Oleh Rizky Akbar
Mahasiswa Perbankan Syariah, FEBI UIN Ar-Raniry, Banda Aceh
Banyak sekali kegiatan usaha yang bermunculan di tengah era globalisasi saat in.i Tidak sedikit pula di antaranya yang mengeluarkan modal bermiliyaran rupiah. Bisnis tersebut mulai dijadikan angan-angan agar kelak menjadi maju dan mendatangkan banyak keuntungan. Namun apakah kita melihat realita seperti itu sebagai acuan untuk mulai berbisnis? Tentu tidak bukan?. Prinsip seperti itulah yang menyebabkan banyak bisnis berguguran di tengah jalan, karena ketidakkokohannya prinsip yang ditanam dalam berbisnis.
Melakukan bisnis merupakan suatu langkah besar bagi seseorang dalam berusaha terjun ke dunia pekerjaan. Mereka mampu membuka lapangan kerja, baik di sektor jasa maupun di sektor produksi. Mereka pula menanggung ribuan pekerja yang bekerja dengannya sebagai tempat mencari nafkah keluarganya. Jadi, jika usaha yang kita jalankan berhenti, gagal atau pun gulung tikar di tengah jalan. Tentu semua beban terbeban pada diri kita. Bayangkan bagaimana nasib mereka yang perlu membiayai kehidupan keluarganya.
Angan-angan tidak dapat dijadikan sebagai prinsip dalam menjalankan suatu bisnis. Diperlukan suatu motivasi yang lebih kuat, lebih dari sekadar acuan belakang saja. Angan hanya mampu membuka ide ,namun tak mampu menyelesaikannya hingga tuntas. Diperlukan sesuatu yang mampu memperkokoh pondasi kita dalam berbisnis. Sesuatu yang mampu memperpanjang umur dari usaha yang kita tekuni, sehingga ia menduduki kelas bisnis teratas. Jadi apakah hal yang mampu meng-“continue”kan bisnis tersebut?
Sebelumnya, mari kita telusuri lagi dari manakah bisnis berasal, sebelum kita menjawab hal di atas. Rata-rata, bisnis bisa berasal dari hal yang disenangi alias hobi. Hobi merupakan aktivitas rutin yang menjadi penyemangat dalam kesehariannya. Misalnya, hobi memelihara ikan hias yang membuahkan usaha jual-beli ikan hias. Ada lagi halnya yang tengah ngetrend saat ini, ketika suka membuka sosmed yang membuahkan usaha olshop (Online Shop) yang tengah menjamur saat ini. Sekarang cobalah resapi, ketika hobi tersebut mulai jenuh ditekuninya, apa yang terjadi selanjutnya? Usaha ditutup.
Ada juga bisnis yang berasal dari “Paksaan” akan suatu hal, bisa jadi berasal dari keharusan tugas maupun lainnya. Awal ditekuni dengan perasaan berat hati, kemudian larut mencintai bisnis tersebut. Namun ketika dihadapi dengan kesibukan lain, “paksaan” tadi juga mulai memudar bersamaan dengan lesunya usaha yang tengan dijalani di tengah jalan. Terbuang sia-sia dan mulai berangapan membuang buang waktu saja. Mulailah ditinggal di tengah-tengah kejenuhan. Apa yang terjadi selanjutnya? Usaha juga tutup.
Kemudian ada pula yang berasal dari ajakan teman atau dari iklan-iklan yang menarik seseorang untuk melakukan usaha tersebut. Ajakan teman tersebut pun mengiming-imingkan keuntungan yang menggiurkan, hingga kita larut dalam ajakan tersebut. Awalnya kita menekuninya dengan ada angan-angan ingin menggapai keuntungan setinggi-tingginya. Kemudian kita mulai kehilangan arah dalam melakuakan usaha tersebut dikarenakan hilangnya ajakan teman tersebut. Usaha mulai goyah di tengah perjalanannya dengan ketiadaan custumer yang membeli produk, disebabkan hilangnya gaya penjualannya. Apa yang terjadi selanjutnya sama seperti yang sudah-sudah. Out Of Business.
Lihatlah betapa banyaknya bisnis yang berakhir di tengah sebelum menuju kesuksesan. Padahal hanya beberapa langkah lagi ia mencapai puncak karirnya. Hal-hal seperti jenuh, malas, faktor kesibukan lain yang menyebabkan bisnis tersungkur di era globalisasi saat ini. Berakhirnya bisnis, bisa pula terjadi karena ketiadaan bekal ilmu seperti Ilmu bisnis, maupun Kewirausahaan dalam diri si pebisnis. Ia yang hanya bermodalkan uang saja pun tak mampu mencapai target bisnisnya. Begitu pula sebaliknya.
Dalam dunia bisnis, si pebisnis dianggap sebagai seorang survival yang berusaha untuk terus menghidupi bisnis dengan cara menarik para pelanggan agar membeli atau memakai jasa. Namun, si pebisnis tidaklah sendiri dalam dunianya. Banyak predator dalam dunianya. Predator ialah para pesaing usaha yang berusaha merebut pelanggan dengan cara menyajikan produk maupun jasa yang berbeda dari si survival. Alhasil, si survival kehabisan pelanggan dan akhirnya mati di tengah misi bertahan hidupnya.
Gambaran di atas jelas bahwa “Business is About Getting Survive”. Di sana juga berlaku hukum alam, “Yang terkuat akan selamat”. Jadi yang hanya sekadar berbisnis saja akan tergilas oleh usaha lain. Dunia bisnis juga tak mengenal kata ampun jika seseorang gagal dalam bisnisnya. Resiko yang ditanggung pun tidak tanggung-tanggung besarnya. Seorang pebisnis harus mampu me-manage resiko yang dihadapinya, “High risk, high income”.
Mampu bertahan saja merupakan aset terbesar dalam berbisnis. Jarang terlihat bisnis yang mampu bertahan bertahun-tahun lamanya, kecuali yang telah mantap pondasi yang dibangunnya. Kekokohan yang telah dibangun berasal dari hal yg tergoyahkan yang mampu memperpanjang umur dari bisnis yang ditekuninya. Bisnis yang mereka jalani juga bisa saja berasal dari hobi maupun ajakan dari teman, namun yang membedakan itu adalah semangat agar terus berinovasi dalam berbisnis yang mampu menghilangkan rasa jenuh, malas dan bahkan memperpanjang umur bisnis, walaupun tergolong rawan akan terjadinya gulung tikar.
Walau terbilang sepele dan jarang diindahkan oleh seorang pebisnis, namun inovasi merupakan kunci survival bagi seorang pebisnis agar bisnisnya terus melaju dengan risiko yang ada. Seorang pebisnis harus mampu menginovasi produk maupun jasanya setiap kali para pesaing mencoba mebuat produk yang jauh lebih menarik dari si pebisnis. Thats the way of businessmen!