Oleh
Hendra Gunawan, MA
Dosen Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Padangsidimpuan
Sebagian ulama, menamai hari raya idul adha dengan hari raya haji dan hari raya kurban, maka pada hari ini seluruh umat Islam di seluruh dunia sedang menunaikan ibadah haji dan melaksanakan shalat idul adha. Sedangkan bagi umat Islam yang belum mampu melaksanakan perjanan haji diberikan kesempatan untuk shalat idul adha dan berkurban sebagai simbol kecintaan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Secara harfiah ‘Id al-Adha artinya adalah hari raya kurban, dinamai demikian untuk mengingat pengorbanan nabi Ibrahim as dan keluarganya untuk dicontoh dan diteladani oleh umat Islam, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam al-Quran surah al-Mumtahanah ayat 4 sebagai berikut;
Artinya:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada nabi Ibrahim as dan orang-orang yang bersama dengan dia…” {Qs. al-Mumtahanah/60: 4}.
Nabi Ibrahim as adalah sosok insan yang hartawan, dalam riwayat disebutkan memiliki 12.000 ekor hewan ternak suatu jumlah yang sangat banyak sehingga menurut orang di zamannya beliau tergolong sebagai seorang miliuner. Namun, kekayaannya tidak membuat beliau sombong dan tidak melalaikannya kepada Allah SWT. Pernah suatu hari, nabi Ibrahim as ditanya oleh seseorang miliki siapa ternak sebanyak ini? nabi Ibrahim as menjawab, milik Allah SWT yang dititipkan kepada ku maka apabila Allah SWT menghendaki akan aku serahkan semuanya, bahkan tidak hanya ternak! lebih dari itu jika Allah SWT meminta anak kesayanganku pun niscaya akan aku serahkan. Dari stetman nabi Ibrahim ini, mengajarkan kita bahwa tidak ada perintah yang lebih berharga dan lebih tinggi daripada perintah Allah SWT sehingga beliau rela mengorbankan segalanya termasuk yang paling berharga putranya sendiri.
Dari sinilah, sejarah hari raya idul adha terkait dengan perintah penyembelihan terhadap nabi Ismail as anak yang sangat didambahkan dan dicintai oleh nabi Ibrahim as dan isterinya Siti Hajar adalah hanya semata-mata merupakan ujian Allah SWT kepada nabi Ibrahim as. Menurut Ibnu Katsir, pernyataan nabi Ibrahim as yang akan mengorbankan anaknya apabila dikehendaki Allah SWT di ataslah yang kemudian dijadikan bahan ujian kepada nabi Ibrahim as. Allah SWT menguji keimanan dan ketakwaan nabi Ibrahim as melalui mimpinya yang hak supaya mengorbankan putranya yang kala itu masih anak-anak, sebagaiman dikisahkan dalam al-Quran surat ash-Shaffat ayat 102 sebagai berikut :
Artinya:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama nabi Ibrahim as, nabi Ibrahim as berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?” nabi Ismail as menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah SWT kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. {Qs. ash-Shaffat /37:102}
Pertanyaan nabi Ibrahim as kepada nabi Ismail as ini, sebenarnya mengandung pelajaran berharga bahwa seorang ayah atau orang tua sangat baik memberikan hak bertanya atau mengemukakan pendapat bagi anak-anaknya berkaitan dengan masa depan mereka, apalagi menyangkut soal hidup dan mati. Dengan kata lain, ini sesungguhnya pelajaran tentang demokrasi dan musyawarah dimana dialog untuk mencapai persepsi yang sama diperlukan untuk meraih tujuan baik yang akan dicapai bersama. Dengan cara seperti ini tentu keikhlasan untuk menerima sebuah keputusan bisa dicapai dengan baik secara bersama pula.
Kemudian ketika nabi Ibrahim as dan putranya hendak melaksanakan perintah Allah SWT, datanglah setan merayu mereka, hai Ibrahim… orang tua macam apa kamu?, anak sendiri disembeli, tega sekali!, mau menyembelih anak sendiri, anakmu sangat pintar dan patuh pada mu kok disembelih!, nanti kamu tidak memiliki anak seperti dia lagi. Tetapi kecintaan nabi Ibrahim as terhadap putranya tidak dapat menghalangi kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah SWT kemudian nabi Ibrahim as mengambil batu dan membaca bismillahi Allahu akbar dan melempar setan yang mengasut mereka. Inilah yang dikemudian hari menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yang disebut dengan melotar jumrah.
Trus saat pisau sudah berada di leher putra tercintanya, nabi Ibrahim as belum sanggup mengayunkan pisau keleher anak kesayangannya itu. Nabi Ismail as mengira ayahnya ragu maka ia meminta ayahnya mengayunkan pisau dengan berpaling supaya tidak melihat wajahnya. Lalu sedetik setelah pisau digerakkan Allah SWT menyuruh menghentikannya tidak perlu diteruskan cukup dengan menyembeli seekor kambing sebagai imbalan dari keihklasan mereka dalam menjalankan perintah Allah SWT. Dan dalam satu riwayat, menjelaskan bahwa Allah SWT menggantikannya dengan seekor kambing yang besar, dan dagingnya diperintahkan untuk didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang membutuhkan.
Begitulah salah satu bentuk kesabaran dan ketabahan nabi Ibrahim as, sebagai sosok pemimpin keluarga yang sangat tulus dalam menghadapi ujuan dan cobaan sehingga dalam riwayat Allah SWT memberikan kepadanya gelar kehormatan ulul azmi (orang yang sangat sabar) dan khalilullah (kekasih Allah) hingga namanya selalu disebut dalam setiap shalat tepatnya pada saat bacaan tahiyyat akhir. Begitu juga, kepatuhan dan kesalehan yang diperankan nabi Ismail as sebagai sosok anak teladan sepanjang zaman, bagaimana kesabarannya dan kesediaannya mengorbankan jiwa dan raganya karena patuh kepada orang tua dan taat kepada Allah SWT, maka dari keturunannyalah dikemudian hari lahir seorang nabi dan rasul yang paling mulia yaitu nabi Muhammad SAW. Ditambah lagi, dengan ketabahan seorang ibu yang diperankan oleh Siti Hajar ra, sekalipun air matanya nampak menitik pertanda bahwa ia tidak dapat menyembunyikan kesedihannya tetapi secara pasti ia berkata, aku rela kalau itu memang perintah Allah SWT.
Menurut satu riwayat, malaikat Jibril sangat kagum dengan nabi Ibrahim as dan keluarganya seraya melontarkan Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, nabi Ibrahim as menjawab, laailaha illahu Allahu akbar yang kemudian disambung nabi Ismail as Allahu akbar wa lillahil hamdu. peristiwa ini menjadi dasar syariat kurban dan membaca tasbih, takbir, dan tahlil yang dilakukan setiap tahun di hari raya idul adha. Selain itu, apabila dicermati lebih dalam ibadah kurban tidak hanya sebatas ibadah saja tetapi memiliki banyak manfaat yang dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan kita sehari antara lain ;
1. Sebagai wujud rasa syukur umat Islam kepada Allah SWT, telah menyediakan berbagai macam makanan dari berbagai jenis binatang untuk manusia, maka sepatutnyalah kita menunjukkan rasa syukur dengan melaksanakan ibadah kurban yang hanya sekali dalam setahun.
2. Meningkatkan kebersamaan umat Islam, dalam mewujudkan sebuah kehidupan bermasyarakat dengan mengedepankan solidaritas dan semangat rela berkorban demi kebaikan berbagi dengan orang-orang yang kurang mampu sehingga dengan pelaksanaan ibadah kurban dapat menciptakan masyarakat yang saling menyayangi, tolong-menolong, dan saling mempedulikan keadaan masing-masing terutama saudara-saudara kita yang kurang mampu dan belum pernah merasakan nikmatnya daging kambing atau sapi.
3. Sebagai simbol positif bagi umat Islam, dengan berkurban mengisyaratkan untuk menyembelih atau melenyapkan sifat-sifat hewani atau sifat-sifat negatif dalam diri kita seperti, sifat apatis, egois, dan lainnya.
Penutup
Di hari raya idul adha ini, mari kita jadikan kisah nabi Ibrahim as dan keluarganya sebagai sarana pendidikan dan mengaplikasikannya ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana peran seorang ayah harus bersikap demokrasi dalam keluarga tidak boleh egois, segala sesuatu terlebih dahulu dimusyawarahkan baik dengan isteri maupun anak-anak, begitu juga seseorang anak harus selalu patuh dan dan tunduk serta berbakti kepada kedua orang tua ayah dan ibu, mematuhi mereka tidak boleh menentang apalagi membentak mereka. Semoga negeri Indonesia tercinta ini menjadi negeri yang bermartabat sebab untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang bermartabat harus dimulai dari keluarga masing-masing.