BANDA ACEH- Bappeda Aceh bersama Flower Aceh dengan dukungan MAMPU melaksanakan konsultasi daerah multi pemangku kepentingan daerah tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goal (SDGs) dengan tema “Mewujudkan SDGs yang Responsif Gender, Inklusif dan Transformatif’ pada 8 Juni 2018 di Kryaid Hotel, Banda Aceh. Pertemuan strategis ini menghadirkan 104 orang peserta dari unsur pemerintahan Aceh, Bappeda dari 20 Kabupaten/Kota di Aceh, Mitra MAMPU, organisasi masyarakat sipil dan lembaga pemerhati isu perempuan, perguruan tinggi dan akademisi, media, serikat buruh/pekerja, unsur filantropi dan swasta, serta perwakilan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) se-Aceh.
Kepala Bappeda Aceh, Azhari, SE, M.Si menyebutkan komitmen Indonesia untuk mencapai tujuan SDGs dilakukan dengan mengintegrasikan 169 indikator SDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2040. Komitmen ini ditegaskan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017.
“Pelembagaan agenda SDGs ke dalam program pembangunan nasional ditegaskan melalui Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diterbitkan pada 4 Juli 2017. Perpres tersebut juga menjadi legitimasi dan dasar hukum bagi pelasakanaan agenda SDGs di seluruh Indonesia, dan diharapkan dapat terintegrasi secara harmonis dalam agenda pembangunan pemerintah sampai di tingkat kabupaten/Kota. Penerbitan Perpres No. 59/2017 bertujuan untuk menjaga peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, kualitas lingkungan hidup, serta pembangunan yang inklusif, dan terlaksananya tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya”.
Seperti diketahui, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sejak 21 Oktober 2015 telah menetapkan platform SDGs sebagai agenda dunia. Agenda ini menjadi rencana pembangunan bersama hingga tahun 2030 untuk kemaslahatan manusia dan bumi
Menyikapi permasalahan kemiskinan di Aceh, Azhari menyebutkan komitmen Pemerintah Aceh melakukan penanggulangan kemiskinan melalui proses perencanaan yang strategis dan berbasis bukti (eviden base).
“Kemiskinan menjadi isu penting dan menjadi kewajiban pemerintah yang harus diatasi. Angka kemiskinan di Aceh tinggi. Pada Maret 2017, angka kemiskinan di Aceh mencapai 15,92%, dan jumlah tersebut didominasi oleh perempuan. Kalau dibandingkan dengan provinsi lain, secara nasional kita menduduki posisi nomor 6 termiskin, dan nomor 1 di Sumatera. Pemerintah terus berupaya melakukan berbagai strategi untuk menghapuskan kemiskinan, dintaranya dengan meningkatkan pendapatan orang miskin dan membuat program yang dapat mengurangi beban pengeluaran orang miskin itu berkurang. Dan yang terpenting, upaya penanggulangan kemiskinan ini haruslah dilakukan secara massif dan melibatkan multisektor”.
Azhari menyakini integrasi dan implementasi SDGs dapat mendukung upaya penanggulangan kemiskinan di Aceh. Lebih lanjut beliau mengingtakan semua pihak tentang pentingnya ketersediaan data sebagai syarat utama medukung keberhasilan pelaksanaan TPB/SDGs di Aceh.
“Semua pihak harus memperhatikan dan memastikan ketersediaan data yang terintegrasi, transparan dan akuntabel . Data ini menjadi penting dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan agenda pembangunan berkelanjutan. Data digunakan sebagai pendukung untuk memantau dan mengimplementasikan proses pembangunan berkelanjutan. Intervensinya akan tepat karena berdasarkan data akurat, dengan demikian akurasi tingkat keberhasilannya lebih terjamin”.
Terkait usulan tujuan prioritas TPB/SDGs di Aceh, berdasarkan proses pembelajaran membangun kepemimpinan dan pemberdayaan perempuan dalam penanggulangan kemiskinan di Aceh, Direktur Flower Aceh, Riswati menyebutkan beberapa tujuan TPB/SDGs sebagai prioritas yang harus segera tercapai di Aceh.
“Berdarakan tingginya angka kemiskinan di Aceh, kami menilai tujuan SDGs nomor 1 (tanpa kemiskinan) harus menjadi prioritas pemerintah Aceh. Dampak kemiskinan akan dirasakan oleh semua pihak, terutama perempuan. Selain itu, kamipun mengharapkan agar pemerintah Aceh dapat memprioritaskan tujuan 5 tentang kesetaraan gender. Usulan ini disampaikan berdasarkan pada kondisi riil di masyarakat yang menunjukkan belum seimbangnya akses, partisipasi, dan kontrol perempuan dan laki-laki di berbagai bidang (sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, politik, dan hukum) dalam proses pembagunan Aceh, serta manfaat yang didapatkan. Perempuan belum mendapatkan kesempatan dan hak yang sama seperti halnya laki-laki”.
Hal senada juga disampaikan oleh Pimpinan RPuK, Laela Jauhari yang menegaskan tujuan 5 tentang kesetaraan geder harus diprioritaskan mengingat tingginya angka kekerasan di Aceh yang tinggi dan belum diiringi dengan layanan yang optimal. Selain itu perempuan masih menjadi obyek dalam pembangunan, tidak terlibat dalam struktrur strategis dan forum pengambilan kebijakan di desa, dan menjadi korban pemiskinan
Riswati lebih lanjut menyampaikan pentingnya 2 tujuan lainnya yang dapat secara langsung berdapak pada perempuan.
“Tujuan 4 SDGs tentang pendidikan dan tujuan 3 SDGs tentang kesehatan harus pula menjadi prioritas pemerintah Aceh. Kesehatan menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, terutama kesehatan reproduksi bagi perempuan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permampu dan Flower Aceh pada tahun 2016 menunjukkan perempuan menjadi kelompok dominan yang mengalami masalah kesehatan dan gizi. Selain itu masih terjadinya permasalahan terkait reproduksi, seprti tingginya Angka Kematia Ibu (AKI), perkawinan dan kehamilan pada usia anak, kehamilan tidak diinginkan, serta kekerasan seksual”.
Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Ekonomi, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Dra Eko Novi Ariyanti R.D, M.Si mengingtakan semua pihak akan pentingnya strategi pengarusutamaan gender (PUG) dalam TPB/SDGs. Startegi PUG dalam TPB/SDGs dapat dilakukan dengan memastikan arah kebijakan dan indikator PUG dalam RPJMN tertuang dalam TPB/SDGs, serta memastikan indikator terpilah jenis kelamin dalam setiap tujuan TPB/SDGs
Sementara itu, Koordinator Program INFID, Hamong Santono menegaskan, strategi percepatan pencapaian SDGs di Aceh dapat dilakukan dengan memperkuat komitmen pemerintah dan multipihak untuk menjalankan SDGs, menghadirkan kebijakan-kebijakan yang mendukung implementasi SDGs dan merancang strategi yang baik meliputi partisipasi inklusif oleh multipihak, menentukan target dan indikator yang jelas, penggunaan keuangan yang efektif, pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang akuntabel dan transparan, serta menggunakan strategi komunikasi yang efektif.
Forum konsultasi daerah multi pemangku kepentingan tentang SDGs ini menghadirkan beberapa tokoh strategis sebagai narasumber, yaitu Asdep Kesetaraan Gender Bidang Ekonomi, KPPPA, Dra Eko Novi Ariyanti R.D, M.Si , Koordinator Program SDGs INFID, Hamong Santono, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Aceh, Nevi Ariany, SE, Kepala Bidang Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan, Marthunis, ST, DEA, Ketua P2TP2 Aceh, Amrina Habibi, SH, dan Ketua PUSHAM Unsyiah, Khairani Arifin, SH, M.Hum.
Pertemuan strategis ini menghasilkan peta isu–isu strategis dan tata kelola SDGs Aceh, serta analisis tantangan, peluang dan strategi daerah menuju pencapaian SDGs 2030 yang berkeadilan.
Banda Aceh, 8 Juni 2018
Dengan Hormat,
Riswati
Direktur Flower Aceh
Ph. 081360711800/08116821800
WA 081360711800
Narahubung:
Azhari, SE, M.Si Ph.
Dra Eko Novi Ariyanti R.D, M.Si Ph. 0811805607
Hamong Santono Ph. 081511485137
Laela Jauhari Ph. 081370860771