Oleh Fajriah
Guru Sekolah Sukma Bangsa Pidie. Email : fajriahs@gmail.com
Semangat adalah sesuatu yang dapat datang dari sendiri atau hanya dengan mendapatkan sedikit motivasi dari orang lain. Saya melihat hal tersebut dari Nurul Ambia, murid saya yang direkrut dari Meulaboh dari beasiswa PT Mifa di Meulaboh. Saya merasa beruntung mengenalnya sejak pertama kali dia menginjak bangku sekolah SMP. Tidak banyak hal yang istimewa darinya, tetapi saya melihat semangatnya yang luar biasa dalam menempuh jenjang pendidikan di SMP membuat saya cukup bangga mendidiknya.
Pertama kali saya mengenalnya, dia belum mampu membaca, menulis ataupun berhitung dengan baik. Pada saat itu mungkin masih sedikit susah baginya untuk mengeja sebuah kata yang terdapat huruf tambahan misalnya “jangan” dia akan menulisnya dengan kata “jagan”. Kata-kata lain seperti “pergi” dia akan menulisnya dengan kata “pegi”. Sulit baginya menulis kata-kata tersebut. Begitu juga halnya dengan berhitung, masih sangat susah baginya untuk menambah dan mengurangkan angka-angka apalagi untuk operasi perkalian dan pembagian. Tentu saja itu akan menjadi hal yang sangat sulit bagi dirinya.
Mengamati hal tersebut, saya ingin setidaknya memberi sedikit motivasi untuk anak ini. Saya dan Usra, guru asuh dari asrama putri berinisiatif untuk mengajarinya secara intensif untuk belajar membaca dan berhitung. Hampir tiap malam kami memanggilnya secara khusus untuk menemui kami. Di situ saya memintanya menghafal perkalian mulai dari perkalian 1 sampai 10. Saya memintanya untuk menghafal dengan lancar. Jika sedikit saja dia melakukan kesalahan, maka saya akan memintanya untuk mengulangi hafalannya lagi. Mungkin untuk satu perkalian dia menghafal sampal dengan 50 kali pengulangan. Beda halnya dengan Usra yang tugasnya mengajarkan dia membaca. Usra meminta Ambia menulis sesuatu kemudian meminta ambia untuk mengeja dan membacanya kembali. Saya sempat tersenyum membaca kalimat yang dibuatnya “ibu jagan pegi, saya nagis kalo ibu pegi”, yang mungkin seharusnya ditulis “ ibu jangan pergi, saya nangis kalau ibu pergi”. Setiap hari kami memintanya melakukan hal tersebut. Mungkin pada saat itu dia merasa bosan dan jenuh terhadap perlakuan kami
Akan tetapi hari demi hari berlalu, suatu ketika guru matematika memintanya untuk menghafal perkalian ke depan dan dia mampu melakukannya. Betapa saya melihat semangatnya menceritakan bahwa dia mampu menghafal perkalian dengan lancar. Begitu juga pelajaran bahasa indonesia, dia sudah mampu membaca dengan cukup baik, meskipun dia belum menjadi siswa yang terbaik di kelasnya, ada perubahan yang sangat significant dalam dirinya. Semangatnya untuk menjadi siswa yang lebih baik itu semakin tumbuh dalam dirinya. Meskipun dia tahu dan sangat sadar bahwa di akhir semester dia harus gagal karena dia masih banyak tertinggal dalam pelajaran.
Pada saat mendekati kenaikan kelas, dia memprediksi dirinya akan gagal dan prediksinya ternyata benar. Sempat terlintas di benaknya untuk kembali sekolah di Nagan Raya, dengan berbagai alasan. Dia merasa malu untuk melanjutkan sekolah di sini, tapi saya mencoba meyakinkannya untuk terus melanjutkan sekolah di Sukma, karena saya tahu dia bisa berubah menjadi lebih baik. Akhirnya dia memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Sukma Bangsa, beberapa dari temannya yang juga berasal dari Nagan Raya dan gagal tidak mau melanjutkan lagi sekolahnya di sini.
Dengan semangat yang baru, dia mencoba belajar lebih giat. Banyak perubahan yang saya amati dari dirinya . Ketika pembelajaran saya berlangsung, saya sering mengamati dia mencoba menjelaskan kepada temannya yang belum paham. Suatu ketika dia curhat dan mengatakan “apa jadinya saya ya bu, jika saya pindah ke sekolah lain, pasti saya tidak mendapat perhatian dari guru. Mereka di luar pasti lebih memilih memperhatikan anak-anak yang lebih pintar. Saya beruntung melanjutkan sekolah di sini dan sebenarnya saya kangen cara ibuk memaksa saya menghafal perkalian di waktu dulu,”. Dalam hati saya berpikir pada akhirnya semua orang akan sadar bahwa yang kita lakukan sekarang mungkin buruk dimata mereka , tapi pada akhirnya mereka akan berterima kasih bahwa kita sudah mau melakukan hal tersebut.
Bagi saya menjadi guru bukan hanya sebatas mentranfer ilmu ke siswa. Guru hanya fasilitator, siswa dapat memperoleh informasi dari mana pun, dari internet atau dari sumber manapun. Bahkan tidak menutup kemungkinan siswa memiliki wawasan yang lebih luas dari gurunya, tapi ada bagian tugas penting bagaimana kita sebagai guru mampu memotivasi mereka untuk terus berkembang menjadi lebih baik. Memberi contoh yang baik bagi siswa-siswi di sekolah sebagaimana dituntut dalam kompetensi kepribadian.
Di sekolah Sukma Bangsa, kami tidak mengajarkan hal yang terlalu muluk kepada siswa kami untuk menjadi pribadi yang luar biasa. Kami sebagai guru hanya berusaha mengajarkan beberapa nilai-nilai kecil yang mungkin manfaatnya akan dirasakan nanti ketika siswa-siswi kami sudah menempuh hidup di masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat berupa bagaimana menjadi seorang yang jujur, di antaraanya dengan mempercayai kemampuan diri sendiri untuk tidak mencontek, meskipun mereka gagal, setidaknya itu adalah murni kemampuan mereka sendiri. Mereka juga diharapkan siap menerima kegagalan jika mereka gagal. Sikap Ambia yang mampu menerima kegagalannya merupakan suatu cerminan untuk tidak terpuruk dalam situasi buruk. Baginya dunia belum berakhir walaupun dia gagal. Dia mampu bangkit menyemati dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik.
Sama halnya seperti ilmuwan Thomas Alfa Edison yang tidak menyerah untuk menemukan jenis material yang mampu menghidupkan sebuah lampu. Meskipun dia sudah gagal sebanyak 9955 kali, dia hanya menyebutkan hal tersebut bukanlah kegagalan, tapi bagaimana dia menemukan 9955 jenis material yang tidak dapat menghidupkan sebuah lampu. Apa jadinya jika pada saat itu Thomas menyerah pada penemuannya.
Belajar dari kedua orang tersebut, Ambia bukanlah seorang ilmuwan yang menciptakan sesuatu, tapi darinya saya belajar bagaimana menghadapi kegagalan. Semangat pantang menyerahnya membuat saya salut kepadanya. Mungkin jika saya berada diposisinya saya akan merasa terpuruk dan tidak mau mencobanya lagi. Tapi dia sudah membuktikan bahwa dia bisa menjadi lebih baik. Di sisi inilah saya masih harus berguru kepadanya.