• *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • *WARGA MUHAMMADIYAH LEMBAH SABIL SANTUNI 100 ANAK YATIM*
  • Gepeng Yang Diamankan Satpol PPWH Banda Aceh Pakai Sabu Sebelum Beraksi
  • Home 1
    • Air Mata Mata Air
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Memilih Pendidikan, Memilih Masa Depan
  • Redaksi
  • Telaga Sastra Cinta “Savitri J”
Thursday, October 5, 2023
No Result
View All Result
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Anak

Bahaya Broken Home Terhadap Psikologis Anak

admin by admin
October 19, 2018
in Anak, Perceraian, Psikologi, Unsyiah
0
0
SHARES
1
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
ilustrasi madjongke.com
Oleh  Yuliani
Mahasiswi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh
Ketika membangun  sebuah  hubungan  yang serius tidak  akan berjalan mulus begitu saja, namun banyak sekali faktor yang membuat sebuah hubungan itu retak, bahkan karena  hal sepele hubungan tersebut akan  berakhir. Salah satu hal yang sering memicu terjadinya perceraian karena faktor ekonomi, namun banyak juga faktor lain. Dari waktu ke waktu, kasus perceraian terus meningkat. Pernikahan yang telah dibina berakhir begitu saja dan akan berdampak negatif terhadap psikologis anak dari keluarga broken home.
Mengapa perceraian berdampak buruk pada psikologis anak?
Cerai atau talak berasal dari bahasa Arab “Thalaq” yang berarti cerai atau perceraian. Dalam istilah agama, talak berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan. Kemudian di dalam undang-undang No 1 tahun 1974 pasal 9 dinyatakan “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan, setelah yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian juga dapat menimbulkan stres dan trauma untuk memulai hubungan baru dengan lawan jenis. Menurut Holmes dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup (Taylor, 1998:24).
Setiap orang tua pasti mendambakan anak yang cerdas dan berperilaku  baik dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka kelak akan  menjadi anak yang unggul dan tangguh menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Namun usaha tersebut memerlukan  lingkungan positif  yang sengaja diciptakan yang memungkinkan anak akan  tumbuh optimal. Suasana penuh kasih sayang, mau  menerima anak sebagaimana apa adanya, menghargai potensi anak, memberi rangsangan yang kaya dalam berbagai aspek perkembangan anak, baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik.
Beda halnya dengan  orang tua yang bercerai . mereka akan lebih siap menghadapi perceraian tersebut dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai, biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang, sehingga sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Namun tidak demikian halnya dengan anak, ia tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orang tua, tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah.
Menurut Leslie, trauma yang dialami anak karena perceraian orang tua berkaitan dengan kualitas hubungan dalam keluarga sebelumnya. Apabila anak merasakan adanya kebahagiaan dalam kehidupan rumah sebelumnya maka mereka akan merasakan trauma yang sangat berat. Sebaliknya bila anak merasakan tidak ada kebahagiaan kehidupan dalam rumah, maka trauma yang dihadapi anak sangat kecil. dan malah perceraian dianggap sebagai jalan keluar terbaik dari konflik terus menerus yang terjadi antara ayah dan ibu ( T.O Ihromi, 2004:160).
Kemudian ketika retaknya sebuah keluarga tersebut, maka sangat berdampak negatif  pada anak. Salah satunya di mana anak akan mengalami trauma karena orang tuanya yang telah berpisah. Kemudian perceraian secara psikologis anak akan merasakan dampak negatif: 
Pertama, Tidak aman. Perihal rasa tidak aman (insecurity) ini menyangkut aspek financial dan masa depan, sebab seorang anak ini berpikiran bahwa masa depannya akan suram. Alasan ini timbul karena ia sudah tidak dapat perhatian lagi dari orang tuanya, baik perhatian secara materi maupun immateri,  sehingga tak bisa dipungkiri lagi saat anak mengalami masa remaja tidak akan menghiraukan lagi keluarga dan lingkungannya.
Kedua, adanya rasa penolakan dari keluarga. Anak korban dari keluarga bercerai merasakan penolakan dari keluarga sebab sikap orang tua berubah. Orang tuanya sudah memiliki pasangan yang baru (bapak tiri/ibu tiri) sehingga anak merasakan penolakan dan kehilangan orang tua aslinya. Di sini psikologi anak tercerabut oleh tindakan orang tuanya yang bercerai.
Ketiga, Marah. Dengan adanya perceraian seorang anak sering kali emosinya tidak terkontrol dengan baik sehingga mereka sering kali marah yang tidak karuan. Banyak teman dekat yang menjadi sasaran amarahnya. Perihal ini dampak psikologis anak yang memiliki sifat temperamen; mudah marah karena emosinya tidak terkontrol. Papalia, Olds & Feldman (2008:45) sifat marah (temperamen) anak yang menjadi korban perceraian dari keluarganya akan selalu terekam oleh pikiran bawah sadarnya, karena perilaku orang tuanya yang sering bertengkar di depan anak dan mengakibatkan anak mempunyai temperamen yang sulit dikendalikan.
Ke empat, Sedih. Seorang anak akan merasa nyaman dengan orang tuanya yang harmonis, namun sebaliknya ia akan bersedih jika orang tua mereka berpisah atau bercerai dan saat sudah remaja merasa kehilangan. Kemudian dampak fisik  yang ditimbulkan karena   stres akibat perceraian tersebut seperti insomnia (sulit tidur), kehilangan nafsu makan yang semuanya itu berasal dari kesedihan yang yang dialaminya.

Kelima , Kesepian. Seorang anak tentunya akan merasa kesepian tanpa ada belaian kasih sayang dari kedua orang tuanya. Seorang anak sangat membutuhkan belaian dan bimbingan orang tuanya untuk masa depan selanjutnya.

Related

Previous Post

Rintihan Sang Yatim

Next Post

Lingkungan yang Bersih Tanpa Asap Rokok

admin

admin

Next Post

Lingkungan yang Bersih Tanpa Asap Rokok

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Recommended

Profesor Agung Pranoto Mengapresiasikan Buku Sajak Secangkir Air Mata,  Karya Hamdani Mulya

Profesor Agung Pranoto Mengapresiasikan Buku Sajak Secangkir Air Mata, Karya Hamdani Mulya

9 hours ago
Kajian Millenial RTA Aceh Utara Kembali Hadir di Geureudong Kupi Bulan Ini, Bahas Ilmu Parenting

Kajian Millenial RTA Aceh Utara Kembali Hadir di Geureudong Kupi Bulan Ini, Bahas Ilmu Parenting

10 hours ago

Trending

Amplop Tua Itu

Amplop Tua Itu

1 day ago
Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

1 year ago

Popular

Jangan Samakan FGD dengan Seminar

1 year ago
Mewaspadai Cyberbullying Pada Anak

Melihat Sisi Lain Kaum Remaja

2 weeks ago
Nasib Perempuan di Lokasi Tambang Blang Nisam

Nasib Perempuan di Lokasi Tambang Blang Nisam

1 month ago
Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

Pembelajaran Bermakna dengan Memanfaatkan Aplikasi Digital

1 year ago
Amplop Tua Itu

Amplop Tua Itu

1 day ago

Spam Blocked

22,523 spam blocked by Akismet

Follow Us

  • Redaksi
  • Feed

Copyright © 2022, potretonline.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Potret Utama
  • Sorotan
  • Bingkai
  • Bingkai Sekolah
  • Frame
  • Tips Kita
  • News
  • Sehati
  • English Article
  • Wisata
  • Blitz
  • Sastra
  • Sketsa
  • Peace Corner
  • Kronis
  • Lensa

Copyright © 2022, potretonline.com

Go to mobile version