.
Hanya aku yang belum memberikan ucapan. Dari kejauhan aku langsung menghampiri ibu, dan menyentuh tangannya sambil mengucapkan:
“Ibu…maaf, aku tidak bersamamu di hari yang paling berarti bagimu. Karena aku harus berlatih untuk mengikuti lomba.”
“Aaah, tidak mengapa, karena kamu harus amanah anakku. Kamu adalah utusan dari sekolah, maka harus menjaga nama baik sekolah. Maka giatlah berlatih agar kamu menjadi sang juara.” Ibu dengan bijak memberiku motivasi.
“Selamat ulang tahun ibu, semoga aku menjadi juara. Aaamiin. Tiada yang dapat kuberikan padamu ibu, aku berusaha agar mendapat juara. Maka itulah kadoku buatmu ibu.”
“Aaamiin,” ucap ibu.
Kami menikmati hidangan, bermain bersama dengan canda, ria dan tawa. Saling mengucapkan syukur alhamdulillah dan terima kasih. Termasuk ibu, yang paling bahagia.
“Alhamdulillah, terima kasih ya…Aku tidak mengira kalian mengejutkanku dengan pesta kecil ini.” Ucap ibu.
“Oooh…ini bukan ide kami. Tapi ide anak gadismu, Alexa…Cut Anyak.” bundaku menjelaskan.
Ibu memelukku dan mencium keningku, “Terima kasih sayang…ibu sangat bahagia hari ini.”
Sore berganti malam, keluarga telah pulang ke rumah masing-masing. Sebenarnya aku telah mempersiapkan kado istimewa buat ibu. Tapi saat aku ke kamar, tiba-tiba kado tersebut tidak kutemukan. Di mana ya.. pikirku. Aku mengingat-ingat kado tersebut kuletakkan di atas meja belajar. Tapi kemana…..
“Ti.. uti…” kudengar suara adik memanggilku.
“Iyaa dek.., dek apakah kamu ada melihat kado yang Uti letakkan di atas meja belajar?”
” Tidak lihat, kenapa Ti…hilang ya?”
“Tidak tahu juga, nih..tidak ada lagi di tempatnya”
“Uti lupa barangkali, coba di ingat lagi.”
Aku mencari terus, belum juga kutemukan. Aku mulai mencurigai adikku, Karena dia sedikit usil. Tapi jangan curiga dulu ah, mending aku cari saja dulu, pikirku.
Aku mencari dan mencari terus…
Hingga aku menemukan kado tersebut berada di bawah meja belajar. Tapi mengapa bisa ke bawah meja ya??
Aku mulai mencurigai lagi adikku, lalu aku bertanya padanya.
“Dek, mengapa kadonya kakak temukan berada di bawah meja? Padahal sebelumnya Uti letakkan di atas.”
“Mana adek tahu, tapi tadi si Putih dan Belang bermain di kamar Ti, adek dengar ribut-ribut”
“Oh…” Jawabku.
Mungkin