Oleh: Iqbal Perdana
Bersikap ogah-ogahan membumbungkan gerakan literasi sama saja dengan mengutuk kegiatan itu sendiri. Jika saat ini saya mengampanyekan gerakan literasi, dan kamu juga mengampanyekan hal yang sama, saya percaya orang-orang yang paling dekat seperti keluarga dan teman akan “terusik” dan mulai gemar membaca. Bayangkan jika setiap orang melakukan hal yang sama, saya percaya akan banyak orang yang minder, merasa tidak nyaman kalau sehari saja tidak meneguk bait-bait kata dalam buku atau wadah lain.
Atau selemah-lemahnya usaha, paleng han, anak kita harus lebih baik dari kita saat ini. Jangan ayah dan ibunya malas baca, anak-anaknya juga demikian.
Di Aceh, bacaan untuk anak-anak tergolong sedikit. Mirisnya, sudah sedikit, banyak orang tua yang tidak memberikan akses bagi anaknya menikmati bacaan-bacaan yang bermutu, yang dapat menunjang tumbuh kembang anak. Orang tua lebih memilih membeli tablet, handphone dengan harga jutaan hanya agar anaknya bermain game. Dan pada umumnya bersifat adiktif. Ketagihan.
Benar-benar pilu, sampai pada sebuah kesempatan saya berdiskusi dengan beberapa orang ibu yang anaknya sudah tidak dapat dipisahkan dari media game berbasis Android dan iOS. Mereka begadang, mata mereka merah sebab terlalu lama memelototi layar smartphone.
Kalau ingin jujur, sejatinya terbuka. Berapa kali ibu dan bapak membelikan anak bahan bacaan? Berapa kali ibu dan bapak menanyakan kepada anak ingin dibelikan buku apa? Sebab banyak dari keluarga-keluarga memposisikan anggaran belanja untuk konsumsi otak pada nomor yang kesekian. Di bawah smartphone dan tablet. Di bawah jalan-jalan ke Mall dan belanja. Yang dikonsumsi oleh anak saat ini tidak jauh-jauh dari kartun tak layak tonton dan permainan dengan gambar visual 18++. Maka tak heran banyak terjadi perilaku tak lazim yang pelaku dan korbannya kebanyakan anak-anak. Siapa yang salah? Orang tua.
Majalah Anak Cerdas
Syukur, di Aceh sudah ada Majalah Anak. Sebagian besar diisi oleh anak-anak. PAUD sampai SD. Ya, anak-anak Aceh ternyata memiliki potensi berkarya sangat tinggi. Anak-anak Aceh yang belia sudah pandai melukis, menggambar, bercerita, menulis puisi, menulis surat, menulis kisah liburannya, menulis kembali kisah-kisah heroik pejuang Islam. Sungguh sangat luar biasa. Dan Majalah Anak Cerdas menyajikan itu.
Ada ratusan karya yang masuk ke meja redaksi Majalah Anak Cerdas di Jalan Prof Ali Hasyimi, Pango Raya, Banda Aceh. Saya sungguh beruntung sebab memiliki tanggung jawab mendesain karya-karya itu agar lebih nikmat dinikmati. Mengatur posisi duduknya karya mereka.
Majalah Anak Cerdas adalah satu-satunya majalah anak yang terbit di Aceh. Kini Majalah itu sudah terbit sampai 18 Edisi. Edisi ke-19 sedang dalam proses layout. Tabrani Yunis adalah motor utama penggerak majalah ini. Ia menerbitkan majalah ini dengan alasan yang tidak muluk-muluk, baginya paling tidak dapat menjadi wadah bagi anak-anak Aceh menerbitkan karyanya. Berhubungan dengan teman-teman lain dari seluruh Indonesia melalui karya.
Karena sering kali, ketika kami mampir ke sekolah-sekolah untuk mengantarkan majalah. Ada saja karya-karya anak yang hanya dapat diakses melalui mading. Bahkan ada sekolah yang madingnya hanya berisi iklan. Bertumpuk-tumpuk karya anak terjerembab dalam almari.
Banyak dukungan datang dari para orang tua. Mereka sangat bahagia sebab munculnya majalah anak ini. Majalah anak cerdas mengangkat tema-tema yang dapat memicu tumbuh kembang anak menjadi yang terbaik. Tulisan yang disajikan juga sangat mudah untuk dicerna dan dipahami. Selain itu, guru-guru juga dapat mengisi halaman kreatif, sebuah halaman tempat berbagi kreatifitas kepada anak-anak.
Semakin hari, kini yang mengirimkan karya semakin banyak. Dari Kota Banda Aceh, Aceh Besar, sampai Aceh Singkil. Juga dari surat elektronik, Jawa, Kalimantan dan daerah-daerah lain. Semua mengirimkan karya anaknya. Ada yang dikirimkan dari sekolah, guru, dan orang tua. Kalau sedang hari bagus, sepulang sekolah, beberapa anak yang ditemani oleh orang tuanya mengantarkan langsung ke kantor redaksi. Sambil malu-malu mereka menyerahkan karyanya kepada kami, sambil senyum-senyum bahagia, kami menerima karya mereka. Semoga mereka terus bergairah menelurkan karya. Berprestasi.