Dok. Suka suka
Oleh Natasya Wulandari
Kelas VII, SMP Negeri 1 Bandar Dua, Ule Glee, Pidie jaya, Aceh.
Sebut saja namaku Laras. Aku memiliki ayah, ibu dan abang. Abangku masih duduk di bangku sekolah SMA. Abang, tipe anak yang cuek, mungkin karena dari kecil tidak dapat perhatian dari ibu. Dari kecil aku sudah diasuh oleh ayahku. Aku memiliki seorang ibu yang tidak pernah ada di sampingku . Karena ibuku pergi terlalu jauh dariku dan ayahku…
Selam itu, ibuku tidak pernah pulang. Sampai ayah bermusyawarah dengan Tuhapeut di kampong untuk mencari ibu. Kemana – mana ayah sudah mencari, tetapi jejak ibu tak berbekas. Di tahun 2010 saat usiaku 4 tahun, ayah mendapat kabar ibu berada di ibukota provinsi. Bergegas ayah dan keluarga menelusuri ibu. Kami berangkat dengan menggunakan 2 mobil. Harapan ayah, ibu mau kembali, mengingat usiaku yang masih kecil. Akhirnya kami selesaikan masalah ini dan berjumpa dengan ibu di Polsek kabupaten kecil . Ketika ditanya ibu tak mengaku nama sebenarnya, ‘Halimatusakdiah’. Ibu mengaku namanya ‘Ica’ dan ibu tak mengakui Laras sebagai putri kandungnya. Laras sedih…. hati ini menjerit. Tapi aku bisa apa yang kala itu masih kecil yang tidak tahu apa apa. Air mataku membasahi pipi. Dinding Polsek itu menjadi saksi dan ibu ku mengaku belum menikah. Padahal mereka adalah suami istri.
Semenjak aku berumur dua bulan, hingga aku berumur tiga belas tahun pun juga belum pulang ibu. Ibu bilang, ibu kuliah di Provinsi. Waktu demi waktu, umurku makin bertambah menjadi empat belas tahun. Aku kian tumbuh jadi gadis remaja. Aku malu ketika teman dan guruku selalu bertanya mana ibumu Laras ? Aku hanya bisa bilang, ibu kuliah. Begitulah ayah menjelaskan padaku. Aku memiliki seorang ayah yang sangat super sekali sangat sabar menghadapi kami . Ayah lah yang selama ini mengurusi kami. Ayahku tidak pernah mengatakan lelah dalam mengurusi kami. Ayahku bangun setiap pukul 05.00 WIB untuk memasak nasi buat kami. Supaya kami sarapan dan tidak lapar waktu bersekolah.
Karena kami tidak memiliki seorang ibu, begitulah nasib kami dengan abang. Tentulah, kami merasa sedih karena kekurangan seorang ibu, karena ibu kami selau sibuk dengan pekerjaannya. Aku selalu berharap semoga ibu bisa bersatu kembali dengan kami. Ibu…. dimana pun engkau berada, jika engkau membaca tulisan ini. Pulanglah ibu. Aku gadis kecilmu yang tak pernah kau belai manja sudah tumbuh menjadi gadis remaja. Aku membutuhkanmu. Aku tak membencimu walau terkadang kesal. Kepada siapa aku kesal? Aku pun bingung padamu kah pada ayah? Atau kah pada takdir?. Orang bilang, aku ‘lasak’ kreh kroh. Ya beginilah aku. Aku mencoba menghibur diriku sendiri. Aku anak yang periang, tidak pernanh murung, selalu tersenyum. Padahal, setiap malam kala mau tidur, seperti ada yang kurang. Ada yang tidak aku dapatkan seperti layaknya anak lain. Ayahlah yang selalu menguatkan, walaupun tanpa ibu kami bahagia. Ayah yang selalu memberikan fasilitas untukku. Handphone, yaa Hp menjadi temanku kemana pun aku pergi. Aku lalai dengan hp, sehingga kerinduan kepada ibu tak kuingat lagi. Sampai sampai aku sering ditegur oleh guru sekolah dan guru mengaji, karena asyik dengan Hp. Janganlah kawan kawan seperti diriku, biar lah nestapa ini menjadi kisah hidupku.
Sampai sekarang aku masih bingung sebenarnya, apa yang menyebabkan ibu sibuk bekerja sampai tak pernah kembali. Saat menulis ini air mataku berlinang, adakah engkau di sana merindukanku ibu? Doakan lah aku selalu. Salam rindu, buat ibu ku tercinta di peraduan.