Jakarta — Menteri Agraria dan Tata Ruang-Kepala BPN, Sofyan Djalil yang nota bene adalah putra daerah Aceh ini menerima Chairman dan para Inisiator Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh yang melakukan kunjungan untuk beraudiensi di ruang rapat Menteri Agraria dan Tata Ruang-BPN di Jakarta Jumat (8/12/2017).
“Banjir yang berulangkali dan semakin sering di berbagai wilayah Aceh adalah sebuah indikasi something is wrong” kata beliau mengekspresikan bahwa Aceh perlu menata lebih baik pola pemanfaatan ruang. Hutan dilestarikan bukan for the sake of hutan, tapi hutan dikelola untuk fit for purposes sambung beliau berfilosofi soal tata kelola hutan. Beliau mengkritik pola pemanfaatan ruang yang terkadang tidak sesuai dengan potensinya. Yang harus dilindungi terkadang tidak mendapat status lindung, dan sebaliknya yang sesuai untuk budidaya terkadang tidak dapat dikelola karena status dan fungsi lahanya tidak membolehkan. Tapi sekarang ada kebijakan pemerintah dengan perhutanan sosial dimungkinkan untuk melakukan pengelolaan bersama masyarakat sesuai dengan aturan yang berlaku, demikian dijelaskanya lebih lanjut.
“Pengelolaan hutan dan lingkungan hidup dan penataan ruang hari ini harus lebih baik dari kemarin, kalau hari ini sama dengan kemarin itu kita masih merugi, apalagi kalau lebih buruk kita akan terlaknat” kata beliau sambal mensitir sebuah hadits. “Tentang Kawasan Ekosistem Leusercommon understanding” kata Menteri menanggapi ungkapan Chariman Kaukus, Teuku Irwan Djohan terhadap kemungkinan dilakukanya revisi qanun tata ruang Aceh. Sebelumnya beliau terkaget mendengar bahwa Kawasan Strategis Nasional (KSN) KEL tidak termaktub didalam RTRW Aceh yang sedang berlaku ketika disampaikan oleh Kausar Muhammad Yus salah seorang anggota DPRA yang ikut terlibat dalam inisiator kaukus. Menteri Sofyan Djalil juga mengungkap keaktifan beliau menjadi Pembina di Yayasan Leuser International (YLI) dan menyebut delineasi KEL ini perlu diperjelas.
(KEL) silahkan dalam revisi tata ruang nanti dimasukkan nomenklaturnya, toh ini adalah sesuatu yang telah menjadi “
Layaknya seorang guru besar yang sedang memberikan kuliah, menteri Sofyan berulangkali menyambar spidol dan bolak balik dari kursi pimpinan rapat menuju papan tulis dan mulai memenuhkan papan tulis dengan pokok-pokok pikiran beliau terkait tata kelola tenurial dan kehutanan serta issue pembangunan berkelanjutan. Beliau mengingatkan bahwa konsep “sustainable development” tidak hanya melindungi lingkungan hidup, tapi pada saat yang bersamaan memberikan ruang bagi daerah untuk membangun, konsep ini banyak di miss-used atau di abused ujar beliau mewanti-wanti pentingnya kearifan dalam memahami konsep pembangunan berkelanjutan yang disampaikan dihadapan enam orang anggota DPRA yang berhadir yaitu Teuku Irwan Djohan, Kausar Muhammad Yus, Bardan Sahidi, Ramadhana Lubis, Fatimah, dan Liswani yang didampingi oleh tim sekretariat kaukus dan dari Unsyiah,
“Pola pengelolaan sumber daya alam kita, harus mengedepankan penataan kelembagaan Koperasi agar dapat beroperasi selayaknya Korporasi”, papar beliau sambil membandingkan panjang lebar soal strategi pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, yang selama ini dinilai kurang tepat bila berbasis individu. Karena individu, tidak dapat mengakses fasilitas seperti yang dimiliki oleh korporasi dan tanggungjawab sosial dan lingkungan hidupnya juga rendah, sehingga kita menyaksikan kerusakan lingkungan yang parah akibat ekploitasi tambang emas tanpa izin dan lingkungan yang tercemar bahan kimia yang dipakai dalam pengolahan emas. “Aceh bisa mengalami apa yang terjadi di Minamata”, pungkas beliau. Koperasi harus didorong lebih profesional, jangan hanya jadi “instrument”. Untuk membuat lebih jelas, beliau memberikan contoh praktik transmigrasi di Indonesia yang berbasis individu dengan transmigrasi di Malaysia (FELDA) yang berpola koperasi yang sekarang berkembang menjadi pemilik konsesi-konsesi besar di dunia. Contoh lain, di Norway, negara-negara skandinavia dan negara maju lainya, mudah dilihat di jalanan bagaimana merek-merek Koperasi menguasai aset-aset penting dan strategis. “Perkebunan sawit adalah salah satu contoh usaha yang tidak mungkin dilakukan secara individu”, tambahnya.
Ia nya menantang untuk mewujudkan beberapa proyek percontohan kecil yang nyata agar dapat memberikan contoh keharmonisan pola hubungan masyarakat dengan hutan. Think big, start small and move fast, katanya menyebut sebuah lagi slogan. Sofyan Djalil juga mengritik pola keproyekan selama ini yang dilakukan tidak berdampak secara jangka panjang, harus ada “the doer”, tapi jangan semua mau jadi Chief, to many chief and not enough the indian, lagi-lagi dengan istilah asingnya dengan penuh kelakar. Harus ada yayasan atau kelompok masyarakat yang didorong menjadi ujung tombaknya.
Teuku Irwan Djohan, mencegat sang mentri dengan agenda persidangan kaukus ke V yang memilih tajuk Menuju Aceh Hebat Dalam Bingkai RPJM Hijau dan mengundang Menteri untuk hadir secara langsung dan menjadi key note speaker. Gayungpun bersambut, menteri penggemar boh giri (jeruk bali,-red) sangat berkeinginan hadir ditengah padatnya agenda akhir tahun ini. Apabila sulit alternatifnya untuk diadakan di bulan Januari 2018.
Kaukus Pembangunan Berkelanjutan Aceh adalah platform komunikasi antara anggota DPRA dengan konstituen dan multi-stakeholder yang lebih luas untuk membahas dan menghimpun masukan terkait pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan di Aceh. Persidangan kaukus dijadwalkan setiap 3 bulan sekali dengan memilih topik topik yang relevan dengan penerapan konsep pembangunan berkelanjutan disetiap tahapan pembangunan di Aceh, termasuk tahapan perencanaan dan penyusunan RPJMA yang sedang berlangsung saat ini.