Anak adalah salah satu anugerah terindah dari Sang Maha Pencipta untuk sebuah keluarga. Seiring waktu, kedekatan jiwa anak dan orang tua akan diuji dengan tumbuh kembang mereka. Secara fisik kita akan kagum luar biasa dengan perubahan ini, dari seorang bayi yang begitu mungil, lemah dan menggemaskan perlahan mereka berubah menjadi remaja yang gagah dan cantik.
Menjadi orang tua bagi remaja bukanlah hal mudah, tetapi tidak juga menjadi sulit, bila kita mau mengambil ibrah dari para pendahulu kita. Ada beberapa kisah yang bisa dijadikan teladan bagi orang tua dalam mendidik remaja, tentunya kisah yang paling fenomenal dalam pendidikan adalah kisah Luqman Hakim. Banyak kisah pendidikan lain yang disebutkan dalam Al-Quran, tentang bagaimana peran Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub dan Nabi Zakaria sebagai seorang ayah dalam mendidik remaja hingga menjadi sosok yang shalih. Kita juga tidak dapat menafikan peran ibu yang begitu penting dalam pendidikan remaja, sebagaimana peran Asiah dalam mendidik Nabi Musa muda ketika Musa berada di istana Fir’aun, padahal Nabi Musa kecil sampai remaja berada dalam lingkungan yang sangat ekstrem dengan ajaran tauhid, namun beliau terselamatkan aqidahnya. Siti Sarah dalam mendidik Nabi Ishaq, Siti Hajar dalam mendidik Nabi Ismail, dan Siti Maryam dalam mendidik Nabi Isa adalah contoh lainnya seorang ibu dalam mendidik remaja laki-laki.
Dalam mendidik remaja perempuanpun begitu indahnya tercatat dalam Al-qur’an, bagaimana Imran dan Nabi Zakaria saling bahu membahu mendidik dan menjaga Siti Maryam perawan suci ibunya seorang nabi, begitu juga Nabi Syu’aib mendidik anak perempuannya hingga menjadi istri shalihahnya Nabi Musa. Nabi Muhammad sebagai suri teladan yang paling muliapun merupakan contoh bagaimana sikap seorang ayah dalam mendidik remaja perempuan shalihah. Lalu bagaimana peran ibu dalam pendidikan anak perempuan? Memang tidak disebutkan dalam Al-qur’an secara gamblang, tetapi kita bisa melihat dari sosok Khadijah dan para shahabiyah yang dididik oleh Al-qur’an dalam mempersiapkan puteri-puteri mereka.
Adapun yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah mengapa para remaja ini mau mendengarkan nasihat dari orang tua tanpa merasa digurui, sementara bukankah terkadang kita harus bertengkar untuk dapat menyampaikan sebuah nasihat pada remaja kita? Coba kita renungkan mengapa ayah dan ibu yang telah kita bicarakan sebelumnya mampu mendidik anaknya sampai menjadi sosok yang shalih dan shalihah? Apakah hanya karena remaja tersebut adalah seorang nabi? Atau sebenarnya kita orang tua yang tidak mempersiapkan diri seiring perubahan yang terjadi pada anak-anak kita. Pada umumnya orang tua sudah merasa mapan dengan sikapnya, merasa diri sudah benar dalam bersikap. Prinsipnya, orang tua tidak pernah bersalah, titah mereka adalah kebenaran mutlak. Mungkin hal ini benar dari segi pemikiran, tetapi pernahkah kita memperhatikan bagaimana cara kita menyampaikan pada remaja? Orang tua yang bersikap seperti ini tidak kalah egonya dengan remaja yang baru tumbuh tersebut. Hal yang paling dibutuhkan agar pendidikan menjadi sukses adalah perubahan cara berkomunikasi dengan mereka. Masa kanak-kanak yang begitu lekat dengan kita terkadang membuat kita keasyikan, tanpa sadar masih memperlakukan si remaja seperti masa kecilnya. Rasa syok terhadap perubahan anak, takut kehilangan mereka membuat orang tua terkadang salah dalam bersikap. Remaja yang tidak mau diperlakukan lagi seperti anak kecil, dan orang tua yang selalu menganggap mereka sebagai anak-anak adalah awal dari rusaknya komunikasi orang tua dengan remaja. Tidak jarang kita jumpai hubungan remaja dan orang tua sudah sampai pada tahap saling menyakiti perasaan, sehingga tercipta blok antara mereka. Ketika hal seperti ini terjadi, menasihati remaja sama saja seperti menuangkan air ke dalam gelas yang tertutup.
Mempersiapkan remaja
Remaja merupakan calon pemimpin yang hampir jadi. Sebagian mereka yang mendapatkan arahan yang tepat telah mampu maju sebagai pemimpin baik bagi dirinya sendiri, bahkan terhadap orang lain. Mempersiapkan mereka agar mandiri tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipersiapkan sejak dini. Semuanya harus dilakukan secara perlahan, namun tetap dalam koridor yang telah kita tetapkan dari awal bersama pasangan. Adapun poin-poin penting yang menjadi penekanan dalam mendidik remaja dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Poin penting yang pertama adalah komunikasi, berkomunikasi dengan remaja ini menuntut skill tersendiri bagi orang tua. Komunikasi yang bersifat otoriter, memvonis, judge atau bentuk lain dari superioritas sangat dibenci oleh mereka. Komunikasi seperti ini akan membuat remaja apriori dan menjauh. Remaja butuh dialog yang memahami jiwa dan zaman mereka. Tentunya untuk mendapatkannya orang tua harus bersedia mencari tahu apa dan bagaimana trend yang sedang digandrungi, tetapi bukan berarti harus menjadi seperti mereka. Jangan remehkan hal-hal baru yang mereka temui, bagi mereka hal baru adalah penemuan tentang “sesuatu.”
2. Kedua adalah contoh teladan. Tentu tidak cukup hanya dengan pemberitahuan akan mudah mengubah pola pikir seseorang. Contoh dalam bentuk aksi akan memudahkan anak untuk menerjemahkan apa yang telah kita sampaikan. Tidak adanya sinkronisasi antara ucapan dan perbuatan membuat orang tua sering gagal mendidik anak-anak terutama remaja.
3. Ketiga adalah delegasi tugas/limpahan tanggung jawab, orang tua hendaknya tidak lagi menempatkan si remaja sebagai pembantu rumah tangganya. Jadikan si remaja sebagai kepala daerah, dimana mereka memiliki wilayah kekuasaan sendiri yang walaupun secara garis besar masih di bawah pengawasan orang tuanya. Namun tugas itu menjadi tanggung jawab mutlak si anak sehingga dia bebas untuk melakukan improvisasi dalam menjalankannya, dan sebagai orang tua kita harus menghargai improvisasi mereka.
4. Keempat kerjasama. Di manapun kerja sama itu akan memudahkan dan membentuk ikatan antara dua pihak yang melakukan suatu misi. Jangan abaikan fungsi kerjasama, dari sini anak dapat mempelajari toleransi, empati dan simpati juga mengetahui apa misi keluarga yang ingin dicapai dan diperjuangkan bersama.
Langkah selanjutnya yang tidak kalah penting, yang tidak boleh diabaikan orang tua dalam pendidikan remaja adalah kesadaran fitrah, seksualitas mereka. Orang tua perlu memberikan arahan khusus sesuai dengan gender mereka. Bukan berarti meletakan mereka pada dikotomi domestik dan publik berdasarkan gender laki-laki dan perempuan, tapi mengajarkan mereka menjadi diri mereka sendiri sesuai dengan gendernya. Dimana ada tanggung jawab kodrati yang tidak bisa diubah oleh manusia, tanggung jawab yang hanya dapat dilakukan berdasarkan jenis gender dan membutuhkan sikap-sikap tertentu sebagai pembuktian tanggung jawab terhadap tugas yang diembankan oleh Allah. Bagaimana pemahaman ini dapat diterima baik oleh remaja, cara berkomunikasi itu adalah intinya. Perlakuan orang tua terhadap putera puteri mereka sesuai dengan usia perkembangan mereka adalah salah satu cara berkomunikasi yang baik. Ucapan ucapan yang lembut ketika mendidik, kesabaran dalam memberi nasihat, kasih sayang dan ketegasan yang tepat serta yang terakhir adalah doa yang baik kepada Sang Pemilik hati manusia, agar ditundukkan hati-hati para remaja ke jalan yang benar dan di ridhai Nya.
Zahriani Ahmad Amin, Ibu Rumah Tangga. nanizahriani@gmail.com