Oleh Mulkan Kausar
Duta Wisata Bireuen 2018/Duta Wisata Aceh Intelegensia 2018, Berdomisili di Bireun, Aceh
Pangan merupakan sebuah kata yang telah mempengaruhi hajat hidup milyaran penduduk dunia saat ini. Pada dasarnya, pangan dihasilkan oleh tanaman yang notabenenya ditanam, mengingat keterbatasan pangan yang dihasilkan secara alami. Permasalahan datang dari alih fungsi lahan produktif menjadi pemukiman penduduk serta penebangan tanaman yang merajalela menjadi penyebab menipisnya jumlah pasokan pangan. Di samping itu, penurunan kualitas lahan oleh berbagai sebab, termasuk pencemaran turut meramaikan permasalahan lahan pertanian.
Penduduk semakin bertambah, sedangkan luas lahan tidak pernah bertambah menjadi puisi lama sebagai tugas besar para pakar pertanian. Bahkan teknik intensifikasi pun masih perlu banyak pemikiran baru untuk menjanjikan ketersediaan pangan bagi dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan hidup manusia yang terus bertambah berlawanan arah dengan sumber daya alam yang sangat terbatas. Lain halnya dengan banyak program pemerintah yang hanya jadi angin lalu saja dalam mewujudkan sebuah negara yang mandiri dalam swasembada pangan.
Pada tahun 2017 lalu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman memberi angin surga dengan optimistis bahwa Indonesia dapat memenuhi target menjadi lumbung pangan dunia pada 2045. Sebuah bentuk kepercayaan diri yang sangat baik mengingat itu akan terjadi pada 28 tahun ke depan dan bertepatan dengan dirgahayu Republik Indonesia ke-100. Pertanyaannya adalah, apakah mungkin Indonesia bisa mewujudkan hal ini?. Salah satu catatan penting yang diberikan oleh menteri pertanian yaitu masalah benih dan bibit yang merupakan bagian penting penopang terwujudnya ide tersebut. Keoptimisan ini diikuti dengan janji pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp.5,5 triliun yang dipakai untuk pengembangan bibit dan benih pangan, hortikultura, serta perkebunan.
Sebagai catatan, untuk mencapai target Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada tahun 2045, pemerintah memiliki rancangan pembangunan dan rancangan kerja jangka pendek maupun jangka panjang. Persiapan jangka panjang melalui infrastruktur, pembangunan waduk dan irigasi, benih, mekanisasi, teknologi alat dan mesin pertanian. Jangka pendeknya mempercepat luas penambahan lahan dan peningkatan produksi. Di samping itu, Kementerian Pertanian pun menerapkan standar kebijakan yang ketat bagi daerah untuk mencapai target produksi setiap komoditas strategis. Khusus untuk pengembangan pertanian di wilayah perbatasan, Kementerian Pertanian juga meminta setiap kepala daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain untuk memaksimalkan pembangunan lumbung pangan di wilayah perbatasan agar proses ekspor pangan unggulan Indonesia ke luar negeri tercukupi.
Rencana ini tentu tidak mudah mengingat selain berbagai permasalahan yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia mengalami krisis pemuda pencinta pertanian. Bisa dikatakan bahwa hanya sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada anak-anak di Indonesia yang bercita cita menjadi petani. Kalaupun ada yang kuliah di bagian pertanian masih dilihat dengan sebelah mata sebagai mahasiswa yang dicap tidak cerdas. Padahal, untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan membutuhkan pemikiran baru para calon sarjana pertanian dalam menemukan dan mengembangkan inovasi pertanian.
Di luar daripada berbagai permasalahan dan spekulasi terhadap masa depan negara ini dalam swasembada pangan, setidaknya ada 4 alasan kuat yang menopang Indonesia untuk mewujudkan mimpi tersebut. Pertama, Indonesia merupakan negara yang sangat luas dengan total lebih dari 17 ribu pulau dan sebagian besarnya masih belum digarap. Lahan pertanian Indonesia masih sangat menjanjikan untuk dimanfaatkan. Kedua, Penduduk Indonesia berada di peringkat ke 4 didunia dengan total mencapai lebih dari 260 juta jiwa. Dengan angkatan kerja yang besar dan sebagian besar masih berada di usia produktif, Indonesia masih sangat perkasa untuk mampu menjadi negara agraris yang masyhur.
Ketiga, potensi letak dan sebagai negara yang dilewati oleh garis khatulistiwa menjadikan Indonesia dianugerahi musim kemarau dan musim menghujan. Dengan kondisi ini, tanaman yang tumbuh di Indonesia menjadi sangat beraneka ragam serta mendapatkan pasokan cahaya dan hujan sepanjang tahun. Keempat, ilmu yang semakin berkembang menghasilkan bibit bibit unggul serta teknologi sarana produksi yang lebih mutakhir dan modern. Walaupun doktrin saat ini menyatakan bahwa pertanian tidak lagi menjadi primadona, namun kenyataannya masih banyak jiwa muda di Indonesia yang melahirkan pemikiran-pemikiran baru dan memiliki ide cerdas dalam menciptakan inovasi baru dalam bidang pertanian.
Dalam 28 tahun sejak optimisme pemerintah didengungkan menjadi waktu yang sangat panjang bagi pemerintah, pakar dan petani Indonesia dalam mewujudkan program besar ini. Tidak mudah membangunkan Indonesia kembali menjadi macan Asia setelah tidur bertahun tahun lamanya. Perlu adanya upaya kerja sama dari berbagai pihak serta komitmen besar untuk mewujudkannya. Ditambah ada banyak negara lain di luar sana yang juga memiliki mimpi yang sama dengan Indonesia. Adapun harapan terbaik yaitu pada tahun 2045 menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia dalam bingkai 100 tahun kemerdekaan. Dengan adanya kerja sama berbagai pihak, tentunya Indonesia akan segera mencapai tujuan besar ini.